Jangan Harap Man United Selalu Bermain Atraktif

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Jangan Harap Man United Selalu Bermain Atraktif

Oleh: Pradhana Adimukti

Manchester United tidak akan terus-menerus bermain dengan atraktif. Setelah anak asuh Jose Mourinho tersebut menyarangkan sepuluh gol dalam tiga pertandingan awal, bisa saja Mou tiba-tiba menerapkan strategi lain di beberapa pertandingan ke depan.

United mengawali musim dengan memanjakan mata penonton. Mereka menang melawan West Ham (13/8) dan Swansea City (19/8) dengan skor masing-masing 4-0. Jose Mourinho telah mencatatkan sejarah. Terakhir kali "Setan Merah" mengawali musim dengan rentetan gol banyak dan berturut-turut adalah pada musim 1907/1908. Lebih dari seabad yang lalu.

Kala itu, Manchester United membantai Aston Villa dengan skor 4-1, kemudian mencincang Liverpool dengan skor 4-0. Bahkan United asuhan Sir Matt Busby di era 60-an dan United besutan Sir Alex Ferguson belum pernah mengawali musim dengan sangat meyakinkan seperti ini.

Shaun Curtis, pengamat sepakbola The Sun, melihat mata Mourinho bersinar. Curtis berpendapat Mourinho yakin memiliki kesebelasan yang dapat memenangkan gelar Liga Primer musim ini.

Lawan yang sedang lemah

Masuk akal jika harapan juara dengan memainkan sepakbola cepat yang menghasilkan banyak gol membuncah di kalangan pendukung United dan pengagum sepakbola atraktif. Kandidat pesaing United lain bermain tidak meyakinkan. Arsenal punya pertahanan rapuh. Mereka kebobolan tiga gol walaupun menang 4-3 lawan Leicester (11/8) di pertandingan pertama. Di laga kedua dan ketiga dikalahkan Stoke City dan Liverpool, total kebobolan delapan gol dari tiga laga.

Liverpool juga punya masalah dengan pertahanan mereka. The Reds kebobolan tiga gol dalam pertandingan imbang melawan Watford (12/8). Mereka juga menang susah payah 1-0 melawan Crystal Palace (19/8). Pada pertandingan itu serangan Liverpool tidak terlihat kreatif. Mereka memang menang lawan Arsenal. Tapi musim lalu, Liverpool memang tangguh melawan kesebelasan papan atas. Tapi lawan kesebelasan menengah ke bawah, belum tentu.

Sementara itu, Chelsea sang juara bertahan sempat tersengat lini serang Burnley dan kalah 0-3. Peringkat kedua musim lalu, Tottenham Hotspur, juga belum meyakinkan, apalagi mereka masih belum bisa lolos dari "kutukan" kandang sementara mereka saat ini, Stadion Wembley. Begitu juga dengan Man City

Catatan perburuan gelar awal musim 2016/2017

Musim lalu, Manchester United menjalani awal liga yang mengesankan. Mereka membawa Piala Community Shield setelah mengalahkan Leicester 2-1 pada 7 Agustus 2016. Tiga laga pertama mereka di Liga Primer mereka menangkan semua. Para pengamat sempat menjagokan United meraih juara. Namun hasil 18 kali menang, lima kali kalah, dan 15 kali seri membuat mereka hanya berakhir di peringkat keenam Liga Inggris, walaupun United sukses merengkuh trofi Liga Europa dan Piala Liga Inggris.

Sampai pekan keenam musim lalu, Manchester City berhasil menggasak seluruh lawan-lawannya. Tim asuhan Pep Guardiola itu sempurna mengumpulkan 18 poin. Saat itu mereka dijagokan akan menjuarai Liga Primer, sampai mereka dikalahkan Tottenham Hotspur 2-0 pada 26 Oktober 2016. Pada akhir musim, City terjerembab di peringkat ketiga klasemen Liga Primer.

Chelsea juga menjalani awal mengesankan musim lalu. Anak asuh Antonio Conte memenangkan tiga pertandingan pertama. Mereka sempat keluar dari bursa kandidat juara setelah kalah 2-1 lawan Liverpool dan dibantai Arsenal 3-0. Namun setelah itu Chelsea bangkit dan menang dalam 13 pertandingan berturut-turut, lalu kemudian meraih gelar Liga Primer di akhir musim.

Berdasarkan contoh ketiga kesebelasan di atas, tampak jelas ketatnya persaingan untuk menjuarai Liga Primer. Sampai sepuluh pertandingan awal liga, belum terlihat kandidat kuat juara liga. Maka, kemenangan meyakinkan United di awal musim belum menjamin gelar liga di akhir musim. Mereka masih bisa mengulang nasib yang sama atau langkah City musim lalu. Bagus di awal tapi jeblok di pertengahan sampai akhir musim.

Akankah United jeblok lagi seperti musim 2016/2017 silam?. Foto: @SquawkaNews

Jejak pragmatisme Mourinho di Chelsea

Saat menjadi juara Liga Primer pada musim 2014/2015, Chelsea asuhan Jose Mourinho hanya sepuluh kali menyarangkan tiga gol atau lebih dalam satu pertandingan. Sembilan kali menang dan sekali kalah dalam pertandingan dramatis melawan Tottenham Hotspur. Laga tersebut berakhir 5-3 untuk kemenangan Spurs.

Chelsea asuhan Jose Mourinho musim itu pun, secara umum, hanya mencetak tidak lebih dari dua gol melawan kesebelasan-kesebelasan besar. Chelsea, di antaranya, hanya bermain 1-1 melawan Manchester City, menang 2-0 dan seri 0-0 melawan Arsenal.

Menghadapi Manchester United di Old Trafford musim itu, Chelsea ditahan 1-1. Sedangkan menjamu United di Stamford Bridge, Chelsea menang tapi hanya 1-0. Bertandang ke Anfield, Chelsea cuma menang 2-1 melawan Liverpool. Saat bermain di kandang sendiri, Chelsea malah ditahan imbang Liverpool 1-1.

Catatan di atas jelas memperlihatkan pragmatisme Mourinho saat melawan kesebelasan kuat. Jadi, pendukung United jangan berharap Mourinho akan terus memecut anak buahnya mencetak banyak gol ke gawang lawan sepanjang musim ini, kecuali terbukti sebaliknya. Mourinho bukan tipe pelatih seperti itu.

Mou, pelatih yang kerap dianggap pragmatis

Filosofi pragmatis reaktif Mourinho

Saat memberi kuliah di Universitas Lisbon, Portugal awal Juni 2017 lalu, Mourinho mengungkap rencana induknya saat melawan Ajax Amsterdam di final Liga Europa. United sendiri membawa pulang trofi tersebut setelah mengalahkan Ajax 2-0.

Bagi Mourinho, elemen dasar dari perancangan taktik adalah analisis lawan. Mantan pelatih Inter Milan itu menentukan taktik berdasarkan kekuatan dan kelemahan lawan yang akan dihadapinya. Oleh karena itu sebelum melawan Ajax, Mourinho memastikan setiap pemain menonton video rincian lawan yang paling mungkin dihadapi pada posisi pemain tersebut.

Mourinho memahami kesebelasannya lemah dalam permainan bola dari kaki ke kaki. Sedangkan Ajax sangat andal memainkan operan-operan pendek. Maka, Mou menyusun taktik mengirim bola-bola panjang ke depan. Mou punya dua gelandang bertinggi lebih dari 190 cm dalam sosok Marouane Fellaini dan Paul Pogba.

Mou memerintahkan pemainnya membatasi bek pengalir bola Ajax, Matthijs De Light, dalam memegang bola. Sebaliknya, bola selalu diarahkan untuk terus di kaki Davinson Sanchez, pemain yang kemampuan mengalirkan bolanya tidak terlalu baik. Hasilnya, United menang lewat gol Mkhitaryan dan Pogba.

Dari situ terlihat bahwa Mou adalah pelatih yang pragmatis reaktif. Pola bermain menyerang atraktif atau bermain bertahan ditentukan oleh lawan yang dihadapi. Menyebut Mourinho sebagai penganut sepakbola bertahan adalah hal yang bisa dibilang sedikit keliru.

Mourinho akan menggelar skema menyerang bila lawan lemah dan bertahan jika lebih lawan kuat. Filosofi itu yang menjelaskan Chelsea pada musim 2014/2015 jarang menyarangkan lebih dari dua gol saat melawan tim besar. Filosofi pragmatis reaktif Mourinho tentu akan terlihat saat MU melawan tim besar musim ini.

Peluang United musim ini

Melihat pertandingan awal liga yang impresif serta para pesaing yang belum meyakinkan, wajar jika para pendukung dan pengamat sepakbola menjagokan United memenangkan Liga Primer musim ini. Bahkan bisa dimaklumi bila mereka berharap United memenangkannya dengan sepakbola menyerang atraktif.

Namun, berdasarkan kerasnya persaingan Liga Primer musim lalu, akar filosofi sepakbola Mourinho beserta rekam jejaknya, terlalu muluk bagi pendukung dan pengamat berharap United terus menerus mengalahkan lawan dengan lebih dari dua gol sepanjang musim. Bahkan untuk menjuarai Liga Primer saja, "Setan Merah" harus melewati persaingan keras.

Musim ini Manchester United harus bermain di empat ajang kompetisi sekaligus, yaitu Liga Primer, Liga Champions, Piala FA, dan Piala Liga. Tentu pragmatisme Mourinho akan menghalangi United bermain atraktif sepanjang musim ini. Mou tentu akan merotasi serta mengkalkulasi tenaga dan kondisi psikologis para pemain.

Sampai terbukti sebaliknya, Manchester United tidak akan konsisten memainkan sepakbola atraktif untuk meraih gelar juara. Siap-siap saja melihat United menang 1-0 dengan permainan bertahan, benturan fisik, dan memainkan bola-bola panjang. Untuk juara? Musim 2015/2016 lalu, setelah memenangkan Community Shield yang dilanjutkan dengan tiga kemenangan beruntun, mereka masih menjadi kandidat juara. Sampai sejarah berkata lain.

foto: @ManUtd

Penulis biasa berkicau di akun twitter @Pradhana_Adi


Tulisan ini adalah hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

Komentar