Mengingat Feyenoord Rotterdam Sebagai Awal Konflik Robin van Persie

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Mengingat Feyenoord Rotterdam Sebagai Awal Konflik Robin van Persie

Selalu meledak-ledak, itulah yang dikenal dari Robin van Persie di lapangan sepakbola. Sifat meledak-ledaknya itu juga yang membuatnya cabut dari akademi SBV Excelsior. Tingkah laku Van Persie membuat para staff pelatih Excelsior tidak terlalu menyukainya. Tapi bakat Van Persie sebagai pesepakbola handal tidak meragukan Feyenoord Rotterdam untuk jatuh cinta dan merekrutnya ketika ia berusia 16 tahun. Jelas tawaran dari Feyenoord tidak bisa ditolak Van Persie. Sebab Feyenoord merupakan kesebelasan sepakbola terbesar di Rotterdam sebagai kota kelahirannya.

Bergabungnya Van Persie dengan Feyenoord menjadi berkahnya tersendiri. Atas tempaan ilmu di sana, ia dipanggil Tim Nasional (timnas) Belanda U-17. Hal itu yang membuat awal perkenalannya di sepakbola Eropa dan tidak diragukan lagi sebagai wonderkid di Feyenoord. Setelah membela Belanda U-17, skuat senior Feyenoord tidak ragu mempromosikannya ketika musim 2001/2002. Apalagi skuat Feyenoord saat itu sedang mengalami badai cedera.

Van Persie pun semakin melejit ketika berhasil mengantarkan Feyenoord menjuarai Piala UEFA 2001/2002. Ia pun mendapatkan gelar Dutch Football Talent of the Year dan KNVB Best Young Talent Award dalam tahun yang sama. Maka bukan tanpa alasan musim perdananya di skuat senior itu langsung membuat tertarik berbagai klub untuk merekrutnya. Tapi Feyenoord tidak ingin kehilangan talenta berharganya begitu saja. Van Persie langsung disodorkan kontrak profesional pada musim berikutnya. Tapi setelah menandatangani kontrak tiga setengah tahun, sifat meledak-ledak yang merugikannya muncul kembali.

Hal itulah yang membuat Van Persie agak terganggu di Feyenoord. Sifat meledak-ledaknya menciptakan konflik dengan manajernya saat itu, Bert van Marwijk. Kabar burung mengatakan jika Marwijk sering menegur sikap Van Persie di lapangan yang agak tempramen kala itu. Alhasil Marwijk mencadangkan Van Persie agar mendinginkan kepala anak asuhnya tersebut.

Konflik Van Persie dengan Van Marwijk berlanjut ketika ia dipulangkan ketika menghadapi Piala Super UEFA 2002 menghadapi Real Madrid. Hal itu karena Van Persie menunjukan bahasa tubuh yang tidak menyenangkan ketika disuruh pemanasan pada ajang kualifikasi Liga Champions. Musim berikutnya Van Persie gagal memperpanjang kontraknya dengan Feyenoord. Ia sudah tidak kerasan atas konflik-konfliknya di kesebelasan kelahirannya itu. Padahal toh pada akhirnya Van Marwijk pun sama-sama meninggalkan Feyenoord dalam periode yang sama dengan Van Persie. Di sisi lain, Van Persie tertarik berkarier di kompetisi Liga Inggris yang lebih besar bersama Arsenal.

Kepindahannya ke Arsenal membuat namanya semakin dikenal di dunia sepakbola. Ketajamannya memang menjadi sumbangsih besar bagi Arsenal dan ketika pindah ke Manchester United sekalipun. Total, Van Persie menyumbangkan 96 gol untuk Arsenal dan 48 gol untuk United. Sekaligus dua kali mendapat gelar pencetak gol terbanyak pada musim 2010/2011 dan 2011/2012. Tapi tugas Van Persie di Liga Primer Inggris sudah habis. Setelah menjadi pencetak gol terbanyak sekaligus mengantar United menjuarai Liga Primer Inggris 2011/2012, permainan Van Persie menurun.

Penurunan permainan Van Persie disebabkan karena rentetan cedera yang dialaminya. Seolah menjadi ironi ketika Van Persie bisa melejit karena berawal dari cedera para pemain senior Feyenoord. Kemudian ia tenggelam setelah rentetan cedera menjelang masa tuanya. Belum lagi soal mentalitas setelah ditinggal pensiun Sir Alex Ferguson, manajer yang memboyongnya ke United.

Alhasil Van Persie hijrah ke Fenerbahce yang berkiprah di Super Lig Turki. Sudah dua musim ia berada di sana dan berjibaku untuk memberikan gelar bagi Fenerbahce. Sekarang pun pemain 33 tahun tersebut harus berjibaku mengharumkan klubnya ini di Liga Europa 2016/2017. Dan salah satu syaratnya adalah menaklukan Feyenoord di Stadion Ulker Stadyumu Fenerbahce, Instanbul. Tapi sepertinya pertemuan dengan kesebelasan kelahirannya itu belum menggugah hatinya untuk menutup karir di Feyenoord seperti keinginan Dirk Kuyt.

Sama seperti Kuyt, dari Feyenoord, ke Liga Inggris, kemudian ke Fenerbahce dan pulang ke Feyenoord. Tapi Van Persie justru berkeinginan kembali berkarier di Liga Inggris. Mengingat anak-anaknya lahir di sana dan lebih menguasai bahasa Inggris ketimbang Belanda. Tapi Van Persie harus seperti Zlatan Ibrahimovic dulu jika ingin kembali berkarir di Liga Inggris. Bagaimana Ibrahimovic semakin kuat kendati usianya semakin menua. Atau jika dipaksakan, mungkin Van Persie tidak bisa memperkuat kesebelasan besar kembali jika melihat kondisinya saat ini.

Musim lalu Van Persie memang mencetak 16 gol untuk Fenerbahce, tapi belum cukup membawa klubnya menjadi juara. Saat ini pun ia belum mencetak gol satu pun dari tiga laganya di Super Lig 2016/2017. Mungkin Van Persie harus menjalani laga menghadapi Feyenoord pada pertemuan keduanya, yang digelar di Feijenoord, Rotterdam. Mungkin di sana ia akan kembali dikejar berbagai pendukungnya seperti dahulu, mengingat kelahiran karier sepakbolanya di masa lampau. Dan pada akhirnya menutup kariernya di kesebelasan yang membesarkannya namun terusak oleh daya ledaknya itu.

Sumber lain: Tribal Footbal, Wikipedia.

Komentar