Lebih Dekat dengan Perjuangan Andie Peci (Bagian 8 - Habis)

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Lebih Dekat dengan Perjuangan Andie Peci (Bagian 8 - Habis)

Perjuangan Bonek mengembalikan Persebaya ke rumah memakan waktu cukup panjang. Hampir empat tahun mereka harus menunggu sembari berjuang untuk mendesak PSSI mengembalikan dan memulihkan status Persebaya yang sebelumnya diambil alih PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB). Di mana perjuangan dilakukan, di sana juga ada teror yang mencekam sampai harus memakai jalur kekerasan. Tangan Andie Peci selaku Juru Bicara Bonek pun harus dibalut perban karena aksi pembacokan yang sampai sekarang masih belum ditemukan pelakunya.

Tapi ketika salah satu pimpinan Bonek itu dilukai, pergerakan untuk membela Persebaya itu justru semakin membesar. Apalagi salah satu pimpinan yang dibacok itu adalah Andie yang notabene roda penggerak Bonek untuk terus menyuarakan agar hak-hak Persebaya dikembalikan kemurniannya. Tragedi itu pun terjadi setelah Andie memimpin demonstrasi Bonek terkait pembekuan Persebaya di Balai Kota Surabaya pada 15 April 2013. Rupanya ia sudah mulai terjun memimpin aksi Bonek sejak demonstrasi di Taman Bungkul Surabaya pada 2010 karena kegagalan pertandingan-pertandingan Persebaya melawan Persik Kediri di Stadion Brawijaya.

"Sampai pada akhirnya, 2010 ada pendzoliman Persebaya yang dipaksa degradasi agar menyelamatkan klub milik elit PSSI, Pelita pada waktu itu. Itulah start awal yang membuat saya harus bergabung dengan komunitas Bonek itu sendiri. Awalnya (Bonek) bebas, artinya ada sesuatu yang memanggil saya untuk terjun langsung bergabung dengan komunitas-komunitas Bonek. Kalau ditanya apa yang dilatar belakangi, ya itu panggilan hati," aku Andie ketika ditemui dan diwawancara di Warkop Pitulikur, Kawasan Ngagel, Wonokromo, Surabaya.

Memang jarang ada pentolan suporter sepakbola di Indonesia seperti Andie. Lantas siapakah Andie? Ia merupakan pria yang lahir di Madiun dan separuh umurnya berada di Surabaya. Di Madiun, Andie menghabiskan pendidikan sekolah tingkat dasar sampai atas. Di sana jugalah ia menyaksikan Persebaya melalui televisi. Persebaya pada era perserikatan memang membuat demam hampir di seluruh penggemar sepakbola Jawa Timur, tak terkecuali di Madiun. Wajar, kekuatan kesebelasan sepakbola di Jawa Timur pada waktu itu bisa dibilang direpresentasikan oleh Persebaya dan Persema Malang.

"Karena masih kecil tentu saya tidak bisa menonton langsung di (stadion) 10 November, Tambaksari. Ya, menontonnya di televisi, membaca koran-koran itu. Tapi ada beberapa televisi yang waktu itu menampilkan Persebaya bertanding, jadi ketika SD (Sekolah Dasar) sudah mendengar Persebaya dari orang-orang tua. Saya lupa kapan pertandingan yang dilihat pertama, tapi saya ingat ketika Persebaya juara 1988 kompetisi perserikatan 87/88," celoteh Andie.

Kemudian setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), Andie mulai pindah ke Surabaya untuk meneruskan ke salah satu universitas swasta. Di Kota Pahlawan itu ia kuliah dan bekerja di pabrik rokok sembari merekatkan diri dengan Persebaya. Setiap akhir pekan, Andie selalu menyempatkan diri menonton pertandingan-pertandingan langsung Persebaya di Stadion 10 November. Ia pun rela harus dua kali naik turun angkot dari kostan-nya ke stadion demi menyaksikan Persebaya. Jarak kostnya di daerah Surabaya Barat memang cukup jauh ke stadion, perjalanan menggunakan angkot itu bisa memakan waktu satu jam.

Ia pun semakin dibuat gembira karena saat mulai pindah ke Surabaya, bertepatan dengan Persebaya yang menjuarai Liga Indonesia 1996/1997, "Itu semakin merekatkan dari 1996 sampai sekarang. Artinya Persebaya itu semakin merekatkan saya dengan Surabaya. Saya suporter biasa, pada umumnya sama, ketika akhir pekan menyempatkan menonton Persebaya. Artinya datang ke stadion, naik angkot dari tempat kos sampai gelora 10 November seperti suporter pada umumnya. Tidak pernah bergabung, anggota atau komunitas Bonek apapun pada waktu itu," terang Andie.

Ia sendiri memang baru terjun langsung kepada publik pada 2010 seperti yang diceritakan pada awal paragraf tulisan ini. Sebelumnya Andie memiliki latar belakang aktivitas pergerakan sosial dan rakyat. Latar belakang itulah yang menjadi salah satu spirit mengapa ia harus bergabung bersama komunitas-komunitas Bonek. Kendati sebelumnya cuma sebagai suporter individual yang tidak berkomunitas, tapi Andie kenal dengan beberapa komunitas Bonek.

Ketika mulai bergabung dengan komunitas-komunitas Bonek, ia membawa beberapa pengalamannya di pergerakan buruh dan gerakan rakyat sebagai bagian dari alat untuk mengembalikan Persebaya. Misalnya bagaimana cara membuat propaganda-propaganda terhadap Bonek, mengemas satu isu agar bisa dimenangkan tuntutannya, melakukan negosiasi di elit-elit sepakbola nasional dan memobilisasi massa. Secara tidak langsung memang mempengaruhi pergerakan Bonek itu sendiri selama aksi Bela Persebaya.

Lalu ketika ditanya langsung tentang hubungan buruh dengan Bonek, Andie tidak menyatakan ada kaitan secara langsung, "Sebuah hal yang terpisah soal itu. Tapi banyak Bonek yang berasal dari kelas pekerja. Tentu tidak hanya Persebaya, kota-kota besar sebuah klub sepakbola tidak bisa dipisahkan dengan basis suporter kelas pekerja. Itu juga yang terjadi di klub luar negeri. Apalagi jika industri yang menguat, itu yang memiliki yaitu kelas pekerja sendiri, soalnya kan berkaitan dengan harga tiket itu sendiri," katanya.

Penjelasannya Andie menganggap bahwa suporter kelas pekerja berbeda dengan anak-anak atau remaja yang masih bergantung dengan orang tua. Sebab kelas pekerja memiliki peluang menonton pertandingan sepakbola yang lebih besar daripada anak-anak karena soal kemampuan membeli tiket secara mandiri. Hal itulah yang secara spesifik tidak ada hubungan secara langsung antara Bonek dengan buruh karena Persebaya didukung oleh seluruh kalangan usia.

Di sisi lain, ada yang secara tidak langsung saling berkaitan, misalnya soal perjuangan-perjuangan mengembalikan Persebaya yang harus melewati tahap cukup panjang. Diperlukan taktik-taktik yang tidak biasa di sepakbola nasional. Apalagi yang diperjuangkan Bonek dalam Bela Persebaya merupakan pertama kalinya di dalam sejarah perlawanan suporter melawan federasi. Maka dari itu perlu adanya model perlawanan layaknya gerakan-gerakan rakyat di dalam aksi Bela Persebaya.

Alhasil, apa yang dilakukan Bonek mirip dengan pergerakan-pergerakan rakyat dan sosial secara umum seperti gerakan mahasiswa, buruh, tani dan soal-soal aksi pro demokrasi lainnya. Kemudian bagaimana caranya Andie mengorganisir Bonek yang bermassa besar? Apalagi Bonek notabene merupakan suporter yang dikenal sering membuat kerusuhan dan keonaran. Soal ini, ia kembali tidak bisa lepas dari pengalamannya mengorganisir gerakan rakyat.

"Ya saya melakukan mapping. Mapping-nya sifatnya pribadi, artinya menginventaris masalah Bonek itu seperti apa, membuat situasi yang sebenarnya terjadi di Bonek itu seperti apa. Artinya bertemu dengan soal apapun, tidak hanya Bonek, semua suporter di Indonesia itu awalnya berbasis kepada APBD (dana pemerintah). Itu cukup memengaruhi semua suporter, tidak hanya Bonek," tutur Andie.

Dana pemerintah itu cukup mempengaruhi semua suporter karena dianggap tanpa sadar bahwa mereka dipengaruhi atau dihegemoni oleh kepentingan-kepentingan politik elit-elit sepakbola nasional. Dan rata-rata hal itu tidak bisa dihindari dari dalam persoalan-persoalan politik. Andie menganggap bahwa hal itulah yang cukup berpengaruh kepada Bonek atau suporter-suporter Indonesia yang mengalami situasi klubnya dipaksa mati.

Maka dari itulah Bonek ditegaskan tidak boleh berstuktur formal dalam melawan elite-elite sepakbola nasional. Andie mengatakan bahwa tanpa perlu adanya struktur organisasi pada waktu itu agar pihak yang dihadapi tidak mengetahui inti kekuatan dari Bonek itu sendiri. Maka dari itu tidak ada ketua atau presiden pada perjuangan Bela Persebaya. Kerelaannya menjadi juru bicara pun tidak lepas dari situasi yang memaksanya karena lawan yang dihadapi cukup keras waktu itu. Diperlukan isu yang harus dikontrol sendiri karena itu penting bagi strategi dan taktiknya seperti membuat dan memantau berita-berita perjuangan Bonek.

"Selain memang temen-temen tidak semuanya punya kapasitas menjadi juru bicara, belum berkapasitas membuat alat propaganda, rilis yang tepat, pamflet pada waktu itu. Kuncinya, sebenarnya satu saja, kenapa kita berjuang dan menang itu tidak mudah disuap. Tidak mudah dibeli oleh siapapun. Konsistensi itu yang kami miliki," papar Andie.

Ia menambahkan bahwa jika distrukturkan dan didominasi oleh kelompok-kelompok besar mengatasnamakan Bonek, bisa berbahaya karena mudah diintervensi dan ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan uang. Lalu cara apa yang paling berpengaruh ketika melawan hegemoni kepentingan-kepentindan politik elite sepakbola itu? "Pentingnya kekuatan di media sosial, tapi sejak 2010 saya selalu membuat statement propaganda, mengikat kepada Bonek itu agar tetap konsisten berjuang," cetus Andie.

Konsistensi itulah yang menjadi alasan mengapa Arek Bonek 1927 pada waktu itu mencapai puncaknya karena idealismenya cukup luar biasa. Artinya, mereka menolak adanya tawaran-tawaran penghentian perjuangan atau iming-iming dimergernya Persebaya. Alhasil masyarakat percaya kepada mereka karena melihat konsistensi perjuangannya tidak bisa dibeli oleh uang. Karena sekali saja melakukan kesalahan dari tawaran itu, perjuangan Bonek akan selesai.

Tapi pada akhirnya, Bonek mampu melewati itu mampu melawan intimidasi dan bersikap moderat, "Kami berjuang lurus saja. Memang klise, tapi intinya bahwa perjuangan ini berhasil karena mampu melawan kekuatan yang akan membeli kami. Bonek-bonek yang memang mampu menunjukan kepada masyarakat untuk tetap konsisten." sambung Andie.

Manis dan Pahit Andie Peci Bersama Bonek

Terlalu banyak kenangan manis yang dirasakan Andie selama menjadi seorang Bonek. Tapi kenangan yang paling manis dan indah itu adalah saat pembekuan PSSI ketika Kongres di Marriot Surabaya, terlepas dari adanya perdebatan konteks layak dibekukan atau tidak. Tapi pada intinya Andie mengambil poin pentingnya yaitu kekuatan Bonek yang mampu memaksa Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pembekuan PSSI.

"Artinya Bonek menjadi satu kekuatan yang diperhitungkan pemerintah pada waktu itu. Memang luar biasa ada kongres PSSI yang dilakukan di Surabaya yang seolah menantang Bonek melawan. Pemerintah mendengar saya pribadi itu ya aksi yang luar biasa," celotehnya.

Di sisi lain, tentu ada kenangan pahit yang dirasakan Andie selama menjadi Bonek. Kenangan pahit itu dirasakan ketika adanya perbedaan pendapat ketika Persebaya dikloning. Persebaya yang dikloning pun melahirkan dualisme yang ada beberapa kelompok Bonek yang tidak menjadi satu barisan untuk membela kesebelasan kesayangannya itu. Kendati demikian, Andie hanya menganggapnya cerita lama dan permasalahan itu relatif sudah selesai.

"Saya menyadari bahwa setiap perjuangan tidak semulus apapun. Artinya, perjuangan tidak mungkin nyaman, tidak mungkin tanpa riak-riak perjuangan. Sejarah pergerakan perjuangan di manapun tidak ada selalu berjalan mulus, selalu ada penghianatan, selalu ada orang yang menyeberang jalan. Dan di Bonek pun seperti itu," imbuhnya.

Tapi apapun yang terjadi, Andie senang dan bahagia karena pencapaian yang dilakukan perjuangan Bonek untuk Persebaya, menjelaskan pesan sederhana kepada siapapun bahwa memperjuangkan sejarah dan melawan ketidakadilan itu penting. Bahkan sampai ia sendiri harus menjadi korban pembacokan dan intimidasi berkali-kali. Kejadian-kejadian itu tentu merupakan fase panjang yang melibatkan emosi dan pengorbanan yang tidak sedikit. Artinya, waktu dan darah itu sudah dilakukan dan sesuai dengan keyakinan para Bonek.

Apalagi Bonek yang berjuang itu yakin bahwa Persebaya akan kembali asal konsisten terus dan berjuang. Tentu Bonek sangat gembira atas kembalinya kesebelasan berjuluk Bajul Ijo tersebut. Satu pencapaian yang luar biasa itu karena banyak yang mendukung Persebaya kembali. Sebab menurutnya walau bagaimanapun sepakbola nasional tidak bisa dipisahkan dari Persebaya. Apa yang dirasakan dan terjadi begitu luar biasa dan begitu dimaknai kegembiraannya.

"Kembalinya Persebaya adalah kemenangan orang-orang yang mencintai sepakbola Indonesia. Ya, kemenangan semuanya sebenarnya. Bahwa memang dari awal kami selalu menyampaikan kepada elite-elite sepakbola nasional, kalau persoalan Persebaya tidak selesai, ya, persoalan sepakbola Indonesia juga tidak selesai. Persebaya bagi saya tidak hanya klub sepakbola, tapi Persebaya merupakan bagian hidup saya, sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan hidup saya," pungkas Andie.

Banyak simbol perjuangan dan keheroikan di Surabaya. Banyak peristiwa dan perjuangan besar di sana. Artinya, kesadaran itu memang perlu dimunculkan bagi masyarakat yang tinggal di Surabaya. Begitu pun dengan Andie ketika mulai menyambung hidup di Surabaya setelah menjalani pendidikan berseragam di Madiun. Andie sudah melakukan apa yang seharusnya dilakukan rakyat Surabaya, yaitu berjuang dan tidak boleh ditundukan oleh siapapun.

Tamat


Tulisan ini adalah bagian terakhir dari kumpulan hasil liputan khusus kami ke Surabaya untuk mendalami Persebaya Surabaya dan Bonek.

Kumpulan tulisan mengenai Persebaya bisa dibaca pada tautan di bawah ini:
Tulisan 1: Persebaya, Kota Surabaya, dan Sejarah yang Terukir
Tulisan 2: Proses Pembentukan Budaya Itu Bernama Pembinaan Usia Muda
Tulisan 3: Menuju Era Baru Persebaya dan Tantangan yang Harus Dijawab Manajemen

Sementara kumpulan mengenai Bonek bisa dibaca pada tautan di bawah ini:
Tulisan 4: Fenomena Tret Tet Tet yang Melahirkan Persepsi Bonek
Tulisan 5: Identitas Bonek Melalui Aksi Estafetan
Tulisan 6: Upaya-upaya Bonek untuk Mengubah Stigma Negatif di Media dan Masyarakat
Tulisan 7: Gelora Bung Tomo Belum Bersahabat dengan Bonek
Tulisan 8: Lebih Dekat dengan Perjuangan Andie Peci

Komentar