Club Licensing Regulations Itu untuk Apa, Sih?

Klasik

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Club Licensing Regulations Itu untuk Apa, Sih?

Pada tahun 2010, konfederasi sepakbola Asia (AFC) telah memberlakukan pedoman untuk kesebelasan sepakbola dan anggota asosiasinya untuk memenuhi persyaratan untuk berkompetisi. Pedoman ini dinamakan Club Licensing Regulations (CLR) atau regulasi lisensi kesebelasan.

Secara singkat, kesebelasan harus memenuhi CLR ini di tingkat nasional untuk berkompetisi. Kalaupun tidak atau belum, kesebelasan tersebut tetap harus memenuhinya jika ingin berkompetisi di tingkat konfederasi (seperti AFC pada Liga Champions atau Piala AFC) dan dunia (seperti Piala Dunia Antarklub FIFA).

Karena biasanya kesebelasan yang menjadi wakil sebuah negara di konfederasi maupun dunia adalah yang juara atau pada peringkat atas, maka regulasi ini akan menjadi sangat penting bagi kesebelasan papan atas, meski secara tidak langsung juga penting untuk seluruh kesebelasan di segala tingkat kompetisi.

Di saat musim liga akan berakhir dan pendaftaran kompetisi AFC akan dibuka (satu wakil Indonesia ke play-off Liga Champions dan dua wakil ke Piala AFC), maka PSSI sedang sibuk dengan proses pelaksanaan CLR yang sudah menjadi kewajiban.

Sementara kita menunggu hasil verifikasi pada akhir bulan ini, banyak orang bertanya apakah CLR adalah segalanya. Beberapa bahkan skeptis tentang CLR yang hanya akan memperburuk nasib kesebelasan sepakbola profesional di Indonesia.

Club Licensing Regulations

CLR telah disetujui oleh FIFA pada tahun 2004. Hasil ini kemudian diadopsi oleh Komite Eksekutif FIFA pada tanggal 29 Oktober 2007 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2008. CLR kemudian sudah disebarkan dan bersifat global sejak akhir tahun 2016. Dalam edarannya kepada anggota asosiasi, FIFA menggambarkan CLR sebagai:

“Dokumen kerja dasar untuk sistem perizinan kesebelasan, di mana para anggota yang berbeda dari keluarga sepakbola bertujuan untuk mempromosikan prinsip-prinsip umum dalam dunia sepakbola seperti nilai-nilai olahraga, transparansi dalam keuangan, kepemilikan dan kontrol dari kesebelasan, dan kredibilitas dan integritas dari kompetisi kesebelasan.”

Hal ini mengandaikan bahwa ada persyaratan minimal yang kesebelasan sepakbola harus capai dalam rangka untuk dilisensikan agar bisa berpartisipasi dalam kompetisi tingkat nasional, tingkat benua, dan tingkat internasional.

Dokumen kerja dasar (dikenal sebagai FIFA Club Licensing Regulations) telah dihasilkan oleh FIFA dan Konfederasi (misalnya AFC) yang diperlukan untuk membuat peraturan lisensi klub mereka sendiri, sementara anggota asosiasi (misalnya PSSI) pada gilirannya juga diperlukan untuk mengadopsi CLR mereka sendiri untuk pelaksanaan di tingkat nasional.

Oleh karena itu, CLR FIFA diadopsi menjadi CLR AFC, sedangkan PSSI mengadopsi CLR AFC, sejalan juga dengan standar minimal yang ditetapkan dalam CLR FIFA. Kata “adopsi” di sini bisa berarti cukup “copy-paste” dengan perubahan seperlunya, sesuai kebutuhan dan kemampuan konfederasi atau asosiasi.

Namun karena saya tidak menemukan dokumen CLR versi PSSI (seharusnya sih ada dengan adopsi dari CLR AFC), ini adalah contoh CLR versi FAM (Malaysia).

