Kontradiksi Status Pemain Terbaik dengan Kontribusi dalam Pertahanan

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kontradiksi Status Pemain Terbaik dengan Kontribusi dalam Pertahanan

Oleh: Rey Siahaan

Ada yang berbeda dengan gelaran anugerah pemain terbaik dunia pada 2016 ini. FIFA memutus tali kerja sama dengan majalah kenamaan asal Perancis, France Football, yang telah terjalin sejak 2010 lalu. Tahun ini, akan ada dua perhelatan pemilihan pesepakbola terbaik sejagat raya, yaitu Ballon d’Or dan The Best FIFA. Nama terakhir adalah gelaran yang dibuat FIFA untuk “menyaingi” Ballon d’Or.

Jika mendengar kata “terbaik” dalam sepakbola, maka pikiran mayoritas insan sepakbola dunia akan tertuju pada dua nama yang mendominasi penghargaan selama nyaris sedekade ke belakang, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.

Kedua nama di atas memang layak menyandang predikat terbaik. Jika dilihat dari berbagai sisi mulai dari prestasi (gelar kolektif dan individu), statistik (jumlah gol dan assist), hingga aspek bisnis (penjualan jersey dan berbagai sponsor), keduanya menjadi yang teratas. Seakan tak ada habisnya jika membicarakan rekor demi rekor nan gemilang yang dibuat dua sosok ini.

Namun, terdapat fakta menarik terkait CR7 dan La Pulga yang jarang diekspos media. Keduanya memiliki kesamaan dalam hal memberi kontibusi bagi pertahanan tim. Baik Ronaldo maupun Messi memiliki rataan kontribusi bertahan yang tergolong rendah dibandingkan rekannya yang berposisi sama di timnya masing-masing.

Statistik WhoScored mencatat rataan kontribusi Ronaldo dalam aspek defensif (terutama tekel dan intersep) berada di bawah rataan yang dicatat Gareth Bale yang notabene berposisi sama dengan CR7 (hanya beda sisi lapangan). The Welsh Wizard memenangi mayoritas aspek, sedangkan Ronaldo hanya unggul dari segi membuat pelanggaran dan sapuan bola.

Sama halnya dengan Messi. Salah satu partnernya di trio MSN, Neymar da Silva Junior, juga mengungguli rataan kotribusi defensif peraih lima trofi Ballon d’Or tersebut. Bahkan, Neymar menyapu bersih keunggulan semua aspek defensif dari Messi.

Statistik bertahan Ronaldo dan Bale, serta Messi dan Neymar. Sumber: whoscored.com

Dalam mayoritas pertandingan Real Madrid di beberapa musim terakhir, jika dicermati dengan seksama, terdapat adanya kecenderungan Ronaldo mengacuhkan tanggung jawabnya dalam bertahan. Hampir di semua pertandingan selalu ada momen di mana Karim Benzema atau Alvaro Morata, yang berposisi sebagai penyerang tengah, turun ke sayap kiri (posisi CR7) untuk mengejar dan merebut bola dari lawan.

Mungkin suporter Los Blancos selama ini memaklumi hal itu. Namun ketika tim asuhan Zinedine Zidane mengalami periode buruk tak pernah menang di semua kompetisi selama bulan September hingga awal Oktober lalu, hal itu mulai menjadi masalah.

Sementara dari penyisihan grup Liga Champions yang mempertemukan Barcelona dengan Manchester City (1/11/2016), terlihat bagaimana minimnya kontribusi Messi dalam bertahan. Kemalasan Messi membebaskan Aleksandr Kolarov, yang berposisi sebagai bek kiri, melakukan overlap tanpa adanya gangguan atau kawalan berarti.

Bahkan, kompatriotnya di timnas Argentina, Sergio Aguero, seperti menunjukkan pada Messi bagaimana cara membantu pertahanan. Gol kedua Ilkay Gündogan di menit ke-74 diinisiasi ketika Aguero mencuri bola yang saat itu tengah dikuasai Messi di depan kotak penalti City.

Terlihat bahwa kali ini baik dari segi statistik maupun secara kasat mata bagaimana dua megabintang tersebut tergolong malas dalam bertahan. Nyatanya, kontradiksi pemegang status terbaik dengan kontribusi yang diberikan dari sisi defensif nyatanya bukan hanya terjadi di sepakbola.

Dari bola basket, Stephen Curry yang merupakan Most Valuable Player (MVP) NBA selama dua tahun terakhir juga memiliki statistik yang buruk dalam menjaga ring timnya. Curry yang sangat lihai dalam mendulang angka, terutama dalam tembakan tiga angka (three point), kerap dicap tidak memiliki kemampuan defensif yang memadai.

Situs SB Nation melansir buruknya defensive play Curry menjadi penyebab keoknya Golden State Warriors oleh Cleveland Cavaliers di Game 6 Final NBA 2016, yang kemudian memicu kegagalan Warriors mempertahankan gelar juara, meski pada game itu secara ofensif Curry sebenarnya tampil baik dengan membuat 30 angka. Sejak itu banyak yang mempertanyakan kelayakan Curry sebagai MVP.

Melihat fakta di atas, timbul pula pertanyaan mengenai kelayakan predikat terbaik yang diberikan pada dua megabintang sepakbola di atas. Adanya kontradiksi antara status terbaik yang disandang dengan kontribusi yang diberikan bagi pertahanan seakan menunjukkan bahwa sepakbola di era ini hanya mengutamakan penyerangan.

Mencetak gol ke gawang lawan memang menentukan kemenangan dalam sebuah pertandingan. Namun, pertahanan yang kuat juga dibutuhkan agar tercapai keseimbangan dalam permainan.

Alangkah baiknya seorang pemain yang ingin menyandang status terbaik dapat memberikan kontribusi dalam menyerang, maupun bertahan. Ajang pemilihan pesepakbola terbaik yang kini kembali terbagi menjadi dua diharap dapat mendobrak dominasi Ronaldo-Messi, sekaligus menghapus anggapan bahwa pemain terbaik selalu melulu adalah pemain yang mencetak banyak gol tanpa mau mengemban tugas dalam bertahan.

Beberapa pemain yang digadang-gadang sebagai pewaris tahta tertinggi di era mendatang seperti Neymar, Bale, Antoine Griezmann, Kevin De Bruyne, hingga si termahal dunia Paul Pogba memiliki etos bertahan lebih baik dibanding dua pendahulunya. Akankah salah satu dari mereka sukses mendobrak dominasi dan menghapus anggapan di atas? Kita lihat saja.

Penulis adalah mahasiswa yang baru saja lulus kuliah. Biasa berkicau di akun Twitter @reymanasse

Komentar