Persoalan Ego Andre Silva dalam Kebutuhan Taktis dan Masa Depannya di AC Milan

Analisis

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Persoalan Ego Andre Silva dalam Kebutuhan Taktis dan Masa Depannya di AC Milan

Serangkaian penampilan impresif bersama FC Porto dan tim nasional Portugal menjadi alasan AC Milan merekrut Andre Silva. Bahkan Cristiano Ronaldo, pemain Real Madrid dan Portugal, pernah mengatakan bahwa Andre Silva merupakan pewaris penyerang Portugal berikutnya. Maka bukan tanpa alasan jika Milan berharap Andre Silva dapat konsisten mencetak gol di setiap pekannya. Apalagi jika mengingat catatan gol Milan cukup melempem selama musim lalu.

Kesebelasan tersebut cuma mencetak 57 gol dari 38 pertandingan Serie A 2016/2017. Perolehan gol yang dicetak Milan itu merupakan yang paling rendah dibandingkan sembilan kesebelasan teratasi Serie A musim lalu. Andre Silva juga masuk ke dalam nominasi lima pemain muda terbaik U21 di bawah Kylain Mbappe.

Silva memiliki penyelesaian akhir, sundulan, teknik, sentuhan pertama, dan giringan bola yang baik dan membantunya beroperasi di mana pun di lini depan. Jumlah gol Carlos Bacca dan Gianluca Lapadula musim lalu pun masih kalah dibandingkan Andre Silva.

Tapi di sini lah perbedaan situasinya...

Bacca mengoleksi 13 gol Serie A musim lalu dan Lapadula mencetak delapan gol. Sementara Andre Silva mencetak 16 gol untuk FC Porto selama Liga Primer Portugal musim sebelumnya. Tapi tentu saja Serie A berbeda dengan Liga Primer Portugal. Andre Silva bisa bebas menggiring bola melewati lawan-lawannya di Liga Primer Portugal.

Penyerang 22 tahun itu melakukan 0,7 dribel sukses per laga selama musim lalu. Rataan itu lebih besar daripada Bacca (0,5) dan Lapadula (0,2). Sementara sejauh musim ini, Andre Silva melakukan 0,6 dribel sukses per laga dari sembilan penampilannya di Serie A 2017/2018.

Ia lebih sulit melewati lawan karena permainan bertahan di Serie-A menyulitkan penyerang atratktif semacam Andre Silva. Para bek di kompetisi ini lebih memiliki perhitungan kepada pemain yang terlalu banyak menggiring bola. Maka dari itu Serie A menjadi kompetisi peringkat empat soal rataan giringan bola sukses di antara lima liga top Eropa musim ini.

Juventus adalah kesebelasan paling sering melakukan dribel sukses di Serie A pada musim ini. Itu pun mereka berada di peringkat delapan di Eropa, kalah dari dua kesebelasan dari La Liga Spanyol, empat kesebelasan Ligue 1 Prancis, dan satu kesebelasan dari Liga Primer Inggris.

Peringkat 10 besar kesebelasan paling sering melakukan dribel sukses di antara lima liga top Eropa sejauh ini. Sumber: Whoscored.

Maco van Basten pun kesulitan pada musim perdananya di Serie A karena terlalu sering menggiring bola. Begitu yang pernah diakui Edin Dzeko sebelum ia sesubur dalam dua musim ke belakang. Meski ada beberapa penyerang pendatang baru yang langsung moncer seperti Gonzalo Higuain, Nikola Kalinic, dan lainnya.

Tapi Andre Silva memang harus beradaptasi jika melihat penurunan statistik soal giringan bolanya. Lagipula gaya permainan Andre Silva berbeda dengan Higuain dan Kalinic. Silva merupakan penyerang yang menyukai untuk mengeksplorasi pertahanan lawan dan buktinya adalah seringnya menggiring bola.

Ia tentu berbeda dengan Higuain dan Kalinic yang lebih mantap memposisikan diri dan lebih memilih menjadi sentuhan akhir untuk mencetak gol. Maka dari itu kedua penyerang tersebut begitu menonjol saat musim perdananya di Serie A. Sebetulnya Dzeko pun tipikal penyerang yang sama dengan Higuain dan Kalinic. Hanya saja, Dzeko di musim perdananya bersama Roma di era Rudi Garcia sering diletakkan terlalu jauh dari kotak penalti lawan.

Itulah perbedaan Andre Silva dengan penyerang-penyerang asing lainnya di Serie A. Ketika melawan Torino pun ia cuma berhasil melakukan percobaan dua kali giringan bola. Satu giringan berhasil sukses dan sisanya dihentikan Thomas Rincon. Selama laga tersebut, Andre Silva sering terlihat kebingungan ketika menerima bola. Ia pun menjadi lebih sering mengembalikan bola ke belakang karena ketatnya penjagaan bek Torino. Beberapa upaya umpan ke depan yang dilakukannya pun justru gagal menemui sasaran.

Grafis operan Andre Silva ketika melawan Torino selama 90 menit. Sumber: Squawka.

Pertandingan itu semakin menegaskan bahwa Silva masih perlu beradaptasi lagi di Serie A. Atas alasan itulah mengapa Vincenzo Montella (dipecat setelah melawan Torino) lebih sering memainkan Kalinic sebagai penyerang utamanya di Serie A. Sementara Silva seolah dianaktirikan dan panggungnya diberikan pada pertandingan Liga Europa UEFA.

Dua musim Kalinic di Fiorentina jelas menunjukkan ia lebih berpengalaman di Serie A daripada Silva. Serie A begitu asing bagi Silva, sementara Liga Europa mungkin ia sudah biasa. Buktinya, ia sudah mencetak enam gol dari enam pertandingan Liga Europa musim ini.

Tidak hanya gol, Silva juga sanggup melakukan satu dribel sukses per laga, unggul 0,4 dari rataannya di kompetisi domestik. Berbeda dengan Serie A di mana ia tidak hanya mengalami penurunan giringan bola, ia pun belum mencetak satu pun gol di kompetisi tersebut. Alasan masuk akalnya memang karena pemain yang pernah bergabung di akademi Boavista itu jarang dimainkan Milan di Serie A.

Dari sembilan pertandingan, ia cuma empat kali diturunkan sejak babak pertama. Tapi catatan itu memang tidak lepas dari pilihan Montella kepada Kalinic soal pengalamannya. Meskipun tidak setajam waktu membela Fiorentina, Kalinic sudah mencetak empat gol dari 14 laga bersama Milan di Serie A.

Penyerang berpengalaman di Serie A seperti Kalinic saja susah untuk menemukan ketajamannya kembali, apalagi Andre Silva. Tapi pilihan itu justru menjadi penyebab hubungan Silva dengan Montella tidak harmonis. Apalagi filosofi serangan Montella pun bertumpu kepada penyerang yang lebih klinis di dalam kotak penalti daripada harus bergerak keluar area tersebut.

Maka dari itu Montella lebih menyukai penyerang oportunis untuk menaklukan Serie A. Sebetulnya Bacca dan Lapadula pun tipikal penyerang seperti yang diinginkan Montella pada musim lalu. Hanya saja Bacca dan Lapadula kurang produktif soal menjebol gawang lawan.

Produktivitas itulah yang menjadi alasan Montella mendatangkan Andre Silva. Penyerang bernomor punggung sembilan itu hanya perlu mengubah sedikit gaya permainannya sehingga diberikan beberapa ujian melalui Liga Europa. Namun sepertinya cara Montella terlalu kejam sehingga menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Dibutuhkan penurunan ego dan perubahan gaya permainan Andre Silva

Montella yang nasibnya berujung dengan pemecatan pun disambut dengan kedatangan Gennaro Gattuso sebagai pelatih selanjutnya. Era baru di tangannya itu akan menjadi keputusan besar dalam menentukan rotasi Andre Silva di Serie A. Gattuso pun diharapkan bisa lebih bijaksana untuk membuat peralihan di tubuh Milan terutama di sektor depan.

Kebijaksanaan itu adalah dengan tidak melakukan terapi yang sadis kepada Andre Silva seperti cara Montella. Tapi nyatanya, cara Gattuso memperlakukan Andre Silva masih sama seperti Montella. Tapi memang hal itu tidak lepas dari filosofi permainan Gattuso yaitu bertahan dan melancarkan serangan balik.

Memang sistem tersebut tidak akan cocok jika melihat masih egoisnya permainan Andre Silva. Melalui filosofi Gattuso, tentu tidak akan memberikan waktu lebih banyak bagi Andre Silva untuk meliuk-liuk di pertahanan lawan. Berbeda halnya jika Andre Silva memerankan false nine pada filosofi penguasaan bola seperti yang dilakukan Dries Mertens di Napoli.

"Dia membuat mereka (lawannya) berlari dari dalam, dia memotong ke dalam dan saya pikir kami harus mencoba untuk mendapatkan yang terbaik darinya dan memastikan dia bermain sebanyak mungkin untuk tim, bukan sebagai individu," kata Gattuso seperti dikutip dari Bleacher Report.

Pernyataan itu membuktikan bahwa Andre Silva masih perlu menurunkan egonya untuk beradaptasi dengan filosofi sepakbolanya. Bukan hanya dengan filosofi, tapi juga dengan permainan sepakbola Italia yang begitu bengis karena pertahanan pragmatis. Di sisi lain, Gattuso perlu memberikan kepercayaannya kepada Andre Silva di lapangan.

Walau bagaimana pun, ia adalah pemain berbakat dengan mentalitas pekerja keras diiringi teknik yang bagus. Tapi jika ego tidak bisa diturunkan Andre Silva dan Gattuso gagal mengkondisikannya, Silva berpotensi gagal mendapatkan peran besar di Milan musim ini.

Ada baiknya Milan merelakan pemain itu bergabung dengan Arsenal atau Barcelona yang kabarnya sedang mengintainya. Mungkin di antara kesebelasan itu, Andre Silva bisa lebih mudah mencetak gol di kompetisi domestik. Jika mau dipertahankan, segala perubahan di tubuh Milan dan Andre Silva sendiri sangat dibutuhkan untuk jaminan masa depan mereka.

Komentar