Pada tingkat nasional, anggota asosiasi diperbolehkan untuk mendelegasikan tanggungjawab lisensi kesebelasan untuk liga yang berafiliasi. Misalnya, PSSI dapat mendelegasikan tanggungjawab lisensi kesebelasan kepada Club Licensing Committee (CLC PSSI) dan Club Licensing Department (CLD PSSI), karena mereka seharusnya sudah sejalan dengan AFC dan FIFA.

Hal di atas membuat penilaian memang bisa penuh negosiasi, formalitas, dan instan, tapi pada akhirnya itu semua akan berakhir di AFC (dan FIFA) sehingga keputusan akhir tetap berada di badan sepakbola tertinggi.

Persyaratan Minimal

Sebuah elemen penting dari sistem perizinan kesebelasan adalah poin-poin yang berbeda dari kriteria-kriteria yang sudah ditentukan oleh FIFA, AFC, dan kemudian asosiasi, yang dibagi ke dalam kategori A, B, dan C. Masing-masing dari lima kriteria dibagi menjadi berbagai poin, masing-masing dinilai dari segi kebutuhan mereka.

Kelas A dan B adalah persyaratan wajib, sedangkan kelas C merupakan `praktik terbaik` yang diinginkan dan dapat dibuat wajib di masa depan. Mereka dibedakan sebagai berikut:

  • Kriteria `A` (Wajib) - jika kesebelasan tidak memenuhi persyaratan Grade A, kesebelasan tidak akan memenuhi syarat untuk mengambil bagian dalam kompetisi.
  • Kriteria `B` (Wajib) - meskipun juga menjadi syarat wajib, perbedaan di sini adalah bahwa kesebelasan-kesebelasan yang gagal memenuhi persyaratan masih bisa diizinkan untuk berpartisipasi dalam kompetisi, meskipun dengan beberapa sanksi.
  • Kriteria `C` - kegagalan untuk memenuhi persyaratan ini tidak menyebabkan diskualifikasi dari kompetisi atau sanksi. Namun, kesebelasan diharapkan untuk berusaha ke arah ini karena Grade C dapat dibuat menjadi wajib di masa depan.

Dari penjelasan di atas, kita bisa mengetahui ada persyaratan minimal, yaitu kriteria A, yang harus dipenuhi oleh kesebelasan agar memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam kompetisi nasional atau kontinental. Persyaratan ini dibagi ke dalam lima kriteria. Mereka adalah kriteria olahraga, kriteria infrastruktur, kriteria personel dan administrasi, kriteria hukum, dan kriteria keuangan.

Kriteria Olahraga (3A, 1B, 3C)

Tujuannya untuk memastikan pengembangan dan produksi pesepakbola, memapankan struktur pembinaan yang jelas, mendesain dan mengimplementasikan program pembinaan pemain muda, menyediakan pendidikan teknis untuk pemain elite, menyediakan dukungan medis untuk para pemain, dan memastikan personel-personel yang memenuhi kualifikasi yang terlibat di dalamnya.

Beberapa yang terkandung di dalamnya seperti struktur pembinaan pemain (A), program pembinaan pemain muda (A), dukungan medis untuk pemain yang dikontrak (A), program pembinaan akar rumput atau grassroots (B), program pendidikan (B), program CSR (C), akademi pemain muda (C), dan praktik anti-rasisme (C).

Kriteria Infrastruktur (4A, 4B, 1C)

Tujuannya agar kesebelasan memiliki stadion untuk bermain di kompetisi AFC dengan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk tim, ofisial, penonton, VIP, media, pers,dan rekan penyiaran serta komersial. Selain itu, kesebelasan juga harus memiliki fasilitas latihan yang baik.

Beberapa yang terkandung di dalamnya adalah stadion yang sudah disetujui untuk kompetisi AFC (A), sertifikasi keamanan stadion (A), rencana evakuasi yang sudah disetujui (A), keberadaan fasilitas latihan (A), keamanan stadion (B), fasilitas latihan untuk pengembangan pemain (B), ground rules stadion (B), fasilitas untuk penonton disabilitas (B), serta tanda dan arah di dalam stadion (C).

Kriteria Personel dan Administrasi (15A, 0B, 4C)

Tujuannya agar kesebelasan berada di bawah manajemen yang profesional, memiliki spesialis yang terdidik, sesuai kualifikasi, ahli, dan berpengalaman, serta pemain-pemain di tim utama dan tim di bawahnya untuk dilatih oleh pelatih-pelatih terkualifikasi dan didukung oleh staf-staf yang diperlukan.

Beberapa di antaranya antara lain adalah sekretariat kesebelasan (A), general manager (A), finance officer (A), security officer (A), media officer (A), doktor medis (A), fisioterapis (A), pelatih kepala tim utama (A), asisten pelatih tim utama (A), kepala pengembangan pemain muda (A), pelatih-pelatih tim muda (A), petugas keamanan dan keselamatan (A), hak-kewajiban-tugas dari elemen di atas (A), tugas pengganti jika diperlukan (A), tugas untuk memberitakukan jika ada perubahan signifikan (A), legal advisor (C), direktr teknik kesebelasan (C), pelatih kiper tim utama (C), dan pelatih kebugaran tim utama (C).

Kriteria Hukum (4A, 0B, 1C)

Kriteria ini bertujuan untuk melindungi integritas dari kompetisi dengan menghindari situasi di mana akan ada lebih dari satu kesebelasan di satu kompetisi yang sama, atau dikelola dan dipengaruhi oleh entitas yang sama. Kesebelasan harus memiliki struktur kepemilikan yang transparan dan mekanisme kontrol, juga harus terikat dengan peraturan kompetisi, termasuk melarang kasus jatuh ke pengadilan biasa.

Beberapa hal yang masuk ke dalam kriteria ini yaitu pernyataan kepatuhan keikutsertaan di kompetisi kesebelasan AFC (A), dokumen legal atau hukum (A), kepemilikan dan pengawasan kesebelasan (A), kontrak tertulis dengan pemain profesional (A), serta prosedur disiplin dan kode perilaku untuk pemain dan ofisial (C).

Kriteria Keuangan (6A, 2B, 0C)

Kebutuhan di sini adalah agar kesebelasan mengadopsi transparansi dan kredibilitas keuangan. Pemeliharaan dan pengawasan catatan dan laporan keuangan akan meningkatkan stabilitas keuangan kesebelasan, mempromosikan kredibilitas serta melindungi kreditor dan stakeholder.

Kriteria terakhir ini memiliki poin-poin pada laporan finansial tahunan yang teraudit (A), pernyataan finansial untuk periode interim yang ditinjau ulang (A), tidak ada tunggakan pembayaran klub dari aktivitas transfer (A), tidak ada tunggakan pembayaran kepada pegawai atau otoritas sosial/pajak (A), pernyataan tertulis sebelum keputusan lisensi (A), rencana keuangan masa depan (A), tugas untuk mengingatkan putusan-putusan selanjutnya (B), dan tugas untuk meng-update informasi keuangan di masa depan (B).

Secara total, ada 32 syarat wajib atau kategori A, 7 yang masuk ke kategori B, serta 9 yang masuk ke kategori C.

Sistem perizinan kesebelasan ini beroperasi sedemikian rupa bahwa kesebelasan-kesebelasan yang berpartisipasi dalam kompetisi mengajukan permohonan izin, yang mengeluarkan sertifikasi bahwa mereka memenuhi standar minimum di bawah CLR. Namun, ada ruang untuk banding jika aplikasi kesebelasan untuk lisensi ditolak.

