Mungkinkah "Safe Standing" Diterapkan di Inggris?

PanditSharing

by Pandit Sharing 35810

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Mungkinkah "Safe Standing" Diterapkan di Inggris?

Oleh: Danapati Suprakasa

Pada 15 April lalu, suporter Liverpool dan beberapa penikmat sepakbola memeringati 28 tahunnya salah satu musibah terbesar dalam gelaran sepakbola Inggris yang terjadi di Stadion Hillsborough, kandang tim divisi 2 liga Inggris, Sheffield Wednesday.

Saat itu, tepatnya pada semifinal Piala FA 1988-89 yang mempertemukan Liverpool dengan Nottingham Forest, sebuah peristiwa mengenaskan terjadi di Hillsborough dan memakan 96 korban jiwa dari tribun suporter Liverpool. Hal ini mengakibatkan pemerintah Inggris menugaskan Peter Taylor yang saat itu menjabat sebagai Lord Justice di pengadilan banding negara Inggris dan Wales untuk melakukan penyelidikan dua hari setelah musibah ini terjadi.

Hasil penyelidikan Lord Justice Taylor, The Hilssborough Stadium Disaster Inquiry Report, terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama yang berisi laporan penyelidikan sementara guna menghasilkan kesimpulan sesegera mungkin. Pada bagian ini, Lord Justice Taylor menyimpulkan bahwa penyebab utama musibah ini adalah kegagalan pihak kepolisian dalam mencegah suporter untuk tetap masuk ke dalam stadion walaupun saat itu tribun Stadion Hillsborough sudah sangat penuh.

Pada bagian kedua, Lord Justice Taylor mengeluarkan 76 rekomendasi untuk mencegah kejadian serupa pada sebuah pertandingan sepakbola, bagian ini lebih dikenal dengan istilah Taylor Report.

Walaupun tidak semua rekomendasi beliau dapat diimplementasikan, namun rekomendasi Taylor yang memiliki dampak paling besar bagi persepakbolaan di Inggris adalah rekomendasi All-seater Stadium. Rekomendasi ini mewajibkan seluruh stadion di Inggris dan Skotlandia untuk menyediakan tempat duduk untuk setiap penonton bertiket.

Rekomendasi Taylor di percaya menguatkan regulasi Football Spectator Act (1989) yang diciptakan untuk mengatur perilaku hooliganisme yang kala itu menjadi isu besar dalam persepakbolaan Inggris dan membuat dikeluarkannya versi ketiga dari GSSG (Guide to Safety at Sports Grounds) atau yang lebih dikenal sebagai Green Guide.

Green Guide adalah sebuah buku panduan untuk mengelola stadion olahraga agar aman untuk para penontonnya. Buku yang pertama kali di publikasikan pada 1973 pasca musibah yang mengakibatkan 66 nyawa melayang di stadion Ibrox, Skotlandia ini terus di perbaharui oleh pemerintah inggris. Edisi keluaran terakhir adalah edisi ke-5 yang di keluar pada 2008 dan banyak penambahan seputar penanganan terorisme di wilayah stadion, penilaian terhadap risiko dan pelatihan stewards.

Pada 1992, pemerintah Inggris memutuskan bahwa regulasi “satu orang satu kursi” hanya berlaku untuk dua divisi teratas liga di Inggris, yaitu League One dan League Two (sekarang Liga Primer dan Divisi Championship) dan tidak berlaku untuk stadion yang berada di Skotlandia, walaupun Liga Skotlandia mewajibkan regulasi ini sebagai syarat untuk bermain di liga mereka.

Regulasi ini mengakibatkan tim-tim di dua divisi teratas liga di Inggris terpaksa merombak fasilitas stadion mereka yang paling lambat harus dilaksanakan saat musim 1994-95 berlangsung atau sebagian tim seperti Middlesbrough dan Sunderland yang memilih berpindah markas demi memenuhi salah satu syarat terbaru dalam “Crowd and Safety Management”.

Terbukti, rekomendasi Taylor membuat stadion sepakbola di Inggris menjadi lebih nyaman dan aman untuk dikunjungi. Tercatat, tidak ada musibah besar yang menimpa persepakbolaan Inggris setelah rekomendasi Taylor secara bertahap resmi di aplikasikan.

Seiring berjalannya waktu, banyak kritik yang ditunjukkan untuk sepakbola Inggris yang disebut sangat modern dan kehilangan jati diri nya, terutama perihal atmosfer stadion yang dahulu dikenal gahar, berisik dan menarik. Sebagian besar dari mereka meyakini bahwa peraturan yang mewajibkan seluruh stadion memiliki tempat duduk adalah alasan utamanya. Tribun duduk dipercaya membuat para penonton menjadi lebih independen dan tidak memiliki rasa kebersamaan dan keinginan untuk membangun atmosfer stadion.

Sebagai sebuah organisasi resmi yang memiliki tujuan untuk menyampaikan aspirasi suporter sepakbola di Inggris dan Wales, The Football Supporters’ Federation (FSF), mengampanyekan sebuah terobosan baru bernama “Safe Standing”, yang ditujukan pada pemerintah Inggris agar mengubah regulasi All-seater Stadium menjadi lebih fleksibel dengan memanfaatkan “akomodasi” yang dirancang dengan teknologi terkini demi memberikan kenyamanan kepada setiap penonton sepakbola.

Kampanye Safe Standing menawarkan 3 opsi berbeda yang bisa di adaptasikan sesuai peraturan di negara tersebut. Opsi tersebut adalah Rail seats, Clip on seats, dan Foldaway seats.

Opsi yang dipercaya paling cocok untuk menyesuaikan regulasi di Inggris adalah Rail seats, yang memiliki pembatas yang aman di setiap barisnya. Pada dasarnya, desain Rail seats tampak seperti tempat duduk penonton yang umum ada di stadion, namun sebenarnya opsi pertama ini memiliki sebuah pengunci untuk tempat duduknya, agar bisa di sesuaikan pada regulasi yang ada.

Tim-tim divisi teratas Jerman telah membuktikan bahwa pengaplikasian Rail seats tidak seburuk yang diperkirakan sebagian orang yang kontra terhadap ide ini. Rail seats dengan mudah mengunci tempat duduk kebagian atas rel pada setiap tempat duduknya dalam pertandingan domestik (Pemerintah Jerman tidak mewajibkan seluruh area stadion memiliki tempat duduk) dan dalam pertandingan Eropa, pihak tim hanya akan membuka kunci dari relnya, agar tribun ini bisa diduduki sesuai peraturan UEFA.

Organisasi riset pasar yang dikhususkan untuk suporter sepakbola, Football Fans Census melakukan survei kepada 2.046 responden pada Januari 2009. Survei ini menunjukkan bahwa sekitar 92% suporter sepakbola menginginkan keberadaan kembali tribun berdiri di stadion mereka. Dan pada 2012, BBC melaporkan bahwa dalam riset yang dilakukan FSF, bahwa 91,1% suporter ingin diberikan pilihan untuk duduk atau berdiri di dalam stadion.

Tentu saja, masalah keamanan menjadi masalah utama dalam hal melegalkan kembalinya tribun berdiri di stadion Inggris dan Wales. Namun, teknologi yang diterapkan dalam pembuatan dan desain Rail seats diyakini sangat aman dikarenakan pembatas di setiap baris membiarkan setiap penonton di tribun tersebut memiliki ruang mereka sendiri seperti tempat duduk pada normalnya.

Kampanye dari FSF ini semakin santer terdengar di Inggris dan Wales, bahkan partai politik Liberal Demokrat pada 2015 berjanji untuk menyuarakan kampanye Safe Standing pada pemilu tahun 2015. Di tahun yang sama, Celtic FC resmi menjadi tim pertama di Liga Skotlandia yang mengalokasikan 2,600 kursinya menjadi tribun berdiri berbasis Rail Seats.

Melihat kembali insiden yang terjadi antar sesama suporter West Ham pada September 2016 lalu di stadion baru mereka, London Stadium, berbagai media melaporkan bahwa penyebab perkelahian tersebut diawali oleh perdebatan antar suporter yang tidak berkenan duduk saat pertandingan berlangsung dan menghalangi penglihatan penonton di belakangnya.

Juga kabar bahwa Chelsea mengirim pesan melalui surat elekrtonik kepada pemegang tiket musiman Chelsea yang berisi peringatan untuk tetap duduk pada kursi masing-masing atau pencabutan tiket musiman mereka bisa terjadi jika Chelsea menerima laporan dari penonton lainnya.

Dari beberapa insiden di atas, bisa disimpulkan bahwa penonton sepakbola di Inggris dan Wales tidak memiliki opsi lain selain tetap duduk di kursi mereka ketika menonton tim kesayangannya langsung di stadion. Namun, sebuah harapan dari para suporter muncul, untuk menghadirkan area Safe Standing di dalam stadion yang akan menjadi sebuah win-win solution bagi mereka yang ingin tetap duduk dan juga sebagian dari mereka yang ingin menikmati sepakbola sambil berdiri dan bernyanyi vokal di dalam stadion.

foto: @fearcoseating

Penulis adalah seorang mahasiswa Jurusan Sport Marketing yang sedang belajar di Inggris. Menyenangi sepakbola dan sisi-sisi unik di dalamnya. Bisa dihubungi lewat alamat surel suprakad@uni.coventry.ac.uk


Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar