Diragukan Karena Gaya Berlari, Isco Justru Terbang Tinggi

Backpass

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Diragukan Karena Gaya Berlari, Isco Justru Terbang Tinggi

Kesabaran, kerja keras, dan semangat pantang menyerah adalah kunci keberhasilan Francisco Roman Alarcon Suarez menghadapi dinamika dalam karier sepakbolanya. Isco, biasa ia disapa, sejak kecil memang sudah tergila-gila pada sepakbola.

Setiap sore, sepulang sekolah, pria kelahiran Benalmadena, 21 April 1992 itu selalu berlatih bersama saudara dan teman-temannya di lapangan Atletico Benamiel. Bahkan, bila tidak ada satupun kawan yang bisa diajak bermain, Isco tidak peduli lantaran ia masih bisa bermain walau hanya seorang diri.

Besarnya kecintaan Isco kepada sepakbola seiring juga dengan potensinya yang luar biasa. Bakat olah bolanya sudah terlihat sejak ia menjejak usia remaja. Banyak pencari bakat dari klub-klub besar sengaja datang untuk melihat kebolehan Isco mengolah si kulit bundar.

Tapi banyak di antara pencari bakat justru memilih mundur ketika sudah melihatnya bermain. Penyebabnya gaya lari Isco yang aneh. Cara lari dan jalannya tak seperti pesepakbola pada umumnya. Dilansir situs These Football Times, jurnalis kawakan, Graham Hunter, menggambarkan bahwa cara lari dan jalan Isco terlihat kaku dan tak biasa.

“Ini bukan seolah-olah dia sedang bergoyang. Saat berjalan atau berlari, pantatnya terlihat mencuat, sehingga terlihat janggal. Jika Anda meihatnya berkeliling maka Anda tidak akan berpikir bahwa dia itu seorang atlet,” kata Graham.

Meski punya gaya lari yang aneh, tapi Isco tetaplah pesepakbola muda berbakat kala itu. Setelah banyaknya pencari bakat yang mundur, Isco tak menyerah. Ia terus berlatih keras hingga akhirnya Valencia memanggilnya bergabung bersama akademi mereka pada 2010.

Saat itu, Isco baru berusia 14 tahun, tapi kesempatan menimba ilmu sepakbola di Akademi Valencia adalah kesempatan besar yang tak bisa ia lewatkan. Ketika tawaran itu datang, Isco girang bukan kepalang, meski masih berusia remaja, bukan pilihan yang sulit baginya walau harus meninggalkan kampung halamannya demi cita-cita yang telah membuncah sejak kecil.

Selama tujuh tahun Isco mendapat banyak pelajaran dan pengalaman di Akademi Valencia. Bakatnya kemudian semakin terasah hingga ia bisa menembus skuat B Los Che. Kemampuannya kala itu di atas rata-rata pemain lain yang menghuni skuat B Valencia. Tak ayal, saat usianya belum genap 20 tahun, Isco sudah mendapat kesempatan menjalani debut di tim senior.

Debut Isco di Valencia terjadi ada 2010, dalam pertandingan Copa Del rey menghadapi Leganes. Dalam pertandingan yang berkesudahan 4-1 untuk kemenangan Valencia itu, Isco tampil brilian dengan mencetak dua gol. Tapi itu bukan jaminan bagi Isco bisa langsung mendapat tempat di tim senior.

Unai Emery, manajer Valencia kala itu memang tak meragukan potensi dan bakat besar Isco. Namun Emery ragu dengan tempramen Isco yang tak stabil. Bagi Emery, kondisi psikologis Isco akan membuatnya kesulitan bersaing di tim senior. Valencia kemudian melepas Isco ke Malaga pada tahun 2011 dengan harga 6 juta euro.

Sempat ada keraguan Isco hanya akan menjadi pembelian sia-sia Malaga yang kala itu tengah mengonsolidasi kekuatan untuk menghancurkan dominasi Real Madrid dan Barcelona sebagai duopoli La Liga. Saat itu, Malaga baru saja mendapat suntikan dana melimpah dari pengusaha Qatar, Sheikh Abdullah bin Nasser Al Thani.

Selain Isco, beberapa peman seperti Santi Cazorla, Joaquin Sanchez, Nacho Monreal, hingga Jeremy Toulalan pun didatangkan ke La Rosaleda. Tak hanya itu, Manuel Pellegrini yang sebelumnya menjadi manajer Madrid pun turut diboyong sebagai juru taktik.

Selama dua musim membela Malaga, Isco membuktikan diri bahwa penilaian Emery terhadap dirinya adalah salah. Ia menjadi tulang punggung lini tengah Malaga. Bahkan pada musim 2012/13, Isco berkontribusi besar membawa Malaga lolos hingga perempat final Liga Champions. Sayangnya kala itu Malaga takluk dari Borussia Dortmund dengan agregat 2-3 (0-0, 2-3).

Setelah itu, Malaga mengalami keterpurukan finansial setelah Sheikh Abdullah menyetop aliran dana kepada tim Andalusia itu. Malaga yang tak lagi sanggup membayar gaji pemain itu pun mau tak mau melepas satu persatu pemainnya ke tim lain, tak terkecuali Isco.

Tidak sulit bagi Malaga menemukan peminat bagi Isco, berkat penampilan impresifnya selama dua musim tampil membela Malaga, Isco menjadi salah satu komoditi paling berharga di jendela transfer musim panas 2013. Pellegrini, yang kala itu baru saja mencapai kesepakatan untuk menukangi Manchester City sangat berminat mendatangkan Isco ke Etihad Stadium.

