Benarkah Zulham Zamrun yang Salah?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Benarkah Zulham Zamrun yang Salah?

Artikel #AyoIndonesia karya Arie Sadhar

Di dunia ini yang namanya kambing hitam itu cukup diperlukan. Setiap ada sesuatu yang salah, seperti ada keharusan untuk mendakwa seseorang atau sebuah benda atau sebuah kondisi yang menjadi penyebab kesalahan. Sangat dianjurkan untuk satuan sehingga jelas kambing hitamnya. Padahal, dimana-mana lebih enak kambing guling.

Perihal kekalahan Indonesia dengan agregat 3-2 dari Thailand di final Piala AFF 2016, sebagian kalangan mulai mencari kambing hitam. Padahal, kalau mau jujur, kelas Thailand memang jelas di atas kita. Di saat kita setengah mati mengandalkan sebuah kejuaraan yang sejatinya bukan liga resmi, Thailand sudah lolos ke babak penyisihan kedua kualifikasi Piala Dunia 2018. Bahkan sebelum mentas di Piala AFF 2016, mereka nyaris mengalahkan Australia, kalau saja tidak ada tendangan 12 pas kontroversial.

Salah satu pemain yang jamak dijadikan kambing hitam, baik itu di grup-grup WhatsApp maupun di linimasa seperti Twitter dan Facebook, adalah pemain dengan selebrasi mirip Cristiano Ronaldo. Namanya Zulham Zamrun. Mencari satu pemain yang dapat dikambinghitamkan dari hanya 17 pemain yang dimainkan Alfred Riedl sepanjang kejuaraan tampaknya sangat diperlukan sebagai bahan misuh-misuh di media sosial.

Salah satu yang ramai biasanya adalah grup futsal, yang terbilang korelatif karena urusannya dengan olah raga dan olah jiwa. Pada salah satu grup yang saya miliki, ada seorang teman menulis di percakapan grup, "Wah, Zulham masuk, habis ini kebobolan, deh".

Belum lagi bagaimana Zulham dicerca tampil tidak oke kala menggantikan Andik yang cedera pada final leg satu Piala AFF 2016. Riedl sendiri membela Zulham dan memang pada kenyataannya Zulham terus bergerak dan itu sangat membantu pertahanan. Lantas, apakah memang seburuk perkiraan itukah penampilan Zulham Zamrun di Piala AFF 2016?

Bicara kebobolan sejatinya bisa diperdebatkan, namun untuk memudahkan urusan statistik maka kita anggap saja 11 pemain yang ada di lapangan memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga gawang tim dari kebobolan.

Gambaran bahwa Zulham masuk pasti kebobolan itu dimulai pada pertandingan pertama di Piala AFF 2016, versus Thailand sang juara. Masuk menggantikan Lerby Eliandry di 16 menit terakhir dan kondisi imbang 2-2, Zulham harus menjadi saksi kala Teerasil Dangda mencetak gol pada menit 79 dan 93. Stigma sial melekat meski Opa Riedl tampak tidak peduli. Nyatanya, Zulham memiliki nasib yang serupa Ferdinand Sinaga, yakni terlibat dalam enam pertandingan (sebelum final leg kedua), dengan sekali jadi starter dan lima sisanya jadi pemain cadangan.

Masuk ke pertandingan lawan Filipina, yang lantas populer di Indonesia dengan urusan "Suami Muda", Zulham hanya punya waktu 12 menit di lapangan. Sayangnya, dalam 12 menit itu dia terlibat dalam penyebab tendangan bebas yang menjadi sumber gol penyama dari Phil Younghusband. Stigma sial juga bertambah.

Untungnya, Riedl sangat percaya Zulham dan Zulham membalasnya dengan terlibat dalam kemenangan dramatis Indonesia atas Singapura. Sama-sama 12 menit, kali ini Zulham bukan pesakitan yang memicu gol dan itu dilanjutkan dalam semifinal pertama versus Vietnam. Sayangnya, kala bermain di Vietnam, plus pada dua final, keberadaan Zulham di lapangan kembali dikaitkan dengan terjadinya gol ke gawang Kurnia Meiga.

Total keseluruhan, Zulham memperoleh 213 menit bermain dari Riedl. Dia bermain 16 menit di pertandingan pertama, 12 menit pada pertandingan ke-2 dan ke-3, empat menit pada semifinal pertama, dan 35 menit pada semifinal kedua. Termasuk dua pertandingan dengan durasi di atas 60 menit yakni 70 menit di final leg 1 karena menggantikan Andik dan 64 menit di final leg 2 sebelum digantikan oleh Lerby Eliandry. Sialnya, dari 13 gol yang bersarang ke gawang Kurnia Meiga, tujuh di antaranya terjadi kala ada Zulham di lapangan, bukan di bangku cadangan. Kalau dibuat statistik, satu gol tercipta setiap 30,4 menit Zulham Zamrun bermain. Konversi itu merupakan yang paling buruk dari 17 pemain yang dimainkan Riedl di kejuaraan ini.

