Surat untuk Arsene Wenger

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Surat untuk Arsene Wenger

Oleh: Munandar Harits Wicaksono*

Kepada tuanku, Arsene Wenger jauh di London sana.

Tuanku, bagi kami, sepakbola adalah representasi kehidupan. Ia bukan sekadar olahraga, tapi merupakan "Ayat Kauniyah" yang sengaja Tuhan turunkan untuk dikaji secara mendalam. Sungguh ia telah mengajarkan arti kerja sama, kemesraan serta perjuangan. Ia memberikan dimensi yang berbeda untuk kami atas pemahaman hidup; Sebuah penggambaran kehidupan yang tidak rata, kadang naik, kadang turun, kadang tidak jelas.

Contoh termutakhir mana lagi selain Leicester City. Kesebelasan yang musim lalu entah finis di peringkat berapa --lantaran terlalu jauh di bawah. Tapi di bawah nakhoda pria asal Italia, musim ini Leicester menjadi tim kuda hitam yang begitu gagah merengkuh trofi; Mengungguli pesaing-pesaing Anda semacam Liverpool, Manchester United, Manchester City, hingga Chelsea.

Jika tuan mau sedikit merenung, Leicester ternyata adalah cerminan para kuda hitam: Orang-orang pinggiran, orang-orang yang sejatinya kalah tapi enggan mengalah. Sementara Chelsea dan Manchaster City adalah kaum borjuis-kapitalis. Gambaran masyarakat perkotaan yang begitu memuja hal-hal yang praktis nan instan. Tanpa perlu repot-repot berproses, apa saja bisa dibeli dengan uang. Piala-piala emas, riuh-ramai penonton, hingga para pengkut twiter.

Adapun Liverpool dan Manchester United mengajarkan beratnya sebuah nama. Keduanya memang raja, tapi dahulu. Para pemain yang sekarang belumlah cukup sanggup menggendong nama besarnya. Mungkin bercermin dari itu pulalah, putra presiden kita tercinta belum ingin mengikuti jejak ayahnya di dunia politik. Lebih memilih bertirakat, menyepi dari hingar-bingar politik menapaki dunia bisnis.

Lalu bagaimana Arsenal-mu tuan? Ya, mungkin ia sedikit pantas bila dicerminkan pada perlunya perubahan dalam kehidupan.

Boleh saja sebenarnya kau menepuki dadamu sendiri, mengingat hanya kau satu-satunya orang dalam sejarah liga Inggris yang bisa menjaga keperawanan klub untuk tak pernah kalah dalam semusim. Tapi tuan, itu 12 tahun yang lalu.

Sejujurnya sungguh kami berterima kasih atas pengabdianmu selama hampir dua dekade ini. Kau telah mengorbankan segalanya untuk klub ini. Kau sungguh orang yang sangat totalitas. Kami bahkan tidak bisa membedakan antara kagum dan perlu menjulukimu orang sinting saat kami tahu kau bercerai dengan istrimu. Ia mengeluhkan isi kepalamu yang hanya soal Arsenal. Hebat sekali bukan diri Anda?

Tapi tuan, kita sungguh butuh revolusi. Entah itu revolusi mental atau revolusi taktikal.

Terlalu sering tuan kita lihat Arsenal gagah di pertandingan Sabtu untuk kemudian lemas di pertandingan Rabu. Bisa jadi, ada yang salah dengan sistem pembinaan mental timmu. Cobalah tuan mendatangkan seorang psikolog, rohaniawan, dan sebangsanya, untuk menjaga moral tim agar selalu di atas. Kalaupun belum berhasil, cobalah untuk mengundang Mario Teguh, supaya mereka bisa jadi "sahabat super" bagi kami. Atau jangan-jangan tim ini mengidap penyakit kurang piknik seperti kami? Tolong jangan merepresentasikan hal tersebut.

Selain perubahan dari segi psikologis, tidakkah Anda sedikit peka akan revolusi taktikal? Memang kami insyaf benar bahwa Anda lebih paham akan hal itu. Tapi yang sangat kami sayangkan adalah kerasnya kepala Anda, Seolah-olah formasi 4-2-3-1 itu mutlak. Ada-tidak adanya pemain tidak menghalangi terus menjalankan skema yang sama. Anda memerintah untuk tetap bermain bola dengan umpan-umpan pendek penuh gaya tanpa sadar diri bahwa di dalam tim tidak terdaftar nama Lionel Messi maupun Xavi. Memang sih indah, tapi ini lapangan tuan! Bukan panggung Shakespeare!

Atau tuan, sudahlah. Istirahatkan saja dirimu itu. Rambutmu yang putih semakin memutih saja. Wajahmu yang mengkerut semakin berkerut saja. Lakukan sebagaimana bijaksananya Soeharto kala revolusi terjadi di negeri tercintaku ini. Jangan keras kepala semisal Presiden Suriah, Basr Assad yang menolak mundur sampai sekarang. Serahkan kepengurusan pada generasi baru. Percayalah pada ucapan Bung Karno dahulu, "Generasi tua memang menawarkan pengalaman, tapi generasi mudalah yang menawarkan pembaharuan."

Nah, jikalau nantinya pengganti tuan itu ternyata sama saja atau bahkan tidak lebih baik, tuan tinggal lambaikan tangan saja dan berkata "Gimana nak? Masih enak zamanku kan?"

*Penulis merupakan Alumnus Mapk Man 1 Surakarta. Menyukai sepakbola bukan hanya sebagai olahraga. Dapat dihubungi melalui akun twiter @munandarharits1.

ed; fva

Komentar