Piala AFF 2010, Calo, Orang Dalam, dan Ridho Slank

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Piala AFF 2010, Calo, Orang Dalam, dan Ridho Slank

Artikel #AyoIndonesia karya Gumilang Cahya Prayoga

Banyak pengalaman menarik nan menyenangkan saat saya menonton timnas sepakbola Indonesia bertanding. Seperti pada gelaran Piala Asia 2007, saat Indonesia bertindak sebagai tuan rumah. Ketika peluit panjang tanda laga telah usai dibunyikan oleh wasit, saya beserta pencinta sepakbola Tanah Air yang lain saling bersalaman dan bahkan berpelukan karena saat itu Indonesia bisa memenangkan pertandingan melawan Bahrain dengan skor 2-1.

Kalau dipikir-pikir saya sama sekali tidak mengenal orang yang saya salami bahkan sampai-sampai satu tribun saling berangkulan sebagai tanda syukur atas kemenangan Indonesia. Hanya sepakbola-lah yang bisa membuat kita larut dan sama-sama bahagia sebagai bagian dari tim pemenang laga Indonesia melawan Bahrain.

Tiga tahun berselang sejak peristiwa menyenangkan itu, datanglah gelaran piala AFF 2010 yang kali ini memberikan memori yang cukup kelam untuk saya. Euforia sepakbola tanah air sedang tinggi-tingginya saat itu.

Pada fase grup tim nasional Indonesia sangat perkasa. Kemenangan 5-1 atas Malaysia, 6-0 atas Laos dan 2-1 atas Thailand yang berkali-kali membuat kita gigit jari. Berbekal hasil apik di fase grup ini yang membuat timnas Indonesia pun melenggang dengan nyaman ke semifinal piala AFF 2010 dengan perolehan poin sempurna, 9 poin.

Di grup B lawan Indonesia sudah menanti yaitu tim nasional Filipina. Mengantongi hasil yang memuaskan di fase grup seperti kala menahan imbang Singapura dan Myanmar serta mengalahkan sang tuan rumah Vietnam dengan skor 2-0 membuat Filipina lolos ke semi final sebagai runner up grup B.

Berbekal tingginya animo sepakbola Tanah Air saat itu tercetus keinginan saya untuk kembali mendukung timnas Indonesia di GBK. Pada tahun itu saya masih berkuliah di salah satu institut swasta di kota Bandung. Kebetulan saya berasal dari sekolah di Jakarta sehingga beberapa dari teman kuliah saya menanyakan apakah bisa mendapatkan tiket semifinal di GBK dengan menghubungi teman saya yang ada di sana. Saya akhirnya menghubungi beberapa teman dan alhasil salah satu teman saya menyanggupi untuk memfasilitasi tiket untuk kami.

Awalnya saya hanya berniatan untuk meminta tolong kepada nya untuk membeli tiket seperti biasa. Namun teman saya berkeyakinan untuk membeli tiket dari orang ketiga yang sudah dipercaya dan telah terbukti keabsahan nya karena dia pernah memakai jasa orang tersebut pada pertandingan sebelumnya. Kabarnya orang ketiga itu adalah perwakilan dari fans klub nasional yang mempunyai jatah tiket. Kelebihan jatah itu yang akhirnya dibuka untuk pihak luar dan dihargai tidak jauh dari harga normal. Memang terdengar too good to be true tapi apa daya tiket timnas saat itu menjadi komoditi yang paling dicari.

Sempat ragu di awal tapi teman saya meyakinkan saya untuk tenang dan menyerahkan semua padanya. Saya pun mengiyakan karena pertandingan digelar dua hari lagi dan tersiar kabar bahwa tiket sudah sulit didapat. Akhirnya saya mengumpulkan uang dari teman-teman saya dan berangkat ke Jakarta.

Sesampainya di sekitaran GBK saya menunggu teman saya di tempat yang disepakati yaitu di dekat Hall Basket. Saat itu sangat sulit untuk menghubungi nya karena sinyal ponsel timbul tenggelam. Kabarnya karena ada siaran langsung channel tv luar negeri yang mengacaukan segala sinyal (belum ada kepastian akan kebenarannya).

