Marcus Thuram, Titisan Pahlawan Sepakbola dan Aktivis Dari Prancis

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Marcus Thuram, Titisan Pahlawan Sepakbola dan Aktivis Dari Prancis

Hubungan keluarga di dalam sepakbola selalu menarik, terutama bagi seseorang yang menggunakan nama ayah mereka sebagai mantan pesepakbola hebat. Pada awal tahun ini, media sosial cukup ramai karena Justin Kluivert. Ia adalah anak dari Patrick Kluivert, legenda pesepakbola dari Belanda.

Justin melakukan debutnya dalam usia 17 tahun ketika membela Ajax Amsterdam menghadapi PEC Zwolle pada 15 Januari lalu. Ia pun diperkirakan bakal cepat berkembang di sepakbola seperti yang pernah dilakukan ayahnya. Justin mampu memperlihatkan dirinya sebagai pemain sayap yang cerdas di skuat reguler Ajax sejak menjalani debutnya sampai sekarang. Baru-baru ini, muncul Marcus Thuram dari Liga Prancis.

Ia sama seperti Justin yang mengenakan nama ayahnya di dalam karir sepakbolanya. Marcus merupakan anak dari Lilian Thuram yang membawa Prancis menjuarai Piala Dunia 1998. Marcus sudah terlihat tampil mengesankan selama Piala Dunia U-20 di Korea Selatan. Ia tampil empat kali dan mampu mencetak satu gol pada kompetisi tersebut. Tapi kontribusi Marcus itu cuma mampu mengantarkan Prancis sampai babak 16 besar saja karena dikalahkan Italia.

Setelah memulai karir di akademi sepakbola Olympique de Neuilly dan AC Boulogne-Billancourt, Marcus bergabung ke akademi FC Sochaux-Montbeliard pada usia 15 tahun atas saran dari ayahnya, "Sochaux cukup jauh dari segalanya. Tidak banyak luputan dari media. Ini seperti di dalam kepompong yang protektif. Ayahku menyuruhku menjauh dari bling-bling! (kemewahan)," ujarnya kepada L`Equipe.

Akademi Sochaux merupakan salah satu sekolah sepakbola yang paling terkenal di Prancis. Akademi itu juga merupakan sekolah sepakbola pertama yang mendapatkan pengakuan internasional di Prancis. Jeremy Mathieu, Jeremy Menez dan lainnya merupakan jebolan dari akademi tersebut. Di akademi Sochaux juga Marcus dipanggil Prancis berbagai kategori usia, dari U-17 sampai U-20.

Di Sochaux juga ia mendapatkan debut senior profesionalnya ketika menjadi pemain pengganti melawan Chateauroux di pertandingan Ligue 2 Prancis pada Maret 2015 lalu. Tapi Marcus cuma bertahan dua musim di skuat senior Sochaux dan mencetak satu gol dari 37 pertandingannya. Kemudian ia pindah ke Guingamp yang berkiprah di Ligue 1 pada bursa transfer musim panas lalu. Padahal Juventus sempat meminatinya pada waktu itu.

Sifat Kritis yang Coba diwariskan Lilian Thuram

Sudah dua gol dicetak Marcus dari delapan pertandingannya bersama Guingamp selama Ligue 1 musim ini. Gol perdananya dicetak ketika melawan tuan rumah Olympique Lyonnais pada 10 September lalu melalui sundulannya. Perayaan golnya saat itu bisa dikenal akrab di kalangan penikmat sepakbola era 1990-an sampai awal 2000-an, yaitu dengan mengangkat tangan ke mulutnya seperti Thuram.

Mengingatkan juga ketika perayaan dua gol Thuram ketika mencetak gol ke gawang Kroasia pada semifinal Piala Dunia 1998. Padahal waktu itu Prancis tertinggal terlebih dahulu dan harus bermain dengan 10 orang karena Laurent Blanc mendapatkan kartu merah. Tapi Marcus yang sekarang sudah 20 tahun itu mengelak ketika perayaan golnya itu mengikuti gaya ayahnya.

Ia mengaku bahwa perayaan golnya itu mengikuti seorang penyanyi rap, komedian dan selebritis Twitter yang fenomenal di Prancis dengan nama akrab OhmonDieuSialva. Kemudian ia mencetak gol lagi ketika melawan Toulouse FC. Gol ke gawang Toulouse dicetaknya ketika pertandingan baru berjalan 56 detik, "Bukan, bukan, kalau papa sambil berlutut. Saya ingin meniru orang lain. Dia disebut OhMonDieuSialva. Dia seorang pelawak di media sosial," aku Marcus.

Nama Marcus diberikan Thuram karena mengagumi aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) bernama Marcus Garvey. Sejak pensiun, Thuram menjadi aktivis HAM yang memperjuangkan hak-hak manusia dan memerangi rasisme. Nilai-nilai anti rasisme itu yang ditularkan dan menjadi motivasi bagi penyerang bernomor punggung 21 itu selama bermain sepakbola.

"Jika saya pergi ke stadion di mana orang-orang tidak menyukai saya, itu justru membuat saya ingin berbuat lebih banyak. Ketika fans menghina saya, itu justru membuat saya semakin bergairah. Mereka mengingat namaku, itu normal jika menjadi target mereka. Saya memakai nama (Thuram) itu dengan bangga dan tidak merasakan tekanan karena itu," paparnya.

Di sisi lain, Marcus menceritakan sedikit masa kecilnya ketika mengikuti ayahnya yang berkarir di Barcelona. Marcus mengaku pernah diberikan sepasang sepatu oleh teman ayahnya. Rupanya orang itu adalah Lionel Messi yang pada waktu itu masih berusia 20 tahun.

"Saya senang pada waktu itu. Mungkin saya masih sekitar 10 tahun dan dia (Messi) berusia 20 tahun. Sepatunya terlalu kecil untukku sekarang. Jadi kuberikan kepada teman. Dia pasti masih memilikinya!," seru Marcus kepada AFP.

Posisi yang Bertolak Belakang dengan Liliam Thuram

Marcus berbeda dengan Thuram yang menjadi seorang bek salam menjadi pemain sepakbola. Marcus justru lebih memiliki kemampuan yang untuk mencetak gol daripada menghentikan gol lawan. Hal itu membuatnya lebih memilih menjadi penyerang daripada menjadi bek seperti ayahnya. Tapi ketika memperkuat Sochaux dan Prancis, Marcus lebih sering dijadikan pemain sayap daripada penyerang.

Padahal pemain berpostur besar sepertinya, lebih sering dijadikan penyerang, bek tengah atau gelandang bertahan. Jarang pemain sebesarnya dijadikan pemain sayap di mayoritas kesebelasan sepakbola lainnya. Mungkin Andriy Yarmolenko yang saat ini memperkuat Borussia Dortmund salah satunya. Namun postur Marcus menjadi kelebihannya ketika bermain di sisi lapangan karena memiliki sentuhan bola yang mengesankan.

Melalui postur besarnya, Marcus begitu kuat ketika melindungi bola. Di luar dugaan, kakinya bisa menggerakan bola dengan cepat ketika melakukan serangan. Melalui kecepatan kakinya itu ia sering melakukan step over untuk mengecoh lawannya. Kunci kesuksesan lain dari kemampuan Marcus adalah akselerasinya untuk menciptakan peluang dari sayap. Ia tidak malas untuk bertukar posisi dengan sayap kanan saat pertandingan untuk membuka ruang.

Hal itulah yang sering ia lakukan ketika membela Prancis mengalahkan Vietnam dengan skor 4-0. Aksi-aksinya itu seolah menunjukan bahwa Marcus mengerti bagaimana memecahkan pertahanan yang terbuka dengan area yang luas. Kemudian dari sisi manapun ia bisa memberikan bantuan kepada Prancis sehingga mencetak empat gol. Hanya saja kelemahannya yaitu keputusannya yang sering terburu-buru sehingga terkadang permainannya mudah diprediksi lawan.

Marcus pun mulai kembali di posisi aslinya sebagai penyerang sejak memperkuat Guingamp pada formasi 4-4-2 atau 4-2-3-1. Buktinya, sejauh ini ia lebih banyak mencetak gol daripada sewaktu memperkuat Sochaux. Tapi ia masih sadar bahwa masih banyak perbaikan di setiap permainannya, "Bila Anda menjadi seorang penyerang tengah, Anda harus bermain lebih banyak dengan siku dan pertarungan. Ini adalah aspek dari permainan saya di mana saya terus mencoba membuat perkembangan," tutur Marcus seperti dikutip dari So Foot.

Ia masih memiliki banyak kesempatan terus mencetak gol untuk melanjutkan karir sepakbolanya. Marcus telah memberikan aspek fisik kepada permainan ofensif kesebelasannya saat ini. Apalagi pengalamannya sebagai pemain sayap akan membuatnya menjadi penyerang dengan jelajah yang tinggi di lapangan.


Sumber: Bleacher Reports, ESPN FC.

Komentar