Cerita dari Sleman: Juru Selamat Bernama Babeh (Bagian 4)

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Cerita dari Sleman: Juru Selamat Bernama Babeh (Bagian 4)

Oleh: M. Angga Septiawan Putra dan Nur Cholis

Deretan piala dan plakat di lemari kaca itu tersusun rapi. Di antara deretan tersebut, ada satu bagian yang tampaknya khusus berisi piala, plakat, serta foto-foto milik almarhum Trimurti Wahyu Wibowo. “Itu plakat penghargaan dari Slemania,” ujar Teni Hestiani, istri almarhum, menunjuk sebuah plakat berwarna hijau.

Teni beserta tiga anaknya tinggal di rumah yang beralamat di Jalan Letnan Kasihan No 8, Triharjo, Sleman. Rumah dengan warna dominan krem itu ditinggali oleh keluarga almarhum sejak 1996. Isinya sama sekali tidak menggambarkan rumah seorang penggila sepakbola. Berbanding terbalik dengan kecintaan Babeh kepada sepakbola dan tentu saja PSS Sleman. Kami mendatangi rumah itu pada suatu sore untuk mendapat cerita tentang Babeh.

Babeh merupakan panggilan akrab para anggota Brigata Curva Sud (BCS) untuk almarhum Wahyu. Tak jelas asal-muasal panggilan tersebut. Namun menurut Iman Agung Bijakwani, anak sulung Babeh, panggilan itu sebagai bentuk rasa hormat dan kedekatan beliau dengan BCS. “Bapak sering bantu BCS,” kata Bijak.

Beberapa tahun lalu, saat BCS baru dirintis, Babeh pernah meminjamkan rumah lamanya ke BCS untuk dijadikan sekretariat dan Curva Sud Shop. Rumah itu tak jauh dari rumah yang ditinggali sekarang. “Kalau tidak salah rumah itu dipakai BCS sekitar satu tahunan,” kata Bijak.

Hal ini dikonfirmasi pula oleh Zulfikar. “Babeh memang banyak membantu BCS, salah satunya meminjamkan rumah itu,” ujarnya.
Sebelum di BCS, Babeh aktif di Slemania dari tahun 2000 hingga 2005. Setelahnya, ia vakum dari dunia suporter karena beberapa hal. Tak begitu jelas apa alasannya. Beberapa sumber menyebut Babeh ingin istirahat karena kesehatan mulai bermasalah. Sebagian lagi mengatakan karena perbedaan pendapat. “Saya pengen beliau lebih sering di rumah,” ujar istrinya diiringi tawa.

Bijakwani, salah satu putra Babeh. Foto: Rizqan Alfarisi

Setelah vakum beberapa lama, kecintaan Babeh terhadap sepakbola dan Sleman tak pudar. Pada suatu laga di Stadion Maguwoharjo, ia melihat sekelompok suporter berpakaian serba hitam bernyanyi dengan lantang di luar stadion. Ternyata, kelompok suporter yang kini dikenal sebagai BCS itu tidak diperbolehkan memasuki stadion lantaran tribun selatan yang biasa mereka tempati akan dipakai suporter lawan. Selain itu, oleh aparat keamanan--juga masyarakat sekitar, BCS dianggap rawan melakukan aksi brutal.

Menurut ingatan Bijak, bapaknya ‘lah yang meyakinkan panitia pelaksana pertandingan agar membolehkan BCS kembali ke tribun selatan. Momen itulah, yang menjadi hari di mana Babeh memutuskan ingin kembali aktif di dunia suporter.

Semenjak saat itu, Babeh aktif di BCS. Ia juga cukup rutin berkunjung ke sekretariat BCS di Jalan Delima Raya, Sleman. “Saya sering diajak ke sekretariat BCS,” kenang Bijak.

***

Sebelum menikahi Teni Hestianti pada 27 Januari 1994, Babeh memang sudah menggilai sepakbola. Kegilaannya itu tampak dari keinginannya untuk menjadi pemain sepakbola profesional. Ia bahkan pernah mengikuti diklat Persib Bandung. “Tetapi waktu itu tidak lolos,” ucap istrinya.

Babeh merupakan salah satu pelopor berdirinya Slemania, kelompok suporter PSSSleman yang pertama. Di sana, ia pernah menjadi ketua umum. Tak tanggung-tanggung, ia menjadi ketua selama dua periode. “Mah, izinkan aku naik lagi ya, satu periode lagi aja,” ujar Teni menirukan ucapan almarhum saat meminta izin kembali menjadi ketua Slemania.

Di Slemania, pria yang lahir pada 29 April 1968 ini amat dihormati. Ia dikenal sebagai sosok yang mampu mengayomi para anggota. Ia banyak memberikan suntikan moril dan materil. Ketua Slemania saat ini, Lilik Yulianto, menganggap hal itulah yang membuat Babeh dekat dan dihormati para suporter.

Sejak pertama kali menjadi ketua Slemania, Babeh lebih fokus ke dunia sepakbola, terutama suporter. Dalam ingatan Teni, rumah yang mereka tinggali sering menjadi tempat pertemuan dan diskusi para suporter. Bahkan, rumah lama mereka pernah dipinjamkan ke BCS.
Pada medio 2013, rumah mereka menjadi tempat pertemuan dua suporter dari dua klub yang memiliki rivalitas tinggi, yaitu The Jak dan Viking.

Saat itu, Babeh sengaja mengajak kedua kelompok suporter itu ke rumahnya untuk berunding perihal konflik yang kerap terjadi di antara mereka. “Alhamdulillah aman, tidak ada masalah,” ucap Teni. Kebetulan Persib dan Persija saat itu sedang menerima laga usiran dari Jakarta ke Bumi Sembada, julukan Kota Sleman. Slemania dan BCS yang mengawal dua kelompok suporter klub-klub itu.

Sosok Babeh. Foto: arsip keluarga Babeh

Setelah cukup lama aktif kembali di dunia suporter, kondisi kesehatan Babeh mulai memprihatinkan. Dokter yang kala itu merawat Babeh menyarankan ia untuk istirahat dari suporter terlebih dahulu. Sementara itu, Teni sejak sebelumnya memang berharap suaminya untuk lebih sering bersama keluarga dan fokus kepada kesehatan. Babeh pun kembali vakum.

Namun, bukan Babeh namanya kalau hirau terhadap BCS. Pada sebuah laga PSS Sleman di Maguwoharjo, Babeh mendapat kabar bahwa BCS hendak bentrok dengan aparat keamanan. Dengan status sebagai pasien rumah sakit, ia memaksakan diri untuk menemui BCS. Lalu terjadilah momen yang menurut Fikar meluluhkan hati para anggota BCS. “Jika kamu masih mau manggil saya Babeh, pulang dan tinggalkan barang-barang kalian,” ujar Babeh. Dan BCS, yang ketika itu sedang panas emosinya, langsung mundur. Bentrokan yang sudah direncanakan itu batal terjadi.

Bagi Fikar, peran Babeh dalam membangun BCS amat besar. Ia tak hanya membantu BCS dalam hal materi, tetapi juga lewat suntikan moral dan banyak pembelajaran. “Saya banyak belajar dari beliau. Dia dituakan, Mas,” ujarnya.

Amri, penjaga CurvaSud Shop, juga merasa demikian. Menurutnya, Babeh banyak menanamkan nilai kehidupan bagi BCS dan publik sepakbola Sleman secara umum.

Pada 17 Januari 2015, publik sepakbola Sleman berduka. Kali ini Babeh benar-benar vakum untuk selamanya. Babeh menghembuskan nafasnya untuk yang terakhir kali. Ia meninggalkan banyak kenangan dan pembelajaran bagi publik sepakbola Sleman, Slemania, dan tentu saja BCS. Namanya harum sebagai sosok yang cinta damai dan memiliki semangat tinggi dalam mendukung PSS.

“Kalau di dalam stadion, boleh menjadi rival. Tapi, di luar stadion, suporter harus bersatu lagi, harus damai,” ucap Bijak mengenang Babeh.

Fikar mengatakan hal serupa tentang Babeh. “Almarhum memang selalu menekankan pentingnya menjaga keutuhan dan kedamaian antarsuporter. Suporter, bagi Babeh, fungsinya untuk mendukung tim yang sedang bertanding, hanya itu. Bukan untuk mencari popularitas apalagi membuat kericuhan,” ungkap Fikar.

Plakat yang pernah diterima Babeh. Foto: Rizqan Alfarizi

Penulis merupakan mahasiswa di salah satu universitas di Bandung. Biasa berkicau di akun @sptwn dan @nurcholislis


Cerita dari Sleman Bagian I: Sang Penguasa Selatan Tanpa Pemimpin

Cerita dari Sleman Bagian II: Tentang Koreografi Itu. .

Cerita dari Sleman Bagian III: Kreatif Luar Dalam

Tulisan ini merupakan bagian keempat dari liputan khusus tentang Brigata Curva Sud yang dilakukan oleh dua penulis di atas. Isi dan opini dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis

Komentar