Ewing Theory dalam Timnas Argentina dan Portugal

Cerita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ewing Theory dalam Timnas Argentina dan Portugal

Portugal dan Argentina tetaplah sebuah one-man team. Pendapat ini, meski mungkin akan ditentang oleh beberapa kalangan, tetap akan melekat selama dua sosok pemain bernama Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi masih menjadi bagian dari skuat timnas Portugal dan Argentina. Dua sosok di atas, sebagaimana yang sudah pernah digambarkan oleh beberapa media, kadung dianggap sebagai "jelmaan alien" yang turun ke bumi.

Meski sisi humanitas dari kedua pemain ini masih ada, terlihat ketika keduanya masih mampu menitikkan air mata dalam laga final yang mereka jalani pada musim panas 2016 ini. Namun, kemampuan mereka ini memang sangat luar biasa bagi seorang pemain yang satu generasi dengan mereka semua. Belum lagi ditambah dengan perhatian media dan juga orang-orang yang begitu besar kepada mereka berdua, menjadikan mereka sebagai pemain yang begitu masyhur.

Hanya, kemampuan luar biasa yang mereka miliki seakan menjadi dua sisi mata uang bagi timnas Portugal dan Argentina. Di satu sisi, keduanya adalah berkah dari Tuhan bagi Portugal dan Argentina karena kemampuan mereka, sedangkan di sisi lain kemampuan yang luar biasa ini justru malah menjadi sebuah bencana bagi tim itu sendiri karena pemain lain menjadi harus menyokong pemain yang bersangkutan.

Jika memperhatikan apa yang terjadi dalam tubuh timnas Portugal dan Argentina ini, maka menarik juga untuk memperhatikan sebuah teori yang sempat masyhur di dunia bola basket Amerika Serikat, NBA. Teori ini disebut sebagai "Ewing Theory".

Apa itu Ewing Theory?

"Ewing Theory" ini sendiri muncul pada kisaran pertengahan 1990-an di NBA. Teori ini diciptakan oleh seseorang bernama Dave Cirili, merujuk kepada seorang pebasket kenamaan pada tahun tersebut bernama Patrick Ewing. Dave berpendapat, bahwa ketika Ewing tidak bermain untuk timnya karena mengalami cedera panjang, maka timnya akan bermain lebih baik.

Ewing Theory ini akhirnya digunakan oleh kolumnis olahraga ESPN FC, Bill Simmons, untuk merujuk kepada kejadian ketika sebuah tim olahraga bermain baik ketika pemain kuncinya cedera. Simmons yang juga masih berkawan dengan Dave Cirili ini akhirnya menentukan sebuah kondisi saat tim olahraga terkena "Ewing Theory". Kondisi tersebut adalah,

  • Seorang atlet bintang yang menerima begitu banyak perhatian dari media maupun suporter, namun belum memenangkan gelar penting apapun bagi tim yang ia bela,
  • Saat pemain bintang ini cedera, maka media dan suporter tidak memiliki harapan apapun kepada tim ini.

Simmons mencontohkan kasus "Ewing Theory" ini pernah terjadi dalam sebuah tim olahraga di Amerika Serikat, yaitu tim bola basket New York Knicks itu sendiri. Ketika itu, dalam sebuah babak playoff NBA 1999, Ewing mengalami cedera parah sehingga tidak dapat ikut membela Knicks dalam sisa babak playoff yang menentukan. Alih-alih tersingkir, Knicks justru memperlihatkan sesuatu yang luar biasa.

New York Knicks berhasil masuk ke babak final NBA setelah menjadi juara Wilayah Timur. Meski ketika babak playoff mereka kehilangan Ewing, namun pada akhirnya mereka mampu melaju jauh sampai final dan melawan San Antonio Spurs sang juara Wilayah Barat. Hanya, mereka kalah di final oleh Spurs dengan agregat 1-4. Namun, pencapaian luar biasa Knicks pada 1999 ini ditandai oleh Bill Simmons sebagai kejadian "munculnya Ewing Theory".

Ewing Theory Masa Kini

Pada masa kini, Ewing Theory pun kembali terjadi dalam dunia sepakbola. Tim yang sesuai dengan kondisi "Ewing Theory" pada masa kini adalah Portugal dan Argentina. Sosok yang menjelma sebagai Patrick Ewing dalam tubuh timnas Portugal dan Argentina adalah Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.

Lalu, kenapa kondisi "Ewing Theory" ini cocok dengan kedua tim di atas? Mari kita berkaca pada laga ketika Ronaldo dan Messi tidak bermain dalam ajang Piala Eropa maupun Copa America Centenario.

Argentina sempat mengalami sebuah ketakutan ketika seorang Messi tidak dapat bermain melawan Chile dalam partai pembuka Copa America Centenario 2016. Messi mengalami cedera punggung saat laga persahabatan melawan Bolivia. Suporter Argentina tentu ketar-ketir, apalagi lawan yang dihadapi adalah Chile yang notabene lawan yang pernah mengalahkan mereka dalam final Copa America 2015.

Namun, yang terjadi adalah Argentina bermain ciamik dan mampu mengalahkan Chile dengan skor 2-1. Singkat kata, Messi mampu kembali bermain pada pertandingan selanjutnya dan ia berhasil mengantarkan Argentina ke babak final. Di final, mereka kembali menghadapi Chile yang mereka kalahkan dengan skor 2-1. Kepercayaan diri membumbung, apalagi kini ada Messi, sang bintang yang ikut bermain. Yang terjadi?

Argentina takluk. Messi tidak mampu berbicara banyak melawan Chile yang sudah paham bagaimana meredam Argentina yang ada sosok seorang Messi di dalamnya. Argentina akhirnya takluk dari Chile, justru ketika Argentina dibela oleh seorang Messi di dalamnya. "Ewing Theory" berlaku di sini.

Sekarang, mari lemparkan pandangan ke Eropa, tepatnya ke Prancis. Dalam gelaran Piala Eropa 2016 ini, Portugal yang berhasil masuk final sempat ketar-ketir kala sang bintang, Cristiano Ronaldo, mengalami cedera pada pertengahan babak pertama dalam partai final. Pendukung Portugal khawatir, pun dengan pemain yang kebingungan karena kehilangan sang bintang. Namun, di sini justru terlihat semangat para pemain Portugal, dengan dukungan racikan dari seorang Fernando Santos.

Pada babak kedua sampai babak perpanjangan waktu, mereka bermain dengan penuh semangat. Tidak memberikan ruang bagi para pemain Prancis untuk berkreasi, termasuk seorang Antoine Griezmann yang benar-benar dimatikan oleh seorang William Carvalho. Kemenangan pun akhirnya datang setelah pemain pengganti, Eder, yang dinobatkan sebagai seorang "angsa yang cantik", akhirnya mampu mencetak gol pada babak perpanjangan waktu.

Portugal akhirnya merengkuh gelar Piala Eropa 2016, tanpa seorang Cristiano yang bermain pada babak final dan permainan yang bisa dikatakan sederhana; Sesederhana Yunani dalam gelaran Piala Eropa 2004.

***

Anda bisa percaya atau tidak percaya dengan "Ewing Theory" ini. Itu semua terserah kepada Anda. Namun, melihat kondisi yang terjadi seperti di atas, bukan tidak mungkin "Ewing Theory" ini juga akan menghampiri tim-tim lain yang memiliki satu orang pemain bintang. Wales, mungkin.

Komentar