Jangan Berpuas Diri dengan Peringkat Dua!

Cerita

by Redaksi 27

Redaksi 27

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Jangan Berpuas Diri dengan Peringkat Dua!

Indonesia lagi dan lagi menjadi runner up pada gelaran Piala AFF. Gelar runner up kelimanya berhasil diraih Indonesia pada Piala AFF 2016, di saat Thailand meraih gelar juara Piala AFF kelimanya. Gelar ini pun semakin mengukuhkan Indonesia sebagai kesebelasan spesialis runner up di Piala AFF.

Bukannya saya tidak ingin berterima kasih kepada timnas Indonesia atas capaian mereka pada Piala AFF 2016 ini. Dengan segala keterbatasan dan permasalahan yang mereka hadapi, tentu timnas Indonesia layak mendapatkan apresiasi dari seluruh rakyat Indonesia.

Tetapi yang ingin saya soroti adalah kebiasaan kita yang sering terlalu berlebih-lebihan menanggapi suatu hal, atau bahasa kerennya “lebay”. Sehingga membuat kita lupa apa yang sebenarnya menjadi tujuan utama kita.

Indonesia pernah tampil luar biasa pada Piala Asia 2007. Pujian pun datang segala penjuru Indonesia, bahkan mereka yang awalnya tidak menyukai dan tidak mengerti sepakbola pun ikut-ikutan memuji. Tetapi apa yang terjadi selanjutnya pada Indonesia? Indonesia kembali melempem, penampilan di Piala Asia 2007 seperti menjadi ilusi belaka.

Baru pada 2010, 2011 dan 2013 Indonesia kembali muncul dengan penampilan luar biasa. Final Piala AFF 2010, Final Sea Games 2011 dan 2013 adalah buktinya. Tetapi tetap saja kita seperti tidak ingin meninggalkan gelar runner up pada tiga ajang tersebut.

Meski begitu pujian tetap mengalir deras kepada Indonesia. Media datang dengan segala pemberitaan bombastisnya seakan Indonesia berhasil meraih gelar juara dunia. Para pemain diajak menjadi selebritis dadakan oleh para pengusaha produk komersial dan perfilman di luar sana. Mereka seakan lupa bahwa kita hanya menjadi runner up pada turnamen yang levelnya pun hanya level regional.

Sama seperti sebelumnya, setelah “prestasi luar biasa” tersebut, Indonesia kembali melempem. Permasalahan yang terjadi di dalam negeri pun semakin memperburuk keadaan.

Pada 2013, selain menjadi runner up Sea Games, Indonesia berhasil meraih gelar juara pada Piala AFF U-19. Gelar juara tersebut seolah melepaskan dahaga para rakyat Indonesia, kita tidak peduli bahwa gelar juara yang diraih hanyalah pada level U-19. Kita pun langsung berekspektasi tinggi terhadap mereka. Mengharapkan mereka yang akan tampil pada Piala Asia U-19 lolos ke Piala Dunia U-20.

Kita lupa bahwa mereka adalah anak-anak muda yang belum mencapai usia matang sebagai seorang manusia. Kita lupa bahwa mereka adalah anak-anak muda yang belum tentu kuat mentalnya mendapat tekanan luar biasa dari jutaan rakyat Indonesia serta sumpah separah, caci maki dan hinaan yang selalu menjadi ciri khas kita jika sesuatu hal tidak berjalan sesuai harapan kita.

Hasilnya terlihat pada Piala Asia U-19 2014 yang mereka ikuti. Jangankan untuk lolos ke Piala Dunia U-20, untuk meraih satu kemenangan saja mereka tidak bisa. Kita tidak tahu penyebabnya apa. Bisa saja penyebabnya adalah tekanan dari kita atau mungkin saja level sepakbola kita memang masih kalah dibandingkan negara Asia lainnya.

Kejadian yang sama terus berulang. Sebagaimana seorang manusia kita tidak pernah belajar dari kesalahan yang pernah kita lakukan. Mungkin saja sikap berlebihan kita ini malah menjadi salah satu penyebab sepakbola Indonesia jalan di tempat.

Lalu pada 2016 ini, Indonesia secara mengejutkan mampu lolos ke babak final Piala AFF 2016. Padahal di dalam negeri, sepakbola sedang berada di titik terendahnya. Tetapi dengan segala permasalahan tersebut, Indonesia mampu mengejutkan semua pihak termasuk kita yang awalnya tentu tak terlalu berekspektasi tinggi terhadap pencapaian Indonesia di Piala AFF 2016.

Tetapi lagi dan lagi kita perlu ingat bahwa Indonesia hanya menjadi runner up pada turnamen tersebut. Jika ingin memberikan pujian, berikanlah pujian sebagaimana mestinya. Apresiasilah mereka dengan sewajarnya saja. Janganlah kita terlalu berlebih-lebihan dalam menanggapi prestasi mengejutkan Indonesia ini, karena kita baru saja disadarkan kembali bahwa kita masih belum bisa menjadi yang terbaik di Asia Tenggara.

Euforia dan semangat perubahan yang kembali tercipta melalui Piala AFF 2016 ini harusnya kita manfaatkan dengan sebaik mungkin untuk memikirkan sepakbola Indonesia yang lebih baik. Janganlah kita berpuas diri dengan hanya menjadi runner up di level Asia Tenggara secara terus menerus.

Marilah sekarang kita pikirkan masa depan. Tantangan-tantangan yang lebih besar tentu sudah menantikan Indonesia. Jangan sampai kita terus mengulangi kesalahan kita. Sepakbola selayaknya makhluk hidup tentu harus terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Jika tidak ingin ketinggalan dari negara-negara lainnya di dunia, atau dari negara-negara tetangga, tentu Indonesia harus berbenah secepatnya.

Kita harus mengevaluasi apa saja yang selama ini menjadi kekurangan kita dan apa saja yang membuat sepakbola terus tertidur pulas selama ini. Setelah itu, mencari solusi yang tepat untuk mengatasi segala permasalahan-permasalahan tersebut.

Janganlah kita menghabiskan waktu dan tenaga kita untuk saling menyalahkan satu sama lain. Hilangkanlah semua ego yang ada pada diri kita yang mungkin selama ini menghambat perkembangan sepakbola kita. Marilah kita bersatu demi sepakbola Indonesia. Bukankah kita semua sudah muak dengan prestasi sepakbola Indonesia yang terus-menerus biasa-biasa saja? Bukankah kita semua ingin bendera Merah Putih berkibar di panggung besar bernama Piala Dunia? Bukankah kita semua ingin lagu Indonesia Raya didengar oleh seluruh orang di dunia ini?

Semoga kekalahan ini menjadi pecut bagi pemegang-pemegang kekuasaan sepakbola Indonesia untuk segera berbenah. Agar kita tak hanya puas dengan menempati peringkat kedua saja. Semoga.

foto : affsuzukicup.com

Komentar