Pengaruh Waktu Sepak Mula bagi Penonton

Sains

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Pengaruh Waktu Sepak Mula bagi Penonton

Sepakbola sudah semakin modern. Salah satu acuan modern-nya sepakbola adalah waktu sepak mula (kick-off) yang semakin bervariasi. Sekarang ini kita bisa menemukan banyaknya pilihan waktu sepak mula meskipun dalam satu liga. Hal ini terjadi di mana-mana.

Pada suatu akhir pekan pada 17 dan 18 November 2012, kesepuluh jadwal pertandingan Liga Spanyol memiliki waktu sepak mula yang berbeda dari satu dengan yang lainnya. Pada prinsipnya, televisi tidak menyukai adanya jadwal sepak mula yang berbentrokan.

Celakanya, hal ini terefleksikan langsung dari semakin dini atau semakin paginya jadwal pertandingan. Hal ini adalah yang paling membuat penonton tandang jengkel. Mereka jengkel karena tidak cukup waktu bagi mereka untuk bepergian, makan, dan menonton pertandingan dengan waktu yang sempit, serta satu hal yang tidak boleh ketinggalan: minum-minum.

Di Inggris dan Skotlandia, pertandingan yang berpotensi mengakibatkan konflik, seperti pertandingan antara dua kesebelasan rival atau sebuah derby, memiliki waktu sepak mula sedini mungkin, biasanya selepas setengah hari (pukul 12:00 siang) untuk meminimalisasi minum-minum sebelum pertandingan.

Hal ini dilakukan dengan harapan mereka yang menonton akan sepenuhnya “waras” sehingga mudah mengontrol diri dan dikontrol oleh petugas. Kemudian “aturan tidak sengaja” ini sekarang sudah mulai diadaptasi di negara-negara lainnya, bukan hanya Inggris dan Skotlandia.

Sejujurnya, sulit untuk menentukan secara saklek jadwal sepak mula yang paling mencerminkan sepakbola tradisional. Di Inggris misalnya, sepak mula pada pukul 15:00 di Hari Sabtu sudah dianggap sebagai waktu sepak mula yang paling klasik.

Queen’s Park (yang di Skotlandia, bukan Queens Park Rangers) mengklaim jika mereka adalah kesebelasan pertama yang mengadopsi pukul 3 sore sebagai waktu sepak mula dasar mereka. Pada 8 September 1888, pertandingan pertama football league dimulai pada pukul 15:00 saat Aston Villa berjumpa Wolverhampton Wanderers. Itu adalah pertandingan satu-satunya pada jam tersebut.

Gol pertama di football league dicetak oleh bek Villa, Gershom Cox, saat pertandingan memasuki menit ke-30 (atau pukul 15:30). Pertandingan selanjutnya setelah itu adalah pada pukul 15:50 antara Preston North End melawan Burnley.

Memanjakan Asia

Waktu sepak mula ternyata sudah bervariasi sejak lama, jauh sebelum ada pengaruh besar yang masuk dari siaran televisi. Serie A Italia secara tradisional memiliki sepak mula pada Hari Minggu siang, Spanyol pada Minggu sore, dan Jerman sekitar pukul 15:30.

Namun ada satu hal menarik. Pada Sabtu, 24 Agustus 1963, setiap pertandingan di pertandingan pertama Bundesliga Jerman memiliki waktu sepak mula pukul 5 sore. Sedangkan sebelum era Bundesliga, banyak pertandingan yang dimulai pada Hari Minggu dengan alasan banyaknya pemain, yang dahulu kebanyakan semi-pro dan amatir, masih harus bekerja di Hari Sabtu.

Dari tadi kita terus membicarakan waktu sepak mula, tapi sebenarnya, apa pengaruh jadwal sepak mula terhadap penonton sepakbola? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengelompokkan penonton menjadi tiga, yaitu penonton di stadion, penonton televisi lokal, dan penonton televisi di seluruh dunia.

Pertama, bagi penonton di stadion, waktu sepak mula yang lebih awal tidak membuat jumlah penonton menjadi rendah. Meskipun ada waktu sepak mula pada 12:00, asumsi waktu sepak mula paling awal yang paling ideal adalah 14:30 sampai 15:00.

