Ponaryo Astaman: Soal Atmosfer di Bandung Hingga Rencana Penghujung Karier

Cerita

by redaksi

Ponaryo Astaman: Soal Atmosfer di Bandung Hingga Rencana Penghujung Karier

Ponaryo Astaman, merupakan salah satu gelandang terbaik di Indonesia. Selama kurang lebih 10 tahun bolak-balik ke Tim Nasional, Ponaryo kerap menjadi andalan lini tengah Indonesia, meski pergantian pelatih sering dilakukan.

Hal tersebut mengindikasikan sebegitu pentingnya peran Ponaryo di sektor tengah timnas Indonesia. Tak hanya di tim nasional, di level klub juga ia punya kontribusi yang baik. Buktinya kehadirannya di lapangan selalu dianggap mampu menjadi ruh permainan.

Pemain yang akrab disapa Popon itu memulai karier profesional bersama klub asal Kalimantan Timur, PKT Bontang pada tahun 2000. Namun saat itu namanya belum dikenal luas sebelum akhirnya memutuskan hengkang ke PSM Makassar pada tahun 2003.

Bersama klub berjulukan “Juku Eja” itu sosok Ponaryo mulai diperhitungkan sebagai salah satu gelandang terbaik di Indonesia. Bahkan saat membela PSM kesempatan bermain untuk Timnas ia dapatkan.

Di PSM Ponaryo kerap berduet dengan Syamsul Bachri Chaerudin, gelandang enerjik yang memiliki mobilitas tinggi di lapangan. Duet Ponaryo dan Syamsul dianggap sebagai duet sempurna di lini tengah PSM kala itu.

Tipikal Syamsul yang dianggap sebagai ‘perusak’ lini tengah lawan, dipadukan dengan gaya taktis Ponaryo yang cenderung sebagai pengatur serangan. Ketika salah satu dari kedua pemain tersebut absen, maka akan terasa ada serpihan puzzle yang hilang. Meski saat ini Popon lebih banyak berperan sebagai gelandang jangkar, namun kemampuannya sebagai ruh permainan di tim tetap terasa.

Sejak tahun 2004 hingga 2006 Ponaryo menjadi salah satu bagian penting PSM. Penampilan impresif yang ditunjukkan bersama “Juku Eja” sampai terdengar hingga Malaysia. Hasilnya pada tahun 2006 Ponaryo meninggalkan Indonesia untuk bergabung bersama Telekom Malaka.

Saat itu geliat pemain Indonesia berkiprah di Liga Malaysia memang sedang tinggi-tingginya. Selain Ponaryo, beberapa pemain tenar tanah air seperti Bambang Pamungkas hingga Ellie Aiboy pun pernah merasakan panasnya berkompetisi di Negeri Jiran.

Kabarnya Popon diboyong ke Malaysia dengan nilai kontrak sebesar Rp 1 miliar, sebuah harga yang pantas didapatkan Ponaryo karena kemampuannya. Namun ia hanya bertahan satu musim saja, sebelum akhirnya kembali ke Indonesia untuk memperkuat Arema pada tahun 2007. Total 33 penampilan dibukukan Ponaryo bersama “Singo Edan”, setahun kemudian ia pindah ke Persija Jakarta.

Bersama Persija Popon bertahan selama dua musim, namun setelah hengkang ke Sriwijaya FC pada tahun2009, empat tahun kemudian ia kembali ke Persija hingga musim 2015 berakhir. Saat ini Popon tengah merangkai masa indahnya bersama Borneo FC sejak tahun 2016.

Keinginan Menjadi Pelatih

Rekam jejak Popon di sepakbola Indonesia memang sudah tidak diragukan lagi. Melihat klub-klub yang dibelanya, rata-rata merupakan kesebelasan dengan nama tenar di kompetisi nasional. Asam garam pernah dilalui Popon selama kurang lebih 17 tahun berkiprah di lapangan hijau.

Saat ini usianya sudah mencapai 37 tahun. Popon tentu sudah tidak muda lagi bila merujuk pada usianya kini. Bisa dibilang saat ini Popon tengah memasuki masa-masa terakhirnya sebagai pesepakbola. Ia belum menyebut secara pasti kapan keputusan pensiun dibuat. Keputusan itu akan diumumkannya ketika musim 2017 ini usai digelar.

Meski begitu, beberapa rencana sudah Popon buat untuk mengisi kegiatannya saat masa pensiun tiba. Sepertinya kegiatan yang masih berhubungan dengan sepakbola masih menjadi pilihannya. Popon mengaku, setelah gantung sepatu ia memiliki keinginan untuk menjadi pelatih.

“Ada keinginan untuk melangkah ke arah sana. Tapi, saya belum tahu kapan dan bagaimananya. Sebab, saat ini juga saya masih menjadi pemain. Saya masih ingin fokus dulu sampai nanti saatnya tiba,” terangnya.

Rencana lain Popon pada penghujung kariernya adalah membuat sebuah buku. Bukan lagi fenomena yang aneh ketika pesepakbola menceritakan perjalanan kariernya dalam sebuah buku. Di sepakbola luar banyak pemain yang mengisahkan masa indahnya selama menjadi pemain ke dalam tulisan yang dibukukan.

Di Indonesia pun hal tersebut lazim terjadi karena banyak pemain yang menerbitkan buku. Bambang Pamungkas bisa menjadi contoh, bahkan sudah dua buku yang ia terbitkan. Dua penggawa asing Persib Bandung (Miljan Radovic dan Vladimir Vujovic) juga pernah menerbitkan buku tentang perjalanan karier sepakbolanya.

“Kalau tema dan bahasan, memang tidak akan jauh dari perjalanan karier saya sebagai pemain sepakbola. Sebagai gambarannya mungkin, buku tersebut akan mengisahkan bagaimana perjalanan karier saya dari awal, hingga akhirnya saya memutuskan pensiun,” katanya.

Kegemaran Popon dalam membaca, menjadi salah satu hal yang membuat ia berhasrat untuk menerbitkan buku. Diakui Popon tidak hanya buku bertemakan sepakbola yang ia baca, namun buku-buku lain di luar sepakbola pun menjadi konsumsinya, asalkan menarik menurutnya.

“Kalau untuk terbitnya, saya juga belum tahu kapan akan terbit. Memang belum pasti soal tanggal penerbitannya, tapi mudah-mudahan akhir tahun ini sudah bisa terealisasikan,” ungkapnya.

Atmosfer Bandung yang Membuat Pemain Punya Motivasi Menang

Sebagai pemain yang lama berkiprah di sepakbola Indonesia, ada banyak hal yang menjadi kenangan bagi Popon. Salah satu yang membuatnya cukup berkesan adalah bermain di Bandung. Selama perjalanan kariernya, pemain yang memiliki 62 caps bersama timnas Indonesia itu memang belum pernah berseragam Persib Bandung, sebagai ikon klub “Kota Kembang”.

Namun pengalaman berbeda selalu dirasakan Popon ketika menginjakkan kakinya di Bandung. Tensi tinggi pertandingan juga sering dirasakan Popon saat bertanding di Bandung. Sebuah hal yang wajar karena Popon pernah berseragam PSM. Duel Persib melawan PSM selalu dianggap sebagai partai klasik, karena sejarah mencatat adanya ‘perseteruan’ sengit kedua tim tersebut di kompetisi Perserikatan.

Juga Popon pun pernah memperkuat Persija Jakarta yang dikenal kalau suporternya (The Jak Mania) memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan pendukung Persib (bobotoh), yang kemudian membuat partai Persib vs Persija selalu berada dalam tensi tinggi.

Namun saat ini Popon datang sebagai pemain Borneo FC, diakuinya tidak ada perbenaan mencolok yang ia rasakan saat bertanding di Bandung baik itu saat membela PSM, Persija, atau kini Borneo FC. Menurutnya, atmosfer sepakbola di Bandung akan sama saja.

“Bandung itu memiliki kultur sepakbola yang kental. Bandung punya bobotoh yang terkenal karena loyalitas, militansi, dan fanatisme kepada Persib. Setiap kali Persib bertanding stadion pasti penuh. Saya, sudah mencicipi bermain di dua stadion di Bandung. Dari mulai Stadion Siliwangi dan Si Jalak Harupat. Dan saya rasakan bagaimana atmosfer pertandingan di Bandung itu sangat luar biasa,” sambungnya.

Meski belum pernah merasakan bermain di Stadion GBLA, Popon tetap meyakini atmosfer meriah tetap disuguhkan, sama halnya dengan apa yang pernah dirasakannya saat bermain di Stadion Siliwangi atau Si Jalak Harupat.

“Kalau spesial sih tidak, tapi tidak bisa dipungkiri kalau atmosfer stadion di pertandingan besok akan berbeda dengan di tempat lain. Kalau Persib main, stadion pasti selalu ramai. Bagi saya sebagai pemain itu menjadi salah satu hal yang sangat menyenangkan. Logikanya, ketika kita bermain dengan penonton yang begitu banyak, kita akan termotivasi untuk menunjukkan yang terbaik selama berada di lapangan,” tegasnya.

Sebuah adagium menyatakan bahwa setiap tim yang datang ke Bandung pasti memiliki motivasi besar untuk mengalahkan Persib di depan puluhan ribu pendukung fanatiknya. Popon mengakui kalau itu bukan sekadar omong belaka. Kenyataannya memang seperti itu.

Pemain kelahiran Balikpapan mengungkapkan bahwa Persib adalah tim besar di sepakbola Indonesia, sehingga tak usah heran kalau tim yang bermain di Bandung itu pasti main ‘kesetanan’ karena punya motivasi tinggi untuk mengalahkan Persib.

“Harus diakui, setiap tim yang datang ke Bandung pasti punya motivasi lebih untuk mengalahkan Persib di Bandung. Saya sebagai pemain merasakan kalau bisa mengalahkan Persib di Bandung kami punya kebanggaan hal itu. Sebab, main di Bandung itu tidak gampang. Kita bisa curi satu poin saja itu sudah sangat bagus,” tegasnya.

(SN)

Komentar