Manfaat CLR

Jika hal tersebut telah dipahami, CLR sangat bermanfaat untuk sepakbola Indonesia. Manfaatnya akan terasa sangat besar dan jelas. Manfaat ini adalah apa yang CLR FIFA tetapkan untuk dicapai, beberapa di antaranya terdaftar dalam bab ‘tujuan’ di dalam regulasi tersebut. Dalam implementasinya, berikut adalah manfaat yang dapat dipetik.

Untuk kesebelasan, CLR akan memprofesionalkan manajemen kesebelasan dan administrasi kompetisi, mempromosikan kelayakan dan stabilitas finansial, mempromosikan transparansi dalam keuangan, kepemilikan, dan kontrol dari kesebelasan.

CLR juga bisa menjaga kredibilitas dan integritas kompetisi kesebelasan, sehingga kesebelasan dan kompetisi dapat mempromosikan nilai-nilai olahraga sesuai dengan prinsip-prinsip fair play.

Kemudian untuk pemain, CLR akan bermanfaat untuk meningkatkan pembangunan pemain muda, termasuk pendidikan non-sepakbola. Ini juga akan meningkatkan transparansi dalam hubungan kontraktual atau hukum dengan kesebelasan, serta memberikan pemain jaminan perawatan medis.

CLR ini selain bemanfaat bagi kesebelasan, kompetisi, dan pemain, ternyata juga memiliki manfaat bagi fans. CLR tentunya akan mempromosikan lingkungan pertandingan yang aman dan meningkatkan pengalaman matchday, serta memastikan kompetisi sepakbola yang menarik.

Kesimpulan

Sebelumnya, FIFA dan para konfederasi memang telah menyelenggarakan seminar untuk liga dan klub administrator di berbagai negara dan benua. Tujuannya adalah untuk mendidik mereka tentang konsep dan cara kerja CLR serta menyampaikan manfaat dari pelaksanaan peraturan tersebut.

Beberapa contoh di antaranya adalah seperti di bawah ini, yang dilakukan di Thailand dan Laos.

Sementara workshop serupa juga sudah dilakukan di Indonesia pada Mei 2017.

Kenyataan bahwa workshop-workshop sudah banyak dilakukan benar-benar menyadarkan jika CLR itu sebegitu pentingnya. Namun kenapa hal penting seperti ini rutin menjadi masalah setiap kali menjelang deadline pendaftaran ke AFC?

Jujur saja, semua persyaratan wajib yang tertulis dalam CLR sangat sulit untuk seluruh kesebelasan Indonesia lakukan. Tapi "sangat sulit" tidak sama dengan "mustahil", kecuali workshop-workshop di atas dibuat hanya sekadar untuk formalitas.

Oleh karena itu, mungkin konsesi yang lebih serius harus diberikan jika kesebelasan Indonesia ingin mendapatkan pengakuan dari Asia Tenggara, Asia, dan dunia. Namun, tidak ada yang menyangkal fakta bahwa penerapan sistem lisensi kesebelasan adalah suatu keharusan jika sepakbola dalam negeri Indonesia ingin menjadi menarik dan sehat secara finansial.

Salah satu dari lima kriteria CLR, yaitu finansial, adalah hal yang sangat penting untuk diletakkan sebagai konteks utama sepakbola di Indonesia. Dalam kendala finansial yang akut, tapi memaksakan diri untuk ikut kompetisi, rentan membuat sebuah kesebelasan akan mengarungi kompetisi dengan kondisi yang mengerikan: gaji tak terbayar, uang latihan tak ada, jatah makan di asrama pas-pasan, tim tidak bisa melakukan perjalanan tandang, tidak memiliki stadion dan harus bermain dan menyewa stadion di kota lain, dan lain sebagainya.

Salah satu imbas paling mengerikan dari soal finasial ini adalah pemain-pemain yang tidak digaji akan rentan tergoda oleh uang haram suap. Pengaturan skor hingga sepakbola gajah sangat rentan terjadi dalam situasi seperti ini.


Pada Desember 2014 kami juga pernah membahas permasalahan ini di About the Game - detikSport

Komentar