Senjakala Amerika Serikat, Kalah Sebelum Berperang di Rusia

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Senjakala Amerika Serikat, Kalah Sebelum Berperang di Rusia

Hubungan diplomatik Amerika Serikat (AS) dengan Rusia sedang memanas belakangan ini. Amerika melarang pesawat militer Rusia beroperasi di wilayahnya, begitu pun sebaliknya.

Selain persoalan kedaulatan negara, ketegangan antara kedua negara tersebut juga terjadi di sepakbola. Masih ingat bahwa kejadian mengejutkan saat Amerika mengutus FBI untuk meringkus para anggota FIFA pada 2015 lalu. Tindakan itu membuat Rusia yang berpihak kepada Sepp Blatter berang. Ada dugaan bahwa keterlibatan Amerika menciduk FIFA agar sedikit mengganggu persiapan Rusia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018.

Sementara di luar dugaan konspirasi itu, AS sangat ironis selama mengikuti Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona CONCACAF. Awalnya, AS membuka kualifikasi di tahun 2017 dengan kemenangan 6-0 atas Honduras pada 25 Maret lalu. Tapi permainan AS justru menurun pada laga berikutnya sehingga ditahan imbang tuan rumah Panama dengan skor 1-1.

Selain asis brilian Christian Pulisic dan kegigihan Tim Howard menjaga gawangnya, tidak ada yang istimewa dari AS pada waktu itu. Padahal AS perlu menjaga peluangnya agar lolos ke Piala Dunia 2018. Namun hasil imbang itu tetap menahan mereka di peringkat empat klasemen sementara dengan raihan empat poin.

Perolehan itu satu peringkat di bawah Panama di peringkat tiga yang mengoleksi lima poin. Padahal, ESPN FC membuat rasio peluang kelolosan ke Piala Dunia lebih condong ke AS daripada Panama. AS dijagokan 82 persen mampu lolos ketimbang Panama yang cuma diunggulkan 28 persen saja.

AS sempat kembali meraih kemenangan ketika mengalahkan Trinidad dan Tobago dengan skor 2-0 pada pertandingan selanjutnya. Tapi AS harus kembali puas dengan hasil imbang ketika bertamu ke Meksiko. Hasil angin-anginan AS justru berbeda jauh ketika mereka tampil di Piala Emas CONCACAF 2017.

Mereka justru mengakhiri kompetisi itu dengan gelar juara dan belum pernah terkalahkan di seluruh pertandingannya. Hasil paling buruk hanya satu kali imbang dari enam pertandingan yang didapatkan saat melawan Panama dengan skor 1-1. Hasil buruk lagi-lagi didapatkan ketika AS kembali ke pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2018.

Mereka langsung kalah 2-0 saat menjamu Kosta Rika. Kemudian ditahan imbang tuan rumah Honduras dengan skor 1-1. Kendati demikian, Bruce Arena selaku pelatihnya masih puas dengan raihan kesebelasannya dan masih optimis pada dua laga berikutnya. "Mendapatkan poin sangat berharga bagi kami hari ini. Saya bangga dengan bagaimana pemain kami berjuang. Kondisi mereka sedang sulit. Dengan dua pertandingan tersisa, kami memiliki segalanya untuk bertanding," katanya seperti dikutip dari USA Today.

Perkataan Arena memang langsung terbukti ketika menggebuk Panama dengan empat gol tanpa balas. Tapi kesebelasan besutannya itu justru takluk di Trinidad dan Tobago dengan skor 2-1. Hasil buruk di sana memastikan AS tidak lolos ke Piala Dunia 2018 di Rusia. Padahal Amerika lebih diunggulkan daripada Trinidad dan Tobago.

Apalagi lawannya itu menempati peringkat terbawah pada klasemen CONCACAF ronde lima. Faktor non teknis menjadi masalah pertama. Pertandingan yang awalnya digelar di ibu kota Trinidad Port of Spain, dipindahkan ke stadion yang lebih kecil di Couva. Pada sesi latihan, para pemain harus berurusan dengan air yang tergenang di lapangan. Tapi Arena menegaskan bahwa kondisi lapangan yang buruk ditambah cuaca panas di sana seharusnya bukan menjadi alasan kekalahan AS.

"Tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mampu mencetak gol kedua dan setidaknya mendapatkan satu poin. Ini cacat bagi kami," ujarnya seperti dikutip dari Fox News.

Hilangnya AS dari Piala Dunia agak mengherankan sekaligus menjadi pukulan dahsyat bagi federasi sepakbolanya yang telah berhasil membangun olahraga itu dalam seperempat abad terakhir ini. Buktinya, pamor liga domestik, MLS, di sana semakin meningkat dari bantuan sponsor dan mitra televisi. Padahal Arena pada awalnya berhasil membuat antusiasme baru sejak kembali menjadi pelatih AS.

Kekurangan Generasi Baru

Ketika melawan Trinidad dan Tobago, lini tengah AS terus berjuang untuk menghubungkan serangan karena jarak antara lini terlihat terlalu jauh. Michael Bradley seperti bermain sendirian di depan kotak penalti untuk menanggulangi serangan balik Trinidad Tobago. AS tidak bermain dengan tempo tinggi seperti yang dilakukan lawannya tersebut. Susunan pemain yang tidak banyak berubah membuat mereka terlihat kelelahan untuk bermain dengan tempo tinggi.

Begitu pun dengan Pulisic yang terus berusaha sendirian untuk membuka pertahanan Trinidad dan Tobago. Pada laga itu ia diibaratkan seperti Lionel Messi di Argentina. Sorotan pemain juga ditunjukkan kepada Howard yang gagal menepis halauan bola Omar Gonzales sehingga menjadi gol bunuh diri sekaligus keunggulan pertama Trinidad dan Tobago.

Howard terlalu cepat melompat yang rasanya pelan dan seharusnya masih bisa diantisipasi olehnya. Sementara gol bunuh diri Gonzales yang cukup mengherankan itu cuma bisa disesalinya. "Itu adalah salah satu gol yang akan menghantui saya selamanya," imbuhnya seperti dikutip dari New York Daily News.

Di sisi lain, Howard telah menjadi sosok legendaris bagi AS dalam waktu yang lama. Tapi selama satu tahun terakhir ini ia terlihat melemah. Penampilan gemilang pada awal tahun sudah tidak diperlihatkannya lagi. Howard justru terlihat semakin melambat ketika bangkit berdiri maupun reaksinya. Sekarang usianya sudah 38 tahun dan ia tidak akan tampil di Piala Dunia lagi.

Clint Dempsey pun sudah tidak mampu bermain 90 menit dan Bradley sering tertinggal satu langkah dari lawannya. Sementara AS tidak memiliki cukup banyak pemain berkualitas untuk menggantikan beberapa bintangnya yang sudah menua itu. Agak mengherankan juga ketika Arena tidak memanggil Fabian Johnson dan Matt Miazga. Berbeda dengan tidak dipanggilnya John Brooks karena sedang masa pemulihan cedera.

Kegagalan AS ke Piala Dunia bukanlah hasil yang diinginkan para pendukungnya. Apalagi kegagalan pertama kali sejak 1986 jelas tidak bisa diterima. Tidak ada AS di Rusia nanti, artinya tidak ada perjalanan ke sana dan tidak ada panggung besar bagi Pulisic. Pihak lain yang paling dirugikan adalah Fox Sports yang awalnya siap mengeluarkan banyak uang untuk hak siar terbesar di AS.

AS telah kalah dari kesebelasan terburuk di Zona CONCACAF di saat yang buruk dengan cara yang buruk. Padahal bisa dibilang Zona CONCACAF paling mudah jika dibandingkan dengan Eropa atau CONMENBOL. Hal itu karena AS punya keunggulan geografis, terutama dari sumber keuangan dan populasi masyarakatnya. Semakin komersilnya MLS seharusnya mempermudah mereka menemukan dan mengembangkan bakat pemain aslinya.

Masih ada waktu sampai 2022 untuk berbenah bagi AS. Tapi untuk Piala Dunia mendatang, masyarakat AS hanya bisa menonton di televisi. Itu pun jika mereka rela melihat meriahnya Piala Dunia yang diselenggarkan di tempat rival kedaulatan negaranya itu. Seakan-akan bahwa kegagalan AS ini adalah kekalahan mereka sebelum berperang di bidang olahraga.

Sumber lain: SB Nation, The Ringer, The Two Way.

Komentar