Kepada Sejarahlah Kita Kembali

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kepada Sejarahlah Kita Kembali

Oleh: Arienal Aji Prasetyo*

Bagi sebagian orang, mengetahui sejarah adalah sebuah hal yang menyakitkan. Membicarakan sejarah berarti kembali membuka luka atau dendam lama, walaupun orang tersebut tidak secara langsung terlibat dalam kejadian yang menimbulkan ingatan pahit itu. Di sisi lain, bagi sebagian orang pula, mengetahui sejarah adalah sebuah hal yang membanggakan dan pantas mengangkat kembali kejayaan masa lampau dengan maksud tertentu. Ini adalah hal yang wajar, mengingat pengertian dan pemaknaan seseorang mengenai sejarah tentunya berbeda.

Sejarah, oleh Moh. Yamin, dijadikan sebagai acuan idealisme pemikirannya. Sosok yang cukup kontroversial itu begitu mendambakan sejarah nusantara. Yamin begitu getolnya menginginkan bahwa wilayah Indonesia harus lebih besar daripada bekas wilayah kerajaan-kerajaan Nusantara. Sebagai sosok yang terinspirasi dari Gajah Mada yang pernah mengangkat sumpah untuk menyatukan Nusantara, Moh. Yamin sampai-sampai membuat sketsa wajah Gajah Mada yang sekarang ini banyak beredar di buku-buku pelajaran atau umum.

Apa yang dilakukan Yamin dan pemaknaanya mengenai sejarah tidaklah keliru. Terlepas dari kontroversi yang dihasilkan dari pemikirannya, Yamin menunjukan bagaimana sejarah adalah hal yang bebas dimaknai oleh siapa saja.

Sepakbola sebagai sebuah olahraga, juga tak luput dari sejarah. Banyak hal yang bisa dikupas dalam sejarah sepakbola. Entah itu prestasi, kontroversi, maupun tragedi yang selalu bisa menjadi hal yang menarik untuk dibincangkan. Informasi tentang sejarah sepakbola juga semakin banyak diketahui oleh pembaca melalui web berita sepakbola atau melalui siaran berita olahraga di televisi yang menjamur. Salah satunya adalah situs Panditfootball yang menyajikan peristiwa lampau dalam rubrik On This Day-nya. Secara langsung pembaca dapat mengetahui peristiwa silam apa yang terjadi pada waktu itu.

Kemudian yang menarik adalah mengingat sejarah sepakbola bagi penikmatnya dilihat dari penggunaan sudut pandang. Jika menggali sejarah dalam bingkai prestasi, maka kita bertendensi untuk mengingat sesuatu yang bisa dibanggakan dalam perjalanan tim yang kita sukai. Kita tak bisa lepas dari ingatan dan fakta bahwa Indonesia (Hindia Belanda) pernah berpartisipasi dalam Piala Dunia Perancis 1938, walaupun langsung dibantai Hungaria. Mengingat hal ini, seakan membawa pencinta sepakbola Indonesia merasakan sebuah rasa yang bangga sekaligus aneh.

Bangga karena Indonesia yang masih bernama Hindia Belanda merupakan negara Asia pertama yang berpartisipasi dalam gelaran Piala Dunia. Namun, sekaligus aneh karena sampai detik ini, timnas kita justru belum bisa lolos ke Piala Dunia. Bahkan untuk lolos ke Piala Asia, masih menjadi sesuatu hal yang terasa sangat berat.

Mengenang kembali ke 2010, Indonesia kala itu sangat diharapkan untuk menjuarai Piala AFF, setelah tampil menjanjikan di babak penyisihan dan semifinal. Namun apa daya karena harapan juara gagal terwujud. Indonesia harus merelakan trofi jatuh ke tangan Malaysia sang musuh yang tak akan damai sampai banyak turunan. Pada pertandingan leg pertama yang dihelat di Stadion Bukit Jalil, Indonesia tak mampu menjaga keperawanan gawang yang dijaga Markus Horison. Indonesia kalah 0-3. Sedangkan di leg kedua yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno, Indonesia hanya menang tipis 2-1 sehingga kalah secara agregat.

Bagi pendukung Malaysia, mengingat sejarah pertandingan ini akan menimbulkan rasa yang bangga. Namun bagi kita, ini adalah momen yang pahit di mana itu adalah terakhir kali timnas senior kita masuk final, dan gagal juara. Karena setelah itu sepakbola Indonesia mengalami degradasi prestasi yang sangat tajam karena kisruh yang berkepanjangan.

Tetapi ketika kita kembali mengingat pertandingan semifinal Piala AFF (yang saat itu masih bernama piala Tiger) pada 2004 silam, kita akan mengingat momen itu sebagai momen heroik. Indonesia yang kala itu sudah tertinggal 1-2 pada leg pertama di GBK, berhasil membalikkan keadaan dengan unggul 4-1 di bukit jalil. Itu seperti merupakan keajaiban di mana Indonesia hanya bermain dengan 10 orang.

Masih banyak contoh yang terjadi sebagai gambaran bagaimana sejarah mempunyai kenangan tersendiri dalam sepakbola. Sepakbola dan sejarahnya yang bisa ditafsirkan dengan berbagai macam bentuk.

Posisi sejarah dalam sepakbola, diakui atau tidak, tetap merupakan sebagai sesuatu hal yang penting. Karena setiap insan yang terlibat di dalamnya, akan selalu menengok ke arah itu.

Dalam sepakbola, sejarah memiliki nilai guna lebih. Sejarah bertendensi untuk dijadikan sebagai salah satu alat motivasi. Hingga dalam sepkabola atau olahraga lain pada umumnya, kita mengenal istilah membuat sejarah, mencetak sejarah atau memutus sejarah.

Indonesia tampaknya perlu menerapkan istilah mainstream: belajar dari sejarah. Membangun sepakbola yang berprestasi tentunya bukan suatu hal yang instan. Perlu usaha yang terstrukur, bersih, dan mapan, dalam segala aspek. Tentunya perlu waktu yang tidak sebentar agar sepakbola bisa benar-benar menghasilkan. Ibarat kita menanam pohon, kita akan menikmati kayunya yang besar jika sudah berumur tua, bahkan mesti menunggu hingga berpuluh sampai beratus tahun. Namun, tidak mudah untuk ini. Kayu yang sedang berkembang bisa saja tumbang terkena angin.

Saya kira setiap negara yang mempunyai iklim sepakbola yang baik, pernah mengalami kegagalan di masa silam. Berangkat dari kegagalan itu, perbaikan yang membawa kemajuan terus dilakukan. Kembali seperti pohon, yang kayunya bisa dinikmati lama setelah kita menanamnya. Jika tumbang tanam lagi, jika terhempas angin maka pangkas dahannya, jika kering maka disiram, sambil sesekali diberi pupuk. Dan itu tidak mudah. Begitulah sepakbola, yang bisa dianalogikan dari sebuah pohon.

Karena pohon juga adalah sebuah sejarah.

Catatan redaksi: Dalam bahasa Arab, "Pohon" berarti "Syajaratun" yang merupakan awal mula kata "Sejarah" dalam bahasa Indonesia.

foto: pixabay

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Sejarah UNY-Banjarnegara-@arienalp

ed: fva

Komentar