Ironi Nasib Empat Besar Piala Presiden 2017 di Liga 1

Cerita

by Redaksi 24

Redaksi 24

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ironi Nasib Empat Besar Piala Presiden 2017 di Liga 1

Sebelum digelarnya Liga 1 Indonesia 2017, sebagai pemanasan, sebuah turnamen bertajuk Piala Presiden 2017 digelar. Bisa dibilang turnamen ini merupakan miniatur persaingan Liga 1. Maklum dari 20 kontestan, 18 di antaranya merupakan tim peserta kompetisi Liga 1 dengan tambahan PSS Sleman dan PSCS Cilacap dari Liga 2.

Melihat daftar kontestan yang ambil bagian di Piala Presiden 2017, setidaknya gambaran peta persaingan juara di kompetisi Liga 1 nanti bisa dilihat dari turnamen pra-musim itu.

Di Piala Presiden, Arema FC keluar sebagai juara setelah mengalahkan Borneo di partai final. Sementara Persib Bandung yang memegang status juara bertahan harus puas menempati posisi ketiga. Semen Padang berada di peringkat empat.

Melihat hasil itu prediksi pun muncul bahwa empat kesebelasan itu akan merajai panggung kompetisi, dengan tambahan kandidat juara seperti PSM Makassar, Persipura Jayapura, Madura United, dan Persija Jakarta yang memang punya tradisi di kompetisi Indonesia.

Namun saat kompetisi bergulir prediksi untuk empat tim tersebut mampu berbicara banyak di kompetisi tak berbuah nyata. Hingga sampai pekan ke-27 kompetisi, empat kesebelasan tersebut bahkan tak terlihat batang hidungnya di posisi lima besar klasemen sementara.

Pertanyaannya, ke mana empat semifinalis Piala Presiden 2017 yang sebelumnya di gadang-gadang bakal menjadi kandidat kuat juara kompetisi musim ini? Faktanya, empat kesebelasan tersebut saat ini masih berkutat di papan tengah klasemen, dengan Arema FC menempati posisi tujuh, Borneo FC posisi sembilan, dan Persib Bandung di posisi 10.

Semen Padang bernasib paling nahas, karena tim berjuluk Kabau Sirah itu saat ini berada di papan bawah, tepatnya di posisi 15, atau satu strip di atas zona degradasi. Mengejutkan tentunya, mengingat empat kesebelasan tersebut juga sebenarnya disokong dengan finansial terbaik di antara kontestan Liga 1 lainnya. Buktinya mereka mampu mendatangkan mantan pemain bintang dunia ke dalam skuat.

Persib misalnya yang pada awal musim menggemparkan jagat sepakbola nasional dengan keberhasilannya memboyong mantan pemain Chelsea Michael Essien, dan legenda West Ham United, Carlton Cole. Sementara Semen Padang sukses mendaratkan mantan pemain Tottenham Hotspur, Didier Zokora.

Kemudian Arema dengan Juan Pablo Pino yang tercatat sebagai mantan penggawa AS Monaco. Lalu Borneo yang di luar dugaan juga mampu mendatangkan pemain timnas Selandia Baru, Shan Smeltz. Namun hasil yang diraih empat kesebelasan tersebut nyatanya di luar ekspektasi, ini membuktikan bahwa kualitas komposisi pemain sebuah kesebelasan bukanlah garansi kesuksesan.

Memulai Kompetisi dengan Lamban dan Inkonsistensi Penampilan

Di luar itu semua, ada beberapa faktor yang sebenarnya cukup memengaruhi kiprah mereka hingga terlempar dari persaingan papan atas Liga 1. Salah satu faktor yang membuat mereka terpuruk saat ini boleh jadi lambannya adaptasi para pemain anyar. Empat kesebelasan tersebut pada pertandingan pembuka kompetisi gagal meraih kemenangan, uniknya semua meraih hasil imbang.

Persib dan Arema yang kebetulan bentrok di laga pembuka harus puas mengakhiri pertandingan dengan skor 0-0. Sementara Semen Padang meraih hasil imbang saat jumpa Sriwijaya FC, dan Borneo ditahan PS TNI. Dari empat kesebelasan tersebut, hanya Arema dan Semen Padang yang kemudian mampu meraih kemenangan dalam dua laga selanjutnya.

Sementara Persib, baru meraih tiga poin pertamanya di pertandingan ketiga saat jumpa Sriwijaya FC, setelah di laga keduanya Maung Bandung kembali meraih hasil imbang 2-2 saat jumpa PS TNI.

Hal yang tak berbeda jauh dengan Persib pun dialami Borneo, mereka baru bisa menang di pertandingan ketiga melawan Gresik United, sebelumnya bahkan mereka menelan kekalahan saat bertandang ke Gelora Jakabaring, untuk menghadapi tuan rumah Sriwijaya FC.

Khusus bagi Persib, setelah dua hasil kurang memuaskan di pekan awal kompetis,i mereka berhasil melakukan manuver dengan meraih tiga kemenangan beruntun, plus dua hasil imbang. Hasil itu sempat membuat mereka memegang rekor sebagai kesebelasan yang tak terkalahkan di kompetisi dalam tujuh pekan.

Namun setelahnya performa Persib justru menunjukkan inkonsistensi yang berpengaruh pada posisi mereka di tabel klasemen. Bahkan mereka juga sering kehilangan poin di laga kandang. Meski kenyataannya sampai saat ini Persib masih memegang rekor tidak terkalahkan di laga kandang, namun tetap saja itu belum cukup untuk mengatrol posisi mereka di kompetisi, karena dari 13 partai yang dilakoni di Bandung enam laga berakhir imbang.

Inkonsistensi yang diperlihatkan Persib terlihat saat memasuki pekan-pekan terakhir di putaran pertama. Bahkan dari pekan ke-13 hingga 17 Persib tak mampu meraih sebiji pun kemenangan. Performa Persib sempat membaik di awal putaran kedua, namun setelah kemenangan atas Sriwjaya Fc di Stadion Jakabaring, Persib kembali menunjukkan inkonsistensinya dengan hanya meraih tiga poin dari tiga pertandingan kandang mereka melawan Semen Padang (2-2), Bali United (0-0), dan Bhayangkara FC (1-1).

Saat ini Persib yang duduk di posisi 10 hanya mampu meraih 35 poin dari 25 penampilannya. Jawara ISL 2014 ini semakin punya kans kecil untuk juara. Rasa-rasanya mereka akan mengakhiri musim di luar posisi lima.

Kondisi yang tak jauh berbeda juga dialami Arema. Namun fluktuasi penampilan Singo Edan sudah terlihat pekan-pekan awal kompetisi. Setelah melakoni empat pertandingan tanpa terkalahkan di empat pekan awal, Arema justru koyak di pekan kelima hingga ketujuh.

Runner-up turnamen jangka panjang Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016 itu mengalami puasa kemenangan dalam tiga pertandingan, paling miris tentunya saat mereka dikalahkan Persela Lamongan empat gol tanpa balas. Setelah itu fluktuasi terus terjadi, pada performa Singo Edan di kompetisi.

Tidak berbeda dengan Persib dan Arema, Borneo juga mengalami inkonsistensi penampilan di Liga 1. Paling menonjol tentunya adalah rekor tandang mereka yang buruk. Dari 13 pertandingan tandang, hanya satu kemenangan yang berhasil mereka raih, itu pun menghadapi Gresik United yang berada di pos juru kunci.

Satu hal lain, Borneo juga gagal menjaga keangkeran Stadion Segiri, setelah satu kekalahan dialami dari Sriwijaya dan dan meraih hasil imbang dan Bali United. Sebelum takluk dari Sriwijaya, Borneo memiliki raihan sempurna saat tampil di hadapan pendukungnya sendiri.

Hasil minor yang dialami Persib, Arema, dan Borneo khususnya pada putaran pertama pun memaksa mereka merombak tim, khususnya di jajaran pelatih. Djadjang Nurjaman mundur dari tampuk kepelatihan Maung Bandung usai timnya kalah dari Mitra Kukar, posisinya kini digantikan oleh Emral Abus. Aji Santoso mundur dari kursi kepelatihan Arema menjelang putaran dua bergulir, tempatnya kini digantikan oleh Joko Susilo yang sebelumnya menjabat sebagai asisten pelatih. Sementara Borneo FC bernostalgia bersama Iwan Setiawan setelah Dragan Djuckanovic terdepak.

Sementara Semen Padang tidak melakukan pergantian pelatih. Mereka masih ditukangi oleh Nil Maizar, namun nasib yang dialami tidak lebih baik juga dari tiga tim tersebut. Pada putaran dua ini saja, mereka hanya baru merasakan satu kemenangan saat jumpa Gresik United. Setelah itu, delapan pertandingan dilalui Kabau Sirah tanpa sekalipun meraih kemenangan.

Bila peluang Persib, Arema dan Borneo menembus papan atas masih terbuka, peluang bagi Semen Padang justru tertutup. Sisa delapan pertandingan yang ada akan mereka gunakan untuk menghindar dari zona degradasi dan merangkak setidaknya ke zona akhir papan tengah.

Komentar