Tapi Man City kalah cepat dari Madrid yang langsung mengajukan penawaran sebesar 30 juta euro kepada Malaga untuk Isco. Malaga yang tengah mengalami krisis finansial pun tak perlu dua kali untuk menjalin kesepakatan bersama El Real. Hingga pada Juni 2013, Isco resmi berkostum Madrid yang kala itu ditangani Carlo Ancelotti.

Bisa dibilang, Isco merupakan pembelian pertama Ancelotti dalam debutnya menukangi Madrid. Namun Isco sebenarnya tak pernah masuk dalam list belanja mantan pelatih AC Milan itu. Bahkan, Presiden Madrid, Florentino Perez pun tidak terlalu yakin Isco bisa berkembang di Santiago Bernabeu mengingat kala itu lini depan dan tengah Madrid berlimpah pemain-pemain bintang seperti Angel Di Maria, Cristiano Ronaldo, Luka Modric, hingga Xabi Alonso.

Isco patut berterima kasih kepada Zinedine Zidane yang kala itu menjabat asisten pelatih sekaligus penasehat Perez. Zidane adalah sosok yang mampu meyakinkan Perez dan Ancelotti soal bakat besar yang dimiliki Isco, sehingga akhirnya ia bisa merapat ke tim ibu kota itu.

***

Sayangnya, musim pertama Isco bersama Madrid berjalan tak terlalu mengesankan. Ancelotti memang memberikan kesempatan tampil kepada Isco, tapi bukan sebagai pemain reguler. Di musim 2013/14, dengan formasi dasar 4-3-3, Ancelotti cenderung mengandalkan trio Alonso, Modric, dan Di Maria di sektor tengah. Kondisi tersebut tak berubah hingga Ancelotti terdepak pada akhir musim 2014/15.

Madrid kemudian mendatangkan Rafael Benitez sebagai pengganti Ancelotti. Masuknya Benitez malah semakin membuat Isco terpinggirkan. Untungnya, Benitez hanya bertahan selama setengah musim di Bernabeu. Posisi Benitez pun diambil alih Zidane. Seharusnya, Isco bisa mendapat lebih banyak kepercayaan saat tampuk kepelatihan berganti, mengingat Zidane adalah sosok yang unya andil besar dalam kepindahannya ke Bernabeu pada 2013 lalu.

Kesempatan bermain secara reguler didapatkan Isco, di akhir musim 2015/16 Isco ia mencatatkan 43 penampilan di semua ajang, dengan 13 laga dimulai dari bangku cadangan, 7 laga tak sama sekali ditampilkan. Tapi saat itu Isco benar-benar kepayahan. Bahkan rumor kepindahannya sempat berembus kencang walau akhirnya ia tetap memilih bertahan.

“Bermain di Real Madrid tidak mudah. Anda harus menunjukkan permainan terbaik setiap waktu. Ada persaingan untuk memperebutkan tempat utama, sejumlah pemain terbaik dunia ada di sini. Saya cukup sabar untuk menunggu waktu yang tepat dan saya selalu siap untuk bekerja keras selama beberapa tahun,” kata Isco, dilansir dari halaman UEFA.

Kesebaran, kerja keras, dan sikap pantang menyerah yang ditunjukkan Isco pun berbuah manis di pertengahan musim 2017/18. Gareth Bale mengalami cedera betis yang memaksanya absen hingga akhir musim. Zidane dibuat kebingungan karena tak lagi bisa mengandalkan Trio BBC (Benzema, Bale, Cristiano Ronaldo) sebagai poros serangan.

Pecahnya trio BBC memaksa Zidane mengubah formasi dasar Madrid dari 4-3-3 menjadi 4-3-1-2. Sebuah perjudian sebenarnya,karena dalam beberapa musim terakhir Madrid amat erat dengan skema 4-3-3.

Tapi, perubahan tersebut terbukti efektif. Karena di akhir musim 2016/17, Madrid mampu meraih gelar juara La Liga, dan yang paling fenomenal tentunya keberhasilan mereka mencatatkan sejarah sebagai satu-satunya kesebelasan yang mampu mempertahankan gelar juara Liga Champions dalam dua musim beruntun.

Menyoal keberhasilan tersebut, sosok Isco layak dikedepankan. Ia membuat pola 4-3-1-2 yang diusung Madrid menjadi efektif. Perannya dalam formasi tersebut amat vital lantaran ia adalah otak serangan Los Blancos. Selama Bale absen, Isco kemudian menjadi sosok sentral di lini tengah Madrid. Alhasil, ia juga berperan dalam kesuksesan El Real meraih trofi di Piala Super Eropa dan Spanyol.

Di musim 2017/18 performa Madrid di kompetisi domestik memang agak kepayahan. Meski begitu, Isco tetap menjadi sosok yang menonjol. Situs resmi Real Madrid, bahkan menyebutnya sebagai pemain dengan kontribusi terbaik di paruh pertama La Liga musim 2017/18. "Tak ada pemain lain yang tampil lebih baik dibanding Isco," tegas Real Madrid dalam pernyataan resmi.

Sepanjang musim 2017/18, Isco telah tampil dalam 45 pertandingan di semua ajang dengan torehan delapan gol dan sembilan asis. Ia turut berkontribusi pula membawa El Real menembus semifinal Liga Champions musim ini. Isco, yang sempat diragukan karena gaya berlarinya yang aneh, kini telah menjadi salah satu gelandang terbaik dunia.

Komentar