Emil Forsberg, Banteng Leipzig Harapan Masyarakat Swedia

Cerita

by Redaksi 26

Redaksi 26

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Emil Forsberg, Banteng Leipzig Harapan Masyarakat Swedia

Menjadi kesebelasan promosi pertama dalam sejarah Bundesliga yang mencatatkan 11 kali pertandingan tanpa terkalahkan, membuat nama RB Leipzig menjadi bahan perbincangan. Sebelumnya mungkin tidak banyak yang mengira jika Leipzig akan bermain begitu digdaya. Apalagi mereka baru saja pertama kalinya bermain di kompetisi tertinggi sejak pertama kali didirikan pada tahun 2009 lalu.

Kebencian yang diberikan terhadap mereka pun kini berubah menjadi pujian. Tidak sedikit yang meramalkan jika Leipzig akan mengakhiri musim dengan pencapaian yang mengejutkan. Hingga saat ini, mereka masih bercokol di peringkat kedua di bawah sanga juara bertahan, Bayern Munchen, dengan defisit tiga angka.

Meraih 11 kali kemenangan, tiga seri, dan baru mengalami dua kali kekalahan, jelas menjadi prestasi yang mengagumkan bagi tim yang bermaterikan pemain muda dengan usia 21-25 tahunan. Belum lagi dengan gaya permainannya yang begitu atraktif, membuat laga-laga Leipzig selalu menjadi salah satu yang paling dinantikan.

Adalah sang pelatih, Ralph Hassenhuttl, yang menjadi tokoh di balik permainan menghibur Leipzig. Dengan mengusung skema 4-2-2-2, Hassenhuttl menitikberatkan intensitas serangan melalui lini tengahnya. Hassenhuttl sadar betul dengan kualitas para gelandangnya yang dapat merebut dan mengalirkan bola dengan sama baiknya.

Di antara gelandang yang selalu menjadi andalan Hassenhuttl, terdapat satu nama yang sangat menonjol. Ia adalah Emil Forsberg. Pemain bernomor punggung 10 ini menjadi roh permainan Leipzig. Dalam pola dasarnya, Forsberg diposisikan sebagai sayap kiri, namun mengemban peran sebagai wide playmaker.

Forsberg cukup cepat, memiliki teknik olah bola yang tinggi, tetapi lebih memilih untuk melakukan hal yang pasti. Daripada harus memaksakan dengan mencoba melewati 2-3 pemain, gelandang timnas Swedia ini lebih gemar mempertontonkan visi bermainnya yang ciamik dengan memainkan operan-operan yang dapat membelah pertahanan lawan. Selain piawai dalam menempatkan bola bagi rekan-rekannya, ia pun cukup pandai dalam membaca situasi, maka tak jarang ia berhasil mencetak gol melalui penempatan posisi.

Sejauh ini, Forsberg telah berhasil menciptakan 30 kali chances created, dengan rata-rata 2,3 kali memberikan umpan kunci di setiap pertandingannya. Selain itu, Forsberg pun memiliki kemampuan mencetak gol dari tendangan luar kotak penalti, juga lihai dalam mengeksekusi bola-bola mati. Hingga saat ini, Forsberg telah berhasil membukukan lima gol dan sembilan asis (di segala ajang) bagi tim yang berbasis di Jerman Timur tersebut.

Darah sepakbola memang mengalir deras di diri Forsberg. Jauh sebelum dirinya menjadi pujaan masyarakat Swedia, kakek dan ayahnya telah melakukannya terlebih dahulu. Kakeknya, Lennart, merupakan andalan tim GIF Sundsvall dan Djurgardens yang bermain di kompetisi teratas liga Swedia pada tahun 1950an. Sedangkan sang ayah, Leif ‘Foppa’ Forsberg, merupakan legenda hidup GIF Sundvall yang berhasil menciptakan 143 gol dan bermain lebih dari 400 kali di periode 1980 hingga 1990an awal. Lebih hebatnya lagi, nomor punggung 10 yang digunakannya ketika masih aktif bermain pun kini telah dipensiunkan oleh klub berjuluk Giffarna tersebut.

Walau demikian, Emil Forsberg pada awalnya tidak memiliki ketertarikan sama sekali dengan sepakbola walaupun ia terlahir dari keluarga pesepakbola. Forsberg merasa dirinya terlalu kecil untuk sepakbola, dan lebih memilih untuk mendalami olahraga hoki.

Namun sang ayah terus menerus meyakinkan Forsberg bahwa dirinya dapat menjadi seorang pesepakbola yang hebat seperti sang ayah dan kakeknya. Ia pun akhirnya dimasukkan ke akademi GIF Sundvall. Berkat gemblengan sang ayah pula lah Forsberg dapat berkembang menjadi pemain yang menonjol dengan cukup cepat.

Di tahun 2009, Forsberg bahkan sudah dipromosikan ke tim utama Sundvall, padahal ketika itu dirinya masih berusia 17 tahun. Forsberg pun sempat dipinjamkan ke klub Medskogsborn dan berhasil mencetak dua gol di laga debutnya. Hal itu tampaknya cukup meyakinkan bagi Sundvall untuk menempatkan Forsberg sebagai pemain utamanya. Akhirnya ia pun ditarik kembali setelah hanya bermain sebanyak dua kali.

Semusim setelahnya, Forsberg selalu menjadi pilihan utama Sundvall di setiap pertandingannya. Hingga akhirnya Forsberg berhasil membantu Sundvall untuk promosi ke divisi teratas liga Swedia pada tahun 2011. Forsberg bertahan di klub kota kelahirannya itu hingga tahun 2013, di mana ia berhasil bermain sebanyak 97 kali dan mencatatkan 24 gol.

Kesuksesan Forsberg pun disebut sang ayah bukanlah sesuatu yang didapatkannya secara mudah, walaupun ia merupakan keturunan dua legenda hebat sepakbola Swedia. “Emil (Forsberg) memiliki perjalanan di sepakbolanya dengan sulit, dan itu tidak mudah baginya. Banyak orang melontarkannya opini terhadap dirinya, dan itu membuat dirinya terbebani,” ungkap Foppa kepada Guardian.

Bakat gemilang Forsberg akhirnya tercium oleh salah satu raksasa liga Swedia, Malmo FF. Ia pun akhirnya hijrah ke klub yang paling banyak mengoleksi trofi liga Swedia tersebut pada Januari 2013, dan menandatangani kontrak selama empat tahun.

Bersama Malmo, Forsberg hampir mendapatkan segalanya. Menjadi juara liga, bermain di liga Champions, dan terpanggil oleh timnas Swedia. Debutnya di timnas terjadi pada tahun 2014 ketika Swedia menang 2-1 atas Moldova di ajang persahabatan.

Namun, Forsberg hanya bertahan dua musim di Malmo, dengan keberhasilan mencatatkan 19 gol dalam 57 pertandingan. Berbagai tawaran dari klub Eropa pun datang kepadanya, termasuk RB Leipzig, yang kemudian menjadi pelabuhannya. Khusus bagi Leipzig, Forsberg merasa klub tersebut memiliki proyek jangka panjang yang menjanjikan, dan ia merasa klub tersebut sangat pas bagi para pemain muda untuk mengembangkan kariernya.

Keputusan Forsberg untuk memilih Leipzig pun sempat mendapatkan kritikan dari orang-orang. Mereka menilai jika klub tersebut tidak memiliki tradisi dan hanya fokus dalam mengambur-hamburkan uang. Namun, Forsberg memiliki pembelaan, menurutnya, cara yang dilakukan oleh Leipzig sudah benar.

“Orang-orang mengatakan klub tersebut tidak memiliki tradisi dan hanya focus membangun sesuatu dengan uang. Tetapi jika Anda memiliki uang, Anda dapat membeli pemain berkualitas dan menunjuk pelatih yang bagus. Jika Anda ingin sukses, cara seperti itulah yang harus dilakukan di era modern seperti ini. Coba lihat PSG, tidak sulit untuk menggambarkan mengapa mereka dapat meraih banyak kesuksesan,” ungkap Forsberg seperti yang dikutip Guardian.

Forsberg pun mampu membuktikan jika keputusannya untuk memilih Leipzig sangatlah benar. Pada musim 2015/16, ia menjadi tokoh penting yang membawa Leipzig menjadi juara Bundesliga 2, dan berhasil mengantarkannya promosi ke Bundesliga untuk pertama kalinya. Gelandang berusia 25 tahun ini pun turut menyumbangkan delapan gol dan tujuh asis bagi Leipzig.

Berkat keberhasilannya ini, nama Forsberg pun sempat menjadi incaran klub-klub top Eropa, salah satunya adalah Liverpool. Leipzig bahkan sempat dibuat was-was dengan menyeruaknya rumor ini. Mereka pun akhirnya buru-buru menyodorkan kontrak baru selama lima tahun dan menaikkan gajinya menjadi 3,5 juta euro per tahun.

Forsberg pun dengan senang hati memperpanjang masa baktinya bersama Leipzig. Ia pun mengungkapkan sangat senang berada di klubnya tersebut karena merasa sangat dihargai dengan selalu diberikannya tempat reguler di tim inti.

“Jika orang-orang berpikir aku bodoh dan telah mengkhianati sepakbola, baiklah, terserah mereka memikirkannya seperti apa. Aku bahagia di sini, aku mencintai sepakbola dan selalu mendapatkan waktu bermain di sini. Aku dapat menjadi pemain yang lebih baik lagi,” ungkap Forsberg kepada media Swedia, Aftonbladet.

Forsberg pun menuturkan salah satu alasan yang membuatnya untuk tetap bertahan di Leipzig adalah karena kehadiran sang istri, Shanga Hussein. Yang menariknya, Shanga pun merupakan pemain sepakbola perempuan yang bermain di FFV Leipzig.

“Shanga sangat senang berada di Jerman. Kami membicarakan tentang semuanya dan faktanya ia sangat senang berada di sini. Maka dari itu, kami pun memutuskan untuk tetap bertahan,” ungkap Forsberg kepada Bild.

Forsberg pun mengungkapkan jika istrinya itu merupakan seorang pengkritik yang keras. Terlebih jika Forsberg bermain buruk dalam pertandingan, ia pasti akan sangat memarahinya.

“Shanga menjadi orang yang mengkritisiku dengan keras. Ketika aku kembali dari pertandingan dan dia menunjukkan sikap diam, aku harus menyadari jika aku bermain buruk. Tapi itu sangat bagus ketika kita memiliki seseorang yang mengerti mengenai sepakbola. Sungguh, dia akan selalu menjadi pesepakbola yang lebih baik dariku,” tambah Forsberg.

Forsberg dan Shanga pada mulanya akan menikah di awal-awal musim panas tahun ini. Namun setelah dirinya terpanggil ke dalam skuat Swedia yang akan berlaga di ajang Euro 2016, mereka mengubahnya menjadi tanggal 16 Juli, atau sepuluh hari setelah laga final diberlangsungkan.

Di ajang Euro lalu, Swedia memang tak bisa berbuat banyak dan hanya dapat menempati posisi juru kunci di fase grup. Walau demikian, Forsberg selalu menjadi pemain yang mendapat kepercayaan untuk turun sejak menit pertama. Bersama Swedia, Forsberg, baru mencatatkan tiga gol dalam 24 pertandingannya.

Saat ini, ia pun harus mempertanggungjawabkan penampilan cemerlang yang ditunjukkannya. Semenjak keputusan pensiun yang diambil oleh Zlatan Ibrahimovic, harapan masyarakat Swedia perlahan akan digantungkan terhadap dirinya.

Foto: zimbio.com

Komentar