Mempertanyakan Kadar Nasionalisme Kompetisi Sepakbola Indonesia

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Mempertanyakan Kadar Nasionalisme Kompetisi Sepakbola Indonesia

Artikel #AyoIndonesia karya Muhammad Iqbal Khatami

Masyarakat Asia Tenggara kini saling menunjukkan antusias dan ketegangannya menyaksikan event sepakbola rutin dua tahunan yaitu AFF Suzuki Cup 2016. Piala AFF 2016 ini menjadi edisi ke-11 dari kejuaraan sepakbola Asia Tenggara yang diselenggarakan di Myanmar dan Filipina sejak tanggal 19 November kemarin hingga partai final pada 17 Desember mendatang.

Antusiasme juga ditunjukkan oleh masyarakat pencinta sepakbola di Indonesia. Euforia nasionalisme begitu terasa dikala semua kalangan masyarakat sibuk memperbincangkan permainan dari kesebelasan tim nasional Indonesia yang sedang berlaga di Piala AFF 2016.

Di awal penyisihan grup, Indonesia sudah harus bertanding sengit melawan juara bertahan yaitu tim asuhan Kiatisuk Senamuang, Thailand, pada tanggal 19 November lalu. Namun, pil pahit harus ditelan oleh anak asuh Alfred Riedl karena harus menerima keunggulan Tim Nasional Thailand dengan skor 4-2. Boaz Solossa dan kawan-kawan pun terlihat tak mampu mengimbangi permainan Thailand, terlihat dari penguasaan bola Thailand yang mencapai 61 persen.

Kekalahan ini bukan merupakan hal yang mengejutkan bagi mayoritas pencinta sepak bola di Indonesia. Kekalahan seolah menjadi suatu hal wajar bagi Indonesia. Meski begitu, Indonesia harus sepenuhnya berbenah untuk pertandingan selanjutnya di Grup A.

Menilik pada euforia sepakbola dalam negeri, 19 November juga merupakan tanggal penting bagi Aremania (suporter Arema Cronus) dan Barito Mania (suporter Barito Putera. Pada tanggal 19 kemarin merupakan pertandingan sengit antara Arema Cronus dan Barito Putera Banjarmasin dalam laga lanjutan Indonesia Soccer Championship yang diselenggarakan di Stadion 17 Mei, Banjarmasin.

Namun, Barito Mania (Bartman) harus mengelus dada karena tim kesayangan mereka tunduk dari tim tamu, Arema Cronus, dengan skor tipis 1-0. Gol semata wayang tersebut dicetak oleh Hamka Hamzah pada menit 74. Hasil ini tidak mampu membuat Barito Putera naik dari dasar klasemen dengan perolehan poin masih dengan 24 poin.

Berdasarkan gambaran singkat hasil pertandingan di atas, penulis tidak hanya ingin melihat euforia dan reaksi suporter terhadap kedua hasil pertandingan . Namun, sebenarnya ada satu masalah yang mungkin sudah kita sadari bersama. Terangkum dalam satu pertanyaan yaitu “Mengapa pertandingan timnas Indonesia bisa berbarengan dengan kompetisi liga sepakbola Indonesia?”.

Hal ini menjadi sebuah dilematis di tengah para pencinta sepakbola Indonesia. Kita harus terpecah fokus yaitu antara mendukung Indonesia yang berlaga di Piala AFF 2016 atau mendukung klub kesayangan kita yang sedang berlaga di kompetisi liga tertinggi Indonesia. Terbersit di benak kita, mengapa liga yang diselenggarakan oleh PT Gelora Trisula Semesta (GTS) ini tetap bergulir, padahal timnas kita sedang bertanding di kejuaraan internasional tingkat Asia Tenggara.

Sudah sewajarnya kita mempertanyakan di mana letak nasionalisme dari kompetisi sepakbola Indonesia dan semakin berkurangkah kadar nasionalisme tersebut, sehingga pihak penyelenggara seolah-olah mengabaikan laga perdana Indonesia pada Piala AFF, bukan malah fokus memberikan dukungan.

Tak hanya itu, pertanyaan lain pun muncul dalam benak saya, "Apakah penyelenggaraan ISC hanya sekadar kepentingan bisnis yang mengabaikan esensi sebenarnya dari penyelenggaraan kompetisi sepakbola di Indonesia?". Karena kita tahu dari penyelenggaraan ISC ini merupakan ladang bisnis yang besar sehingga diprediksikan akan menyumbangkan pendapatan pajak sekitar 50 miliar rupiah.

Namun sangat disayangkan di balik perannya yang berdampak bagus pada perekonomian, ISC harus mengesampingkan nasionalismenya. Setidaknya, dengan meliburkan kompetisi pada tanggal 19 November tersebut, akan menjadi suatu perwujudan rasa nasionalisme untuk Indonesia dengan menghargai dan mendukung timnas Indonesia yang sedang bertanding kala itu.

Hal tersebut wajib dilakukan mengingat tujuan sebenarnya diadakannya kompetisi sepakbola bukan hanya sekadar bisnis, namun diharapkan mampu menjadi wadah bagi PSSI untuk menyaring pemain-pemain untuk membela timnas Indonesia di ajang Internasional. Terlihat dari gelaran ISC kali ini, setiap tim peserta kembali diwajibkan untuk mendaftarkan pemain berusia di bawah usia 21 tahun ke dalam skuat mereka. Jumlah pemain U-21 yang mesti didaftarkan adalah sebanyak tiga pemain. Ini berarti sekitar 10 persen dari total jumlah pemain yang boleh didaftarkan tim peserta. Itu artinya, ISC menekankan pada pengembangan bibit-bibit muda untuk memperkuat timnas nantinya.

Dukungan dari jutaan masyarakat Indonesia merupakan hal penting untuk membangun optimisme para pemain sepakbola Indonesia. Mengingat selama ini euforia penonton Indonesia yang begitu antusias sangat membangun semangat pemain-pemain Indonesia. Maka, saat berlaga di luar kandang seperti ini timnas kita juga memerlukan dukungan penuh dari masyarakat Indonesia. Meskipun kita hanya bisa memberikan dukungan di depan televisi.

Penulis sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas di Yogyakarta. Merupakan Bartman, pendukung Barito Putera. Twitter @khata_iqbal, jarang berkicau. Tulisan ini merupakan bagian dari #AyoIndonesia, mendukung timnas lewat karya tulis. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Selengkapnya baca di sini: Ayo Mendukung Timnas Lewat Karya Tulis.

Komentar