Sebagai gambaran, Kurnia Meiga selaku kiper kebobolan 13 gol dalam 660 menit sehingga dia kebobolan 1 gol setiap 50,8 menit. Bersama-sama dengan Zulham Zamrun muncul nama Rodolof Yanto Basna yang kebobolan satu gol per 38,6 menit serta Dedi Kusnandar yang kebobolan 1 gol setiap 38,5 menit berada di lapangan. Yanto Basna sendiri dalam 270 menit pertandingan sesi grup menderita tujuh kali kebobolan dengan sebagian gol sangat terkait erat dengan penempatannya di kotak penalti sendiri.

Dedi Kusnandar malah lebih bikin gemes lagi. Tampil dua menit jelang pertandingan berakhir di Vietnam, pasca dia masuk bobol gawang kita lima menit kemudian. Di final leg dua lebih fatal. Dedi di-nutmeg alias dikolongi oleh Chanathip Songkrasin untuk kemudian memudahkan Siroch Chattong menempatkan bola di tiang jauh.

Namun bagaimanapun, dari sisi jumlah menit bermain dan jumlah kebobolan, Zulham jelas yang terburuk dengan statistik satu gol per 30,4 menit itu. Dari tujuh kali bermain, hanya pada pertandingan lawan Singapura dan Vietnam leg pertama yang bebas dari gol pasca Zulham bermain.

Adapun dalam hal jumlah menit terlama dibandingkan dengan gol, Andik menjadi jagonya karena gol baru bersarang per 64 menit dia bermain. Sedangkan duo pertahanan andal Manahati Lestusen dan Hansamu Pranata juga berada di kisaran ini. Satu gol bersarang ke gawang Indonesia setiap kali Manahati Lestusen bermain selama 67,7 menit dan setiap kali Hansamu Yama bermain selama 65,5 menit.

Namun mengingat peran Zulham Zamrun sebagai penyisir sisi kanan penyerangan Indonesia, tidak afdol jika kita tidak menghitung kontribusinya terhadap 12 gol yang dibuat oleh Indonesia. Dalam hal ini Evan Dimas dan Dedi Kusnandar menjadi yang terburuk. Saat Evan Dimas berada di lapangan selama total 156 menit, Indonesia hanya menyarangkan dua gol alias satu gol saja per 78 menit--nyaris 1 pertandingan. Demikian pula dengan satu gol per 77 menit yang diperoleh Dedi Kusnandar. Ini lebih parah karena 77 menit itu adalah durasi bermainnya di Piala AFF 2016. Satu-satunya gol yang terjadi saat Dedi bermain adalah penalti Manahati Lestusen ke gawang Vietnam. Lantas bagaimana dengan Zulham?

Statistiknya tidaklah yang paling prima namun tidak buruk pula. Dengan empat gol yang terjadi selama 213 menit permainannya di lapangan, Indonesia mencetak gol setiap 53,3 menit Zulham bermain dengan data. Angka itu masih lebih tinggi daripada Stefano Lilipaly yang bermain 625 menit dan berada di lapangan saat Indonesia mencetak 11 gol, sehingga satu gol tercipta saat 56,8 menit Stefano Lilipaly berada di atas rumput.

Dalam hal ini, Ferdinan Sinaga yang paling jagoan. Terlibat dalam lima dari 12 gol dengan menit bermain hanya 170 menit itu terbilang keren. Artinya, setiap 34 menit di lapangan, tercipta satu gol untuk Indonesia. Ya, itu adalah statistik terbaik yang dimiliki skuat Indonesia.

Zulham masuk pada menit 78 dalam pertandingan melawan Singapura. Tujuh menit kemudian, Lilipaly menyarangkan gol kemenangan. Dalam pertandingan melawan Vietnam yang kedua, memang sesudah Zulham masuk, Vu Minh Tuan mencetak gol namun tidak lama sesudah itu Manahati Lestusen memperbaiki keadaan. Sedangkan pada final pertama, cederanya Andik membuat Zulham berada di lapangan dan menjadi saksi dua gol dari duo Barito Putera (Rizki Pora dan Hansamu Yama Pranata). Jika Ferdinand adalah peringkat 1 dalam hal ini, maka Zulham ada di peringkat kelima. Lima dari tujuh belas rasanya bukan hal yang buruk.

Mencari kambing hitam alias pemain-pemain yang disalahkan dalam sebuah kekalahan adalah sebuah kebiasaan dan sedikit banyak diakui sebagai penambah keseruan menyaksikan pertandingan sepakbola. Menyebut Zulham Zamrun sebagai penyebab kekalahan Indonesia bisa jadi benar dari satu sisi, yakni jumlah gol yang diterima Indonesia saat ada Zulham di lapangan. Akan tetapi, tanpa adanya Zulham di lapangan tidak ada yang bisa menjamin ada empat gol penting yang berhasil diciptakan.

Dan yang lebih penting dari semuanya itu adalah keberhasilan Indonesia masuk ke final Piala AFF 2016 dengan segala compang-camping yang ada menyiratkan bahwa mencari 11 pemain dari 250 juta penduduk itu bukanlah hal yang tidak masuk akal. Oleh karenanya, harapan masih ada untuk mencari lagi 11 pemain terbaik untuk membela timnas Indonesia di masa yang akan datang yang bisa memberikan prestasi bagi Indonesia, tanpa perlu mengambinghitamkan siap-siapa.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, bisa dihubungi di akun Twitter @ariesadhar. Tulisan ini merupakan bagian dari #AyoIndonesia, mendukung timnas lewat karya tulis. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar