Tangisan Jose Coelho untuk Sang Ayah

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Tangisan Jose Coelho untuk Sang Ayah

Pemain asal Portugal itu bersujud setelah mencetak gol. Terbilang aneh bagi penonton yang melihatnya saat ia merayakan gol dengan bersujud. Ia bukan muslim sebagaimana perayaan gol bersujud yang identik dengan pemain yang beragama islam. Terlebih tak biasa lagi ketika melihat saat ia bersujud, ia menangis.....

Sore itu, Jose Manuel Barbosa Alves, atau yang akrab disapa Jose Coelho, menjalani laga antara Persela Lamongan menghadapi Barito Putera dalam lanjutan Liga 1 Indonesia 2017. Seperti biasa, Coelho tak menunjukkan sesuatu yang memberatkan langkah kakinya kala memasuki lapangan Stadion Surajaya di awal laga. Para pendukung Persela Lamongan, LA Mania, juga seperti biasa memberikan dukungannya.

Saat pertandingan berjalan, pada menit ke-26, Coelho menyisir sisi kiri pertahanan Barito. Dihadapinya bek timnas Indonesia yang membela Barito, Hansamu Yama. Kemudian marquee player milik Persela ini melakukan stepover, yang membuat Hansamu tak berdaya. Setelah dilewatinya, meski dari sudut sempit, Coelho melepaskan tembakan mengarah ke gawang, dan gol!

Saat itulah Coelho bersujud. Saat itulah air matanya tumpah tak terbendung olehnya. Saat itulah kebahagiaan dan kesedihan bercampur menjadi satu dalam dirinya.

Di satu sisi ia bahagia bisa mencetak gol, dengan indah, dan membuat Persela unggul. Di sisi lain, gol itu, mungkin, mengingatkannya kembali pada sang ayah, Abel Alves, yang meninggal dunia sehari jelang pertandingan antara Persela menghadapi Barito.

Ya, Coelho, sekuat tenaga, bermain semaksimal mungkin, membela Persela di tengah duka yang menyelimuti dirinya.

Obrigado a todos o que participaram na última homenagem a alguém que deu tudo o que tinha aos outros sem pedir nada em troca. Nunca serei metade do homem que ele foi, mas sei que cresci à sua imagem. Aprendi cedo que: "Quando caímos temos que nos levantar... se não, ainda levamos por cima!" Foi assim que ele ensinou, foi assim que sempre fiz... e quanto mais cair, mais facilmente sei como me levantar. Esta não lhe chamo a minha última homenagem, foi aquilo que tinha que ser feito, foi aquilo que ele queria que eu tivesse feito. Desde o pelado do Paços de Ferreira, da velha Constituição até aos jogos na Televisão... Era o que ele queria ver. Era ali que ele queria que eu estivesse... as homenagens nunca acabarão, cada gesto de gratidão, solidariedade, cada gesto de força e de homem... serão algo que vem dele! Hasta siempre comandante. Terima Kasih @memecomicpersela

A post shared by José Alves Coelho (@coelho.x) on

Jelas tak gampang bagi siapapun bermain dalam situasi seperti yang dijalani Coelho. Orang tua adalah sosok yang paling berjasa dalam kehidupan setiap manusia, tak terkecuali bagi Coelho. Coelho bisa jauh meninggalkan kampung halamannya di Portugal untuk meneruskan kariernya sebagai pesepakbola tak lepas dari dukungan sang ayah.

Karier Coelho sebagai pesepakbola Eropa mungkin tak terlalu mengilap. Meski ia pernah menimba ilmu di akademi Porto, Inter Milan, dan Benfica, namun kemampuannya tak cukup layak untuk bermain di level tertinggi di Eropa hingga akhirnya ia pergi ke belahan dunia lain, ke tempat yang asing baginya, untuk menunjukkan bahwa kemampuannya layak dihargai lebih. Dan berkat dorongan sang ayah juga ia tak merasa frustrasi atau menyerah dengan kariernya yang menjauh dari gemerlap sepakbola Eropa.

"Aku tidak akan pernah menjadi setengah manusia seperti dirinya walau aku tahu aku dibesarkan dengan gambaran dirinya," ujar Coelho mengenang sang ayah lewat akun Instagramnya. "Saya sejak awal diajarkan bahwa, `Ketika kita jatuh, kita harus bangkit... kita harus bisa mengambil alih!`. Begitulah caranya mengajarkan saya, itulah alasan saya selalu melakukannya... dan semakin ke bawah, kini lebih mudah mengetahui caranya untuk bangkit."

Coelho mengingat bagaimana sang ayah tetap mendukungnya ketika ia gagal menunjukkan kualitasnya saat bermain di divisi teratas Liga Portugal bersama Pacos de Ferreira. Sang ayah selalu percaya bahwa Coelho akan tampil di televisi dengan kemampuan mengolah si kulit bundarnya. Atas kepercayaan sang ayah itulah Coelho terus berusaha tampil sebaik-baiknya dan menunjukkan kualitasnya, termasuk bersama Persela.

"Sejak di Pacos de Ferreira, memainkan laga dengan lebih hebat di TV.... itulah yang ia ingin lihat. Ia ingin aku bisa ada di sana. Dan hormatku padanya tidak akan pernah berakhir. Rasa terima kasihku, pada solidaritas, setiap kekuatan dan apa yang membuatku menjadi seorang pria... aku menjadi sesuatu karena mimpi-mimpi itu!" tulisnya lagi.

Di Persela, Coelho kini menjadi bintang. Walau jauh dari hiruk pikuk kemewahan sepakbola Eropa yang mungkin ia dan ayahnya idamkan sejak lama, namun hal tersebut tak berarti Coelho menjadi lebih kecil. Justru di sinilah Coelho bisa menunjukkan kapabilitasnya sebagai pesepakbola yang lebih dihargai.

Karena itulah sebelum laga melawan Barito, setelah ia mendengar kabar meninggalnya sang ayah, Coelho tetap fokus pada Persela yang akan bertanding sebagai bukti profesionalismenya. "Papaku meninggal tadi malam. Hari-hari berikutnya saya minta pengertiannya. Sementara aku akan melakukan yang terbaik. Peluk kedua orang tuamu selagi mereka di dekatmu," katanya lewat akun Instagram coelho.x.

Pada laga melawan Barito tersebut, selain mencetak gol, Coelho juga mencetak asis pada gol kedua Persela setelah tendangannya yang membentur mistar gawang disambut tendangan salto Samsul Arif. Penampilan pemain berusia 27 tahun tersebut memang sangat luar biasa sore itu. Persela sendiri menang dengan skor 3-2.

Tak sedikit yang memuji penampilannya kala itu. Bahkan lewat penampilannya itu, Coelho dipastikan akan bertahan di Persela hingga akhir musim Liga 1 2017 setelah sempat terancam dicoret. Sekarang tinggal ia terus memberikan yang terbaik bagi Persela, yang terus merangsek ke papan atas Liga 1, karena hal itu juga merupakan hal terbaik yang bisa ia berikan pada sang ayah.

Manter-se forte, Coelho! Stay strong!

Komentar