Akhirnya saya pun bertemu dengan teman saya kurang lebih dua jam sebelum sepak mula. Dia memberitahukan bahwasanya sudah membuat janji di tempat ini namun orang ketiga itu tak kunjung tiba. Perasaan saya sudah memberitahukan bahwa akan ada hal yang buruk terjadi. Benar saja sampai pada 30 menit sebelum sepak mula orang itu tak ada kabar disamping memang karena susahnya sinyal saat itu.

Indonesia raya pun sudah berkumandang. Kami belum masuk ke stadion. Antrian loket di pintu masuk pun sudah sepi. Muka-muka masam sudah menghiasi teman-teman saya.

Hampir 30 menit pertandingan babak pertama, ada oknum yang memanggil kami. Saya tidak tahu dari pihak mana beliau itu. Namun saya pikir dia dari pihak ‘orang dalam’ karena berpakaian safari dan posisi nya ada di balik pintu masuk. Dia menawarkan untuk masuk dengan harga tertentu, saya lupa tepatnya berapa. Akhirnya kami pun menyanggupi karena sudah jauh-jauh dari Bandung.

Kami pun masuk ke dalam stadion. Ternyata sudah banyak yg bergumul di pintu masuk tribun. Mungkin mereka yang bernasib sama dengan kami. Bisa masuk via "orang dalam". Kami pun mendesak masuk karena pertandingan babak kedua sudah berjalan. Banyak dari mereka yang memanjat dinding sebelah kiri dan kanan yang menuju tribun. Kami pun mengikuti untuk bisa menonton pertandingan. Tak lama kemudian muncul seorang yang meneriaki kami.

Ia berteriak untuk kami segera turun karena tribun sudah penuh. Terlihat orang itu tidak asing bagi saya dan ternyata ia adalah gitaris dari sebuah band ternama, ialah Ridho Slank!

Memang saya tidak bisa pastikan itu beliau tapi dari raut wajahnya dan suara nya mirip sekali dengan mas Ridho Slank. Hingga saat ini saya masih meyakini kalau itu memang dia kecuali Mas Ridho baca tulisan ini lalu menyangkalnya. Saya pun lantas turun karena memang percaya bahwa sudah tidak ada lagi tempat dan juga karena mendengar teriakan mas Ridho Slank.

Kami pun berpindah ke lorong yang lain dan syukurnya masih ada tempat duduk disana. Sisa pertandingan babak kedua akhirnya bisa kami nikmati. Sampai pertandingan selesai kami pun bergegas pulang. Syukurnya teman saya mau bertanggung jawab untuk mengembalikan uang yang saya beserta teman-teman sudah berikan padanya untuk pembelian tiket. Padahal urusan dengan orang ketiga alias calo yang sudah menipu kami masih belum jelas hingga akhir pertandingan itu. Namun teman saya menyanggupi untuk menyelesaikan masalah dengan saya terlebih dahulu. Kami pulang ke Bandung dengan tenang.

Ratusan kata-kata yang saya tulis ini bukan sekedar mengingat memori kelam 6 tahun yang lalu. Lebih penting dari itu agar semua yang baca tulisan ini bisa mengambil pelajaran serupa bahwasanya membeli tiket bukan pada jalur normal adalah pilihan yang salah. Mendukung Indonesia langsung di stadion memang mengasyikkan. Tapi mendapatkan akses masuk yang di luar ketentuan bisa jadi malapetaka kemudian.

Penulis merupakan penggemar Liga Inggris dan Chelsea, aktif menulis blog di gumilangprayoga.wordpress.com. Berakun Twitter @gumilangprayoga. Tulisan ini merupakan bagian dari #AyoIndonesia, mendukung timnas lewat karya tulis. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Selengkapnya baca di sini: Ayo Mendukung Timnas Lewat Karya Tulis!

Komentar