Cultural Leonesa, Perpaduan Unik Dua Budaya

Cerita

by Redaksi 34

Redaksi 34

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Cultural Leonesa, Perpaduan Unik Dua Budaya

Cultural y Deportiva Leonesa menjadi nama kesebelasan asal kota Leon, Spanyol. Jika kesulitan menyebutkan, Anda dapat menyingkatnya dengan nama Cultural Leonesa atau cukup Leonesa saja.

Tidak banyak yang tahu nama kesebelasan ini, bahkan referensi dalam Bahasa Inggris kesebelasan ini cukup sedikit. Namun jika Anda menahbiskan diri sebagai pendukung Real Madrid, semestinya Anda tahu kesebelasan ini.

Mengapa harus tahu? Sebab, dalam undian babak keempat Piala Raja Spanyol, Jumat (14/10) waktu setempat, El Real bakal berhadapan dengan kesebelasan yang bermain di divisi Segunda B atau level ketiga dalam piramida kompetisi sepakbola Spanyol ini.

Jika dibandingkan, Leonesa jelas memiliki kualitas jauh di bawah Real Madrid. Sejak didirikan pada 1923 kesebelasan ini hanya mampu bertahan semusim di La Liga. Berbeda jauh dengan Real Madrid yang belum pernah degradasi sejak kompetisi ini digulirkan 87 tahun yang lalu.

Oleh karena itu, usai tim ini memenangkan pertandingan melawan Albacete pada babak ketiga Piala Raja awal pekan ini, pesta perayaan langsung digelar. Dalam dua tahun terakhir, Leonesa seakan menjadi pembicaraan di Spanyol. Sejak diakuisisi oleh pengusaha Qatar, Tariq Abdulaziz Al Naama, yang berjalan di bawah bendera Aspire Academy, Leonesa berkembang menjadi kesebelasan yang begitu istimewa.

Hal tersebut terbukti di Segunda B musim ini. Dalam delapan pertandingan yang sudah dijalani, Leonesa bersaing ketat dengan Racing Santander di puncak klasemen sementara dengan enam kali kemenangan serta dua kali hasil imbang.

Prestasi yang meningkat dalam dua tahun belakangan membuat mereka seakan menjadi idola baru di Spanyol. Kandang mereka, Municipal Kingdom of Leon, yang berisi 13.451 bangku bahkan disebut harian Elmundo selalu penuh, baik oleh pendukung klub maupun turis yang hadir di musim ini.

Semua hal yang terjadi di Leonesa saat ini disebut tak akan terjadi jika mereka tak memiliki masa lalu kelam. Prestasi buruk tim ini di era 1970-an hingga 2010-an membuat mereka sadar bahwa perlu ada perombakan besar-besaran jika ingin melihat perbaikan.

Musim 2014/15, mereka mulai melakukan perombakan besar-besaran. Golongan penambang yang menjadi basis suporter mereka mulai didekati. Kaum penambang sendiri dikenal begitu lekat dengan budaya Leonesa sebab di awal mereka berdiri, penambang-penambang lokal menjadi donatur tetap agar kesebelasan ini mampu berjalan.

Salah satu cara Leonesa untuk memberikan tempat bagi kaum penambang di klub tersebut adalah dengan memberikan tiket terusan berharga lebih murah. Selain itu, mereka juga mengeluarkan kostum yang didesain khusus di laga uji tanding untuk menghormati peran penambang di masa lalu.

Kostum unik Leonesa untuk menghormati peran penambang di masa lalu. Sumber: CNN

Cara ini memantik banyak komentar mengenai kostum Leonesa di media sosial. Meski ada yang melecehkan, namun Leonesa tetap bergeming. Beberapa hari setelahnya datang seorang pengusaha Qatar yang tertarik untuk melihat Leonesa.

Ketertarikan pengusaha Qatar yang kini menjadi presiden klub ini bukan sembarangan. Setahun berselang, Al Naama memutuskan mengakuisisi kesebelasan ini di bawah bendera Aspire Academy, yang notabene adalah salah satu sekolah khusus atlet di Qatar.

Kedatangan Al Naama ke Leonesa tidak hanya membawa uang segar untuk kesebelasan ini. Ia juga merekonstruksi ulang sarana dan prasarana milik kesebelasan ini. Salah satunya adalah markas latihan tim, Puente Castro Sports Area, yang dibuat semirip mungkin dengan Aspire Academy Area, yang merupakan salah satu komplek latihan terbaik di dunia.

Kondisi Puente Castro Sports Area saat ini. Sumber: Diario de Leon

Tidak hanya itu saja, Al Naama juga membuat Leonesa seakan menjadi Qatar baru. Kedatangan beberapa pemain muda asal Qatar untuk belajar di kesebelasan ini membuat kesebelasan ini selayaknya tim nasional junior bagi negara jazirah Arab tersebut.

“Tempat berlatih adalah salah satu sarana terpenting bagi pemain sepakbola. Dengan perbaikan ini, saya yakin kami akan semakin tangguh ke depannya,” ucap Al Naama dilansir oleh ABC.

Meski Al Naama dan rombongannya membawa gerbong modernisasi, namun beberapa kelompok pendukung dan pemain Leonesa tidak merasa risau. Mereka bahkan merasa bersyukur Al Naama datang karena kesebelasan mereka tak akan lagi dihina-hina.

“Ia membawa banyak hal kepada kami. Bukan hanya soal peningkatan penampilan kami, tapi juga memperbaiki semua yang ada di kesebelasan ini,” ucap Alex Gallar seperti dilansir oleh Diario de Leon. “Ia seakan menunjukkan bahwa perbedaan kultur bukan membuat sebuah kesebelasan semakin lemah, tapi sebaliknya, kami merasa tim ini semakin kuat sejak ada dia.”

Perbedaan kultur bukan suatu alasan untuk menjadi lebih baik. Leonesa mampu menjadi contoh bagaimana masyarakat Arab yang begitu ke-timur-an mampu bersinergi dengan Spanyol yang ke-barat-an. Sebab sepakbola adalah permainan semua orang, bukan milik kaum atau golongan tertentu saja.

Komentar