Cara Para Jenius Sepakbola Membaca Situasi

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Cara Para Jenius Sepakbola Membaca Situasi

Ketika kita berada di dalam sebuah ruang yang sempit, tidak banyak hal yang bisa kita lakukan. Ruang sempit akan membuat jangkauan gerak kita menjadi terbatas; ruang sempit juga kerap turut membuat daya pikir kita menjadi terbatas.

Akan semakin terasa pelik jika saat berada di dalam kesempitan itu, kita juga dituntut untuk sesegera mungkin mengambil keputusan. Dua hal yang paling mungkin terjadi: kita tidak mampu mengambil keputusan atau keputusan yang kita ambil keliru.

Namun ada sebagian orang yang dianugerahi kemampuan untuk bisa mengambil keputusan tepat walau berada di tengah situasi sempit—baik dimensi ruang maupun waktunya. Mereka bisa tetap berpikir jernih walau sedang dilingkupi situasi yang nyaris tidak memungkinkan seseorang untuk melakukannya. Mohamed Salah adalah satu di antara orang-orang tersebut.

Etihad Stadium menjadi panggung tempat Salah menunjukkan kepiawaiannya itu. Di pertandingan leg kedua perempatfinal Liga Champions melawan Manchester City pada Rabu (11/4) lalu, Salah mencetak gol penyama kedudukan untuk Liverpool dengan proses yang mencerminkan bagaimana kemampuan dirinya dalam melihat peluang di tengah ruang sempit.

Usai peluang Sadio Mane digagalkan oleh kiper Ederson Moraes, bola liar di kotak penalti disambut oleh Salah. Ia lalu mendorong bola ke sisi kiri untuk menghindari jangkauan Moraes yang masih mencoba menggapai bola. Salah berhasil lolos, tapi posisinya untuk menuntaskan peluang kurang mengenakkan.

Salah sudah tidak berada dalam posisi satu garis lurus dengan gawang Manchester City. Ditambah lagi, Nicolas Otamendi sudah bersiap di mulut gawang untuk menghalau tembakan Salah.

Di sinilah kemampuan itu terlihat. Dalam situasi yang sempit karena sedang berada dalam posisi yang tidak mengenakan, Salah masih bisa mengambil sebuah keputusan tepat. Andai saja ia mengeksekusi bola dengan sebuah sepakan pelan mendatar, niscaya Otamendi yang berada di mulut gawang bisa menghalau bola itu. Namun Salah, dalam kesempitannya, sudah bisa membaca kemungkinan tersebut.

Akhirnya ia pun memilih untuk mengeksekusi bola dengan sebuah tendangan chip sehingga membuat bola sedikit melayang di udara. Otamendi kelimpungan menghalaunya; gol berhasil tercipta untuk Liverpool.

“Salah memiliki seni membaca permainan dalam sebuah gerakan yang lambat. Membuat dirinya memiliki banyak waktu untuk menentukan bagaimana penyelesaian akhir yang paling tepat. Bahkan saat kecepatan aslinya mencapai 100 mil per jam.”

Pujian itu dilayangkan oleh penyerang legendaris Liverpool, Michael Owen, kepada Salah atas golnya ke gawang City. Pengibaratan yang digunakan Owen dalam pujiannya, membaca permainan dalam sebuah gerakan lambat, tepat belaka. Di situasi yang lambat—tidak sedang berada dalam kesempitan karena diburu oleh waktu—seseorang akan bisa lebih baik dalam mengambil keputusan.

Tentu hal seperti itu tidak mungkin terjadi di sebuah pertandingan sepakbola yang setiap detiknya diwarnai oleh gerak cepat dari setiap pemain yang bertanding di lapangan. Ungkapan yang dimaksud Owen, adalah untuk menunjukkan betapa jeniusnya Mohamed Salah dalam mengambil keputusan walau sedang berada di tengah situasi yang serba cepat dan bergegas.

Selain Mohamed Salah, kejeniusan serupa juga pernah ada dalam diri Dennis Bergkamp semasa dirinya masih aktif bermain. Momen ketika dirinya mencetak gol untuk Arsenal ke gawang Newcastle di musim 2001/02 setelah ia melewati Nikolaos Dabizas yang merupakan salah satu pemain belakang terbaik di masa itu, adalah pengejawantahan dari kejeniusan yang dimiliki penyerang asal Belanda tersebut.

Ketika itu posisi Bergkamp sedang memunggungi gawang Newcastle. Tidak hanya itu, ia pun sedang dikawal ketat oleh Dabizas. Namun di tengah situasi sulit tersebut, dengan cepat Bergkamp bisa mengambil sebuah keputusan tepat: usai menerima operan dari Robert Pires, bola langsung ia putar diiringi juga dengan gerakan badan memutar untuk lolos dari kawalan Dabizas. Gerakannya sangat luwes, membuat Bergkamp dengan mudah lolos dari kawalan Dabizas dan berhasil membukukan gol untuk Arsenal.

Andai Bergkamp ketika itu membuat keputusan yang keliru, semisal mengontrol terlebih dahulu bola operan Pires, sangat mungkin Dabizas bisa mencuri bola dari kakinya. Tapi nyatanya Bergkamp tidak mengambil keputusan itu. Ungkapan Temuri Ketsbaia, mantan pemain tengah Newcastle yang pernah melabeli Dabizas sebagai bek yang sulit dilewati, tidak berarti sedikit pun bagi Bergkamp.

***

Owen menyebut Salah punya kemampuan membaca situasi dalam gerak lambat. David Endt, mantan manajer Ajax, punya penjelasan yang berbeda mengenai para jenius sepakbola: "detik-detik pemain hebat berlangsung lebih lama dari detik-detik pemain biasa," ujar Endt kepada David Winner. Bergkamp, yang ada di ruangan yang sama dalam wawancara itu, menyepakati ucapan Endt dengan sebuah anggukan. Opini Owen dan Endt, pada dasarnya, sama saja.

Kemampuan membaca permainan, memanfaatkan sekecil apa pun ruang, serta mengambil keputusan tepat dengan cepat seperti yang ditunjukkan oleh Mohamed Salah dan Bergkamp, adalah kemampuan yang sangat diperlukan oleh seorang pesepakbola modern. Mengingat sepakbola modern, dengan segala kerumitan evolusi taktiknya di lapangan, semakin membatasi ruang yang bisa dijadikan celah peluang oleh seorang pemain.

Jika ia tidak memiliki kemampuan dalam membaca permainan dan kejeniusan dalam mengambil keputusan, maka ia akan menjadi pemain yang sulit bersaing di level tertinggi sepakbola modern. Seperti yang dikatakan oleh Andres Iniesta: “Perbedaan pemain biasa dengan pemain hebat, adalah terletak pada kecepatannya dalam berpikir.”

Komentar