Sementara itu waktu sepak mula yang paling akhir pada Hari Minggu, biasanya pukul 20:30 sampai 21:00, adalah waktu yang paling sedikit menyedot penonton untuk datang langsung ke stadion. Hal ini terjadi lantaran banyak penonton yang sudah bersiap menyambut hari esok (Senin, bro!) untuk bekerja.

Hal di atas tidak banyak berubah untuk penonton televisi lokal, di mana para penonton tetap berada di daerah sekitar stadion atau paling jauh adalah masih pada batas negara yang sama.

Sama seperti formula rating televisi, pertandingan dengan jadwal sepak mula pukul 18:00 adalah pertandingan dengan rating televisi yang paling tinggi, artinya banyak yang menonton. Sedangkan pertandingan pada pukul 14:30 sampai 15:00 adalah pertandingan yang paling sedikit ditonton, dengan alasan banyak kegiatan lain yang dilakukan oleh penonton layar kaca pada jam tersebut.

Sedangkan hampir seluruh pertandingan pada tengah pekan, seringnya pukul 20:30, adalah pertandingan dengan rating televisi terendah.

Kemudian untuk penonton di seluruh dunia, hal ini tentunya sangat berpengaruh. Sekarang banyak yang mengatakan bahwa jadwal sepak mula pertandingan sepakbola di Eropa sudah banyak yang menyesuaikan dengan waktu di Asia, utamanya Tiongkok dan India.

Alasan dari penyesuaian ini adalah karena banyaknya jumlah penonton layar kaca yang berasal dari kedua negara tersebut, termasuk kita di Indonesia. Hal ini yang membuat banyaknya early kick-off di Eropa yang banyak diprotes oleh warga lokal, tetapi bisa memanjakan bagi kita yang berada di Asia.

Meskipun demikian, tentunya masih banyak pertandingan yang memiliki waktu sepak mula di malam hari di Eropa, yang bagi kita di Asia adalah dini hari. Ini membuat kita harus mengeluarkan niat yang lebih ekstra untuk menyaksikan pertandingan tersebut.

Pertandingan-pertandingan di Benua Amerika, seperti MLS atau Copa America, adalah pertandingan-pertandingan yang tidak mau “mengalah” dengan pasar Asia. Bagi kita di sini, menyaksikan pertandingan-pertandingan tersebut berada pada jam yang nanggung karena bertepatan dengan pagi hari, sekitar pukul 06:00 sampai 09:00 WIB.

***

Sekarang kita sudah memahami pengaruh waktu sepak mula terhadap penonton. Meskipun lebih banyak penonton yang menyaksikan pertandingan sepakbola dari Benua Asia (via televisi), kita tetap harus memikirkan mereka, penonton lokal, yang datang ke stadion dan juga yang tidak kebagian tiket sehingga harus menonton dari televisi. Biar bagaimanapun, sepakbola tetap harus menjadi sebuah permainan, bukan malah menjadi sebuah tayangan.

Namun, yang paling penting bagi mereka, kembali mengingatkan, adalah: minum-minum! Kalau bisa jadwal sepak mula dibuat lebih larut, itu akan membahagiakan penonton lokal.

Sedangkan kita, terutama di Indonesia, memang ada baiknya untuk tidak banyak protes dan banyak-banyak berterimakasih kepada televisi yang mau menyiarkan pertandingan tersebut. Jangan protes di sini adalah bukan hanya soal waktu sepak mula, pemilihan pertandingan, sampai banyaknya iklan; karena tanpa mereka semua, hidup kita mungkin akan terasa hampa.

Sumber jurnal:

  • Alavy, K., Gaskell, A., Leach, S., Szymanski, S. (2010) On the edge of your seat: Demand for football on television and the uncertainty of outcome hypothesis. International Journal of Sport Finance 5, 2, 75–95.
  • Wang, C., Goossens, D., Vandebroek, M. (2015) The impact of the soccer schedule on TV viewership and stadium attendance. Faculty of Economics and Business KU Leuven, Belgium.

Komentar