Keajaiban, Mukjizat dan Akhir yang Sempurna?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Keajaiban, Mukjizat dan Akhir yang Sempurna?

Artikel #AyoIndonesia karya Yoli Hemdi

Menurut mantan pelatih Vietnam, Thanh Vinh, Indonesia adalah salah satu tim yang langka di dunia. Sementara pelatih Vietnam, Nguyen Huu Thang, yang berurai airmata saat menerima kekalahan mempertegas maksud aneh itu, "Dalam sepakbola, banyak hal terjadi begitu tiba-tiba.”

Pelatih Thailand, Kiatisuk Senamuang, awalnya mengharapkan anak asuhnya menghadapi Vietnam di final. Tapi usai laga semifinal antara Indonesia menghadapi Vietnam berakhir dengan Indonesia sebagai pemenang, ia tak mengira jika Indonesia-lah yang melangkah ke final. Sedangkan sebelumnya, pelatih tim nasional Singapura, V Sundramoorthy, marah-marah setelah dikalahkan timnas Merah Putih.

Indonesia bukan favorit juara. Status timnas hanya pelengkap penderita, karena toh sebelum berlaga tim Merah Putih sudah tercabik-cabik. Alfred Riedl pun tak kalah realistis (baca: pesimis). “Hanya dua pemain dari setiap klub yang kami bisa pakai. Kami juga mengalami beberapa masalah berupa pemain cedera sebelum Piala AFF dimulai," katanya.

Singkat kata, keajaiban itu sudah dimulai dengan ikut sertanya timnas Indonesia di AFF 2016 ini; baru dicabut sanksi FIFA, terburu-buru membentuk tim, pemain dibatasi dan langsung terjun ke medan tempur. Betul-betul aneh bin ajaib! Kalaupun ditaklukkan Thailand 4-2, keajaiban sebagai peserta sudah pantas disyukuri. Seri melawan Filipina sudah dianggap keajaiban bonus. Kemenangan come back 2-1 atas Singapura entah tergolong keajaiban macam apalagi; tiba-tiba bola berlari ke arah Andik, pemain mungil itu kaget dan menendang…gol! Liliply yang terlambat gabung timnas juga dikejar bola. Dia pun menendang, dan Singapura terkulai. Pelatihnya marah-marah. Masuk semifinal sudah cukup sebagai pelipur lara atas carut marut sepakbola Indonesia.

Stok keajaiban sudah ludes di babak penyisihan. Atas kasih sayang Tuhan, timnas Merah Putih diguyuri mukjizat sepanjang semifinal. Mukjizat yang biasanya untuk para nabi, terpaksa kita sematkan untuk sebuah tim yang abnormal. Tampaknya, pemain timnas saleh-saleh. Boaz menyebut, “Puji Tuhan…”, Andik “Alhamdulillah...”, Manahati dan kawan-kawan sujud syukur.

Kemenangan 2-1 di Pakansari adalah mukjizat yang mendebarkan. Semifinal kedua adalah laga yang bikin stres puluhan bahkan ratusan juta rakyat Indonesia. Mukjizat apa yang membuat kiper dan bek Vietnam kalang kabut menerima cungkilan lembut dari kaki terlemah Boaz, yaitu kaki kanannya? Secara tak terduga, kiper Vietnam, Tran Nguyen Manh, gagal menepis, bola itu seperti berkelit seolah ogah dijamah. Mukjizat itu dipertegas dengan kepanikan bek Vietnam, Dinh Dong, yang menedang bola ke tiang gawang. Kenapa tak gol bunuh diri sekalian? Mukjizat itu butuh drama juga, maka Lilipaly yang planga-plongo pun digoda oleh si kulit bundar untuk mencetak gol. Tak percaya? Sang pencetak gol saja tak yakin.

Mungkin saja yang dilawan timnas Indoensia itu kawanan red devils sejati, setan berseragam merah. Tim Vietnam main kayak setan; tenaganya tak berkurang, stamina tak merosot, dan semangat tak menurun meski bermain 10 orang dan mengandalkan bek jadi kiper. Bahkan timnas Vietnam main tanpa kiper di akhir-akhir pertandingan. Semuanya menyerang kesetanan menggunakan power play a la tim futsal. Mereka bermain seperti perang Badar saja, 7 hari 7 malam menyerbu, mencetak dua gol yang memaksa perpanjangan waktu, penguasaan bola 74%, dengan 27 tendangan ke gawang. Pressing luar biasa ganas itu sampai membuat striker Boaz ikut membantu pertahanan. Apa lagi yang kurang?

Skor sempat 2-1. Tak sedikit penonton Indonesia mulai mematikan televisi. Masuklah perpanjangan waktu dan situasi jadi genting. Stadion My Dinh seperti hendak meledak. Akan tetapi mukjizat itu jatuh dari langit, Ferdinan Sinaga diterjang, penalti didapat. Manahati menjebol gawang untuk menyamakan skor 2-2. Mukjizat itu ternyata juga bikin jantung menderita. Sebetulnya tendangan Manahati menuju arah berdiri kiper, tapi kok kiper jadi-jadian itu malah loncat ke arah lain?

Tuhan itu adil juga memberikan keajaiban atau mukjizat. Laskar Merah Putih tak kalah trengginas, serangan tujuh hari tujuh malam ditahan dengan taruhan nyawa. Mereka tidak bermain bola, tapi seperti berperang sungguhan. Mungkin keluguan di kancah AFF yang membuat mereka tak banyak gaya.

Kiper Indoensia seperti baru belajar menendang bola. Berkali-kali Meiga melakukan tendangan gawang justru langsung melesat ke luar lapangan. Bek-bek dan gelandang tak kalah edan, jurusnya sederhana; selain ke gawang sendiri, silahkan hantam bola ke mana saja. Bola datang langsung tebas. Kalau lagi mujur, bola yang dihantam melayang ke pertahanan lawan. Lalu Boaz pontang-panting mengejarnya sendirian lalu dikeroyok habis-habisan oleh bek-bek lawan. Boaz itu bak dibimbing malaikat. Hanya ada satu peluang aneh yang digoceknya. Dan mukjizat turun dari langit, akhirnya gol pun terjadi. Bukan gol Tangan Tuhan a la Maradona, tapi gol Mukjizat Tuhan.

Timnas kali ini memang tak punya gaya. Kita hanya memakai empat pemain senior, sisanya wajah-wajah baru nan lugu. Beda dengan timnas AFF edisi sebelumnya, timnas memang gaya, ada banyak nama-nama menterang yang menggetarkan nyali lawan. Tetapi mereka teramat banyak gaya, atau sok gaya. Akhirnya pulangnya mati gaya. Terkapar di penyisihan grup.

Timnas Day jadi tagar tertinggi sedunia, menunjukkan sepakbola masih bisa menjadi harapan pemersatu yang ajaib dan juga mukjizat bagi masyarakat Indonesa. Tetapi mukjizat itu sudah lunas di semifinal? Celakanya, masih ada final, dua kali pula! Apalagi yang kita andalkan?

Tapi ternyata keajaiban atau mukjizat kembali menaungi timnas Indonesia. Sempat tertinggal lebih dulu, Indonesia berhasil membalikkan keadaan. Gol Teerasil Dangda dibalas oleh gol Rizky Pora yang mendapat durian runtuh setelah Teerathon Bunmathan salah umpan dan gol Hansamu Yama yang sempat dihina banyak orang. Semua itu datang tak terduga.

Ketika final menjelang dan 250 juta rakyat yang lelah dengan kehidupan yang payah berharap akhir yang sempurna. Banyak yang menyebut kesempurnaan itu berupa Piala AFF diangkat setelah kali ke-5 menembus final. Inilah waktu yang tepat. Juara adalah kesempurnaan yang manis.

Pihak lain mencoba realistis, Thailand memang lebih tinggi levelnya. Kalah pun rasanya masih terhormat untuk tim abnormal yang dijejali pemain-pemain yang disebut yang terbaik dari yang terburuk. Apa jadinya timnas Inggris kalau setiap tim hanya membolehkan dua pemain saja? Tanpa aturan aneh itu saja, timnas Inggris lebih sering mengecewakan fans setia mereka.

Dari itu, (sepantasnya) tidak akan ada yang kecewa jika timnas kalah di final. Karena kekalahan itu toh bukan kejutan. Terus-terusan mengandalkan keajaiban dan mukjizat juga tidak sehat bagi batin kita. Kalau pun berhasil juara Piala AFF 2016, janganlah pandang itu sebagai akhir sempurna. Karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik Tuhan. Dan Tuhan sedang berbaik hati meminjamkan milik-Nya untuk tim Merah Putih.

Kemenangan adalah guru yang baik, tapi kegagalan adalah guru yang paling baik. Dengan kegagalan kita bisa banyak belajar. Juara atau tidak, hendaknya menjadi pelajaran untuk mengevaluasi diri, sebab tidak ada tim yang sempurna. Para pemain pun sadar akan hal ini, mereka hanya berusaha sebaik mungkin. Juara hanya bonus, selama sudah berpeluh mati-matian membela timnas Indonesia, mereka telah menunaikan tugasnya untuk bela negara di tengah segala permasalahan yang ada.

Oleh karena itu, apapun yang terjadi nanti, tetap terus dukung timnas Indonesia! Karena dukungan kita pun, disadari atau tidak, akan menambah atau bahkan mungkin bisa jadi kembali menghadirkan keajaiban atau mukjizat lain yang bisa didapatkan Indonesia sehingga Indonesia memiliki akhir perjuangan yang sempurna.

Seorang penulis yang menggemari sepakbola dan pendukung setia timnas Indonesia yang bisa dihubungi lewat surel yolihemdi@gmail.com.

Komentar