Kebangkitan dan Pergerakan Suporter Persekat

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kebangkitan dan Pergerakan Suporter Persekat

Oleh: Nuansa Gilang Insani

Tegal terkenal di seantero nusantara karena warteg-nya, tapi tidak dengan kesebelasan sepakbolanya. Nama kesebelasan sepakbola Tegal begitu asing, bahkan di kalangan pecinta sepakbola nasional.

Nirprestasi, selalu berkutat di level terbawah liga Indonesia dan tidak rutin mengikuti liga resmi. Begitulah keadaan Persekat Kabupaten Tegal, kesebelasan yang saat ini masih berstatus pelat merah alias berada di bawah naungan Pemerintah Kabupaten Tegal.

Berubahnya format kompetisi dalam kurun waktu 15 tahun terakhir tidak mengubah nasib Persekat, yang seolah ditakdirkan menjadi penghuni tetap level terendah. Persekat terus berkubang dari Divisi II B, Divisi III, Liga Nusantara, hingga sekarang Liga 3.

Gairah sepakbola Tegal sempat menggelora pada 2005 hingga 2007. Dipimpin Agus Riyanto (Bupati Tegal periode 2004-2009 dan 2009-2014), Persekat menjadi salah satu tim yang disegani di Divisi II B Jawa Tengah. Prestasi tertinggi ditorehkan di tahun 2009, saat Laskar Ki Gede Sebayu menembus putaran Nasional Divisi III (32 Besar). Namun Persekat kurang beruntung. Tergabung di Grup E yang dihelat di Stadion Gelora 10 November, Surabaya, Persekat hanya menjadi juru kunci, dan karenanya gagal promosi ke Divisi II.

Tahun-tahun berikutnya adalah masa-masa suram sepakbola Kabupaten Tegal. Di periode kepemimpinannya yang kedua, Agus Riyanto terseret kasus rasuah yang membawanya ke balik jeruji.

Persekat mulai on-off mengikuti liga. Absen di tahun 2010 dan 2011, sikap oportunis pengurus membawa Persekat nyaris naik ke Divisi II di tahun 2013. Dualisme liga saat itu dimanfaatkan pengurus dengan mengikuti dua liga.

Gagal di Divisi III PSSI, Persekat beralih ke Divisi III KPSI. Penyisihan tingkat provinsi yang selesai digelar April 2012 baru dilanjutkan di tingkat regional, lalu nasional, hampir setahun kemudian -- tepatnya di bulan Februari dan Maret 2013. Peserta yang minim dan persaingan yang longgar sempat membawa Persekat menembus putaran nasional. Namun persiapan yang ala kadarnya dan dana yang tidak memadai kembali membuat Persekat tersandung.

Kali ini Persekat gagal bersaing dengan UNI Bandung, Bareti FC Subang, dan tuan rumah Cilegon United. Malang melintangnya Persekat di liga bawah, termasuk beberapa kali menembus putaran Nasional belum menggerakkan hati masyarakat Tegal untuk mendukung. Di periode menggelora (2005 hingga 2007) saja, setiap laga kandangnya hanya disaksikan ratusan warga sekitar Slawi saja; jumlah tersebut makin menyusut pada tahun 2009 ke atas.

Namun di masa-masa suram tersebut, gerakan mendukung Persekat secara terorganisir justru dimulai. Sebuah fanspage dan grup pada media social Facebook, mempertemukan anak-anak muda yang pada usia sekolah dan kuliahnya sempat menyaksikan keseruan aksi pemain Persekat di Stadion Tri Sanja, Slawi pada periode 2005 hingga 2007.

Di awal tahun 2011, dengan usia dan pemikiran yang telah lebih matang, diskusi dan cerita tentang kenangan itu di dunia maya dilanjutkan dengan kopi darat rutin. Tidak hanya tentang kenangan, rasa miris melihat Persekat yang kerap mati suri dan tidak kunjung naik kelas menjadi alasan mengapa mereka merasa perlu bergerak.

Di sisi yang lain, Slawi sebagai ibu kota Kabupaten Tegal justru acap menjadi area tawuran anak-anak muda Tegal yang memilih menjadi suporter kesebelasan kota lain dari liga level tertinggi. Saat itu yang terlintas adalah, tidak adanya local heroes yang dapat dibanggakan membuat anak-anak muda Tegal bersikap demikian. Setelah proses diskusi yang panjang dan masif, lahirlah SKATERZ (singkatan dari Persekat Supporterz) sebagai kelompok suporter pertama Persekat Kab. Tegal, pada 11 November 2011.

Anthony Giddens (2006) menyatakan gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama, atau gerakan mencapai tujuan bersama, atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif di luar ruang lingkup lembaga-lembaga yang mapan. Persis sebagaimana yang diungkapkan Giddens, SKATERZ yang awalnya hanya merupakan gerakan diskusi di dunia maya akhirnya mewujud menjadi gerakan kolektif di dunia nyata dengan tujuan yang sama: mendukung Persekat di mana saja dan kapan saja, mendorong Persekat berkembang dan naik kelas, serta menyatukan dukungan warga Tegal yang selama ini terpecah belah.

Suporter Persekat di pertandingan kandang. Sumber: dokumentasi penulis

Misi pertama adalah berusaha mendatangkan banyak orang ke Stadion Tri Sanja untuk mendukung Persekat. Langkah awalnya adalah memperkenalkan Persekat kepada warga Tegal sendiri. Kegiatan yang tidak terekspos media lokal, apalagi nasional, merupakan salah satu penyebab tidak banyaknya warga Tegal yang tahu bahwa Tegal juga memiliki kesebelasan sepakbola.

Beberapa orang “ditanam” di stadion untuk memantau kegiatan kesebelasan dan mewawancarai pengurus. Beberapa yang lain menyebarkan informasi yang diperoleh rekan di lapangan melalui media sosial. Aktivitas di stadion, sejarah, jadwal dan hasil pertandingan serta penjualan pernak-pernik kesebelasan menjadi senjata awal pengumpulan massa.

Propaganda juga mulai dilakukan untuk memengaruhi suporter kesebelasan liga atas yang “membuka cabang” di Tegal. Kalimat propaganda yang sering didengungkan di akhir postingan adalah “wong Tegal sejati ndukung kesebelasan Tegal asli”. Media sosial sebagai rahim kelahiran SKATERZ benar-benar dimanfaatkan, termasuk dengan “mengebom” informasi tentang Persekat di grup-grup Facebook yang berembel-embel Tegal.

Serangan-serangan tersebut tidak serta-merta membuahkan hasil. Pada ajang Divisi III tahun 2012, terlihat baru sekitar puluhan orang yang berkenan hadir di stadion. Namun perlahan tapi pasti jumlah tersebut terus berlipat ganda. Meskipun tim senior absen pada Liga Nusantara 2014, tim junior Persekat sempat mengikuti Liga Soeratin U-17 Zona Jawa Tengah. Pada ajang tersebut ratusan suporter mulai meramaikan Tri Sanja.

Seruan “wong Tegal sejati ndukung kesebelasan Tegal asli” mulai menunjukkan hasilnya. Saat itu warna biru, oranye, hijau, dan lainnya mulai bersedia membaur dengan warna merah -- warna kebanggaan Persekat -- dan bersama-sama mengumandangkan lagu dukungan untuk Laskar Ki Gede Sebayu.

Misi yang kedua adalah membuat Persekat eksis di liga nasional. Tidak mudah, karena musuh utamanya adalah tidak adanya kucuran APBD dan lepas tangannya Pemkab Tegal. Askab PSSI Tegal sendiri sudah memisahkan kepengurusan Persekat, tetapi di sisi lain tidak ada pihak yang mau mengambil alih. SKATERZ benar-benar all out di sini, bahkan dibilang kebablasan untuk ukuran “kewenangan” suporter.

Dari tahun 2015 hingga 2017 Persekat akhirnya bisa rutin mengikuti liga. Setiap jelang kompetisi, SKATERZ selalu sibuk blusukan mencari pihak yang mau menangani. Tercatat dalam tiga musim tersebut, pengusaha lokal, bos sepakbola tarkam, dan mantan Sekda Kab. Tegal secara bergilir menjadi caretaker Persekat dengan rekomendasi dari Askab PSSI Tegal.

Pada 2015 SKATERZ juga mendesainkan logo baru untuk Persekat, menggantikan logo Pemkab Tegal yang selama ini dikenakan. Laga Persekat yang selama ini dapat disaksikan tanpa tiket juga mulai dikenakan tiket, di mana desain, penyediaan, dan penjualan tiket ditangani sendiri oleh SKATERZ.

SKATERZ juga mulai mengintensifkan promosi laga Persekat dengan membuat pamflet yang kemudian di-copy untuk ditempelkan di kampung masing-masing, untuk melengkapi promosi di media sosial.

Hingga saat ini pun setiap akun media sosial dengan nama “Persekat Kabupaten Tegal” seluruhnya masih dikelola pihak suporter, termasuk dukungan dokumentasi-dokumentasi tiap laga dan acara. Walaupun masih jauh dari tampilan profesional, informasi di dalamnya cukup handal dan terpercaya.

Keterbatasan dana kesebelasan juga membuat SKATERZ sempat menyumbang jersey untuk Persekat, turun ke jalan mengumpulkan dana dan merelakan beberapa anggotanya menjadi kitman sukarela untuk membantu saat latihan dan pertandingan. Dapat dikatakan hanya satu hal yang tidak disentuh SKATERZ, yaitu masalah teknis yang terkait langsung dengan permainan sepakbola itu sendiri, seperti penentuan pemain, pelatih, strategi, dan permainan di lapangan.

Praktis, dengan segala keterbatasan tersebut Persekat tidak bisa berbuat banyak di Liga Nusantara 2015, Liga Nusantara 2016 dan Liga 3 2017. Dalam tiga tahun tersebut, setiap tahunnya Persekat hanya menang sekali dan tidak pernah lolos putaran pertama di level provinsi. Akan tetapi, dengan segala keterpurukan, animo masyarakat justru meningkat.

Sejak tahun 2015 dua tribun Stadion Tri Sanja yang berkapasitas sekitar 5.000 orang selalu penuh setiap Persekat berlaga, dan sudah tidak ada yang membawa atribut kesebelasan kota lain. Usaha yang dirintis SKATERZ sejak tahun 2011 tidak sia-sia. Di samping itu, masyarakat juga memang haus tontonan dan butuh sesuatu untuk diidolakan.

Dengan selalu gugur di putaran pertama, Persekat hanya punya kesempatan tiga hingga empat kali bermain kandang setiap tahunnya, sehingga saat itu benar-benar dimanfaatkan masyarakat Tegal untuk mengobati kerinduan melihat kebanggaannya bertanding. Ratusan suporter juga telah memiliki kultur away day untuk mengawal Persekat di laga tandang. Saat laga kandang pun di sekitar stadion beberapa pedagang kini banyak yang membuka lapak untuk berjualan berbagai atribut Persekat.

away day Persekat. Sumber: dokumentasi penulis

In appearance, kehidupan persepakbolaan di Tegal tampak hidup dan bergairah. Namun secara de facto sebenarnya tidak ada perubahan berarti. Mungkin benar nyinyiran suporter kesebelasan tetangga, jika Persekat yang heboh hanya suporternya, sedangkan kesebelasannya tetap jalan di tempat.

Setidaknya hingga akhir tahun 2017 Persekat hanya dikenang sebagai peserta kompetisi yang baik dengan caretaker yang hanya ditetapkan berdasarkan Surat Tugas untuk satu musim kompetisi sehingga tidak bisa dituntut atas kegagalan dan upaya perbaikannya. Pembinaan usia dini tidak berjalan, kompetisi internal mandek dan tidak ada upaya mencari sponsor atau membentuk badan hukum yang tetap. Apakah SKATERZ harus kembali mengurus semua itu? Atau masyarakat Tegal harus berpasrah diri menunggu uluran tangan-tangan profesional untuk bisa naik kelas?


Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dapat dihubungi lewat surel osanuansa@gmail.com dan akun Twitter @Nuansa_Gilang_Insani. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar