Identitas Bonek Melalui Aksi Estafetan (Bagian 5)

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Identitas Bonek Melalui Aksi Estafetan (Bagian 5)

Lahirnya Bonek tidak lepas dari fenomena tret tet tet pada kompetisi sepakbola perserikatan Indonesia. Fenomena tret tet tet pun memberikan identitas tersendiri para suporter Persebaya yang memberikan dukungan di kandang lawan. Para pendukung Persebaya mendapatkan nama Bondho Nekat pun lahir dari aksi tret tet tet yang selama ini dijalaninya. Sebab begitu banyak kenekatan-kenekatan pendukung Persebaya ketika melakukan tret tet tet. Maka dari itulah kata "Nekat" menjadi bagian sejarah dari singkatan nama Bonek itu sendiri. Salah satu kenekatan Bonek dalam melakukan tret tet tet paling mencolok yaitu tentu saja proses perjalanan tandang bernama "estafetan".

Berbeda dengan kelompok pendukung sepakbola lainnya yang kebanyakan membeli tiket transportasi resmi ketika bertandang. Lumrahnya, membeli tiket resmi kereta api, pesawat atau mengangkut kelompok pendukungnya dengan menyewa bus. Tapi bagi istilah estafetan, tidak ada sewa menyewa maupun membeli tiket transportasi pada umumnya. Kenekatan Bonek melakukan tret tet tet dengan uang yang minim membuat mereka melakukan perjalanan dengan cara lain di istilah estafetan ini. Bonek penikmat jalur estafetan rela berkali-kali naik turun di setiap tanah berbeda demi mendapatkan angkutan yang setidaknya melewati jalur ke kota tujuannya.

Bonek estafetan pun tidak pilih-pilih kendaraan berskala besar untuk mengangkut mereka. Umumnya mereka mencegat atau menumpang truk atau mobil bak terbuka, bahkan truk gandeng dan bekas pengangkut hewan ternak pun siap mereka tumpangi. Mau tidak mau, jenis kendaraan itu harus sanggup dilakoni demi sampai di kandang lawan tempat Persebaya bertanding. Ketika tret tet tet, Bonek dengan dana minim yang ingin pergi itu tinggal memilih, apakah harus estafet melalui mobil bak terbuka berisiko kelelahan atau menjadi penumpang gelap di kereta api sehingga harus kucing-kucingan dari kejaran petugas.

"Kalau saya pribadi, sejak SMP saya sudah mulai estafetan. Dulu itu waktu nonton ke tambaksari, numpang truk sama pick-up, numpang-numpang ke orang. Mungkin kalau dari dulur-dulur yang sudah sesepuh, dari dulu memang sudah ada. Kalau dari saya pribadi saya mulai sejak SMP, masih berlanjut sampai sekarang. Terakhir saya estafetnya itu ke Sleman nonton Piala Dirgantara 2017. Dari truk ke truk itu estafetan, kalau dari kereta, jujur waktu dulu sebelum ada larangan dari PT KAI, saya pernah naik dari Pasar Turi, kita naik kereta Peti Kemas, turun di Cirebon. Dari Cirebon lanjut ke Bandung kita pindah dari truk ke truk, sampai ke Bandung," celoteh salah satu Bonek generasi 2000-an bernama Zulham Firmansyah ketika ditemui di kawasan Gubeng, Surabaya.

Bahkan Bonek zaman dahulu lebih ekstrem lagi. Ada sebuah cerita legenda Bonek yang melakukan estafet dengan menjadi penumpang gelap di pesawat. "Oh, itu benar. Ya, itu Arek Jombang Peterongan. Itu ke Makassar seingetku. Waktu itu naik pesawat cargo buat barang, bukan penumpang," terang Bejo, Bonek yang melakukan estafetan sejak istilah tret tet tet muncul di kompetisi perserikatan, ketika ditemui di warung kopi kawasan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Konflik-konflik di Bonek Estafetan

Estafetan ketika tret tet tet pun justru risikonya lebih besar, entah itu kecelakaan lalu lintas maupun diserang kelompok pendukung sepakbola di daerah lain. Zulham bercerita bahwa kecelakaan lalu lintas ketika estafetan pernah terjadi, namun tidak terlalu sering. Salah satu korbannya adalah temannya yang terjatuh dari mobil bak terbuka karena kakinya tersangkut di pinggiran kendaraan tersebut. Waktu itu temannya sedang berada di dalam situasi mengantuk sehingga terjatuh dan dibawa ke puskesmas.

Tapi bagi Zulham, hal yang paling menantang ketika melakukan estafetan adalah saat mendapat serangan dari suporter di daerah lain seperti Lamongan, Solo dan kota-kota lainnya. Seperti ada lagi teman lainnya yang terkena lemparan batu di bagian dada sampai sesak nafas ketika tret tet tet melawan Real Mataram pada kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI).

Begitu pun ketika mengikuti estafet ke Bandung pada 2010. Zulham dan rekan-rekannya sampai harus mempersiapkan batu untuk membalas lemparan karena ada kabar rombongan sebelumnya mendapatkan serangan saat melewati daerah Solo. Bahkan kereta yang ditumpanginya pada saat itu sampai dilempari bom molotov.

"Madiun sebelum masuk Solo kita sudah dapat kabar dari SMS, kita dikontak, hati-hati di Solo ada penyerangan. Kita pun melakukan persiapan, batu-batu rel di Madiun itu kita angkut dan kita masukkan ke dalam gerbong. Tapi di Madiun kita dihalau sama pihak keamanan. Dia masuk ke kereta, sweeping temen-temen yang bawa batu dan merazia batu yang dibawa dulur-dulur Bonek, walau beberapa dulur ada yang bisa menyembunyikan batu waktu itu," jelasnya.

"Benar-benar parah kejadiannya. Kaca sampai pecah, rata semua. Itu saya tahu sesampainya saya di Cimahi.
Yang kita kasihan itu penumpang umum, mas, dia gak tahu apa-apa sampai terlibat seperti itu. Percikan kaca bahkan sampai masuk ke sepatu saya. Saya tahu itu karena pas saya jalan terasa gak enak," sambung Zulham.

Bonek jarang berpikir panjang ketika hendak melakukan tret tet tet ke kota lain. Ketika sedang berkumpul, kemudian ada salah satu yang mengajak tret tet tet, mereka bisa langsung berangkat pada saat itu juga. Sebetulnya Bonek sendiri membawa makanan, minuman dan uang ketika melakukan tret tet tet, tapi terkadang dana yang dimiliki hanya cukup membeli tiket dan isian perut seadanya. Atau justru memiliki semuanya tapi ingin merasakan sensasi tret tet tet layaknya Bonek estafetan berdana minim.

Lalu bagaimana jika ketika perbekalan mereka habis? Zulham menceritakan cara agar ia dan kawan-kawannya bisa bertahan sampai tempat tujuannya. "Kita kalau ke luar kota, alhamdulillah kadang dikasih bekal. Kita kadang dapet air mineral botol satu kardus, nah botolnya jangan dibuang, buat minta ke warga. Dan sepengalaman saya, itu selalu dikasih mas, alhamdulillah, kalau kita mintanya baik-baik. Kalau kita mintanya kasar mungkin gak dikasih. Kalau gak dikasih, ya kita harus ngerti, mas. Cari lagi rumah lain sampai ada yang ngasih minuman atau makanannya dengan ikhlas," katanya.

Bersambung ke halaman berikutnya....

Komentar