Kontemplasi dalam Lagu P-Project untuk Ulang Tahun PSSI

Cerita

by Redaksi 32

Redaksi 32

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kontemplasi dalam Lagu P-Project untuk Ulang Tahun PSSI

Tepat pada hari ini, PSSI berulang tahun yang ke-86. Mungkin tak banyak yang mengetahui dan peduli akan hal tersebut, setelah apa yang terjadi dengan kondisi sepakbola sekarang. Namun, apapun masalah yang telah dibuat PSSI dalam dunia persepakbolaan tanah air, kita tak bisa mengesampingkan jasa PSSI.

Telah banyak orang yang menunjukkan kebanggaannya tentang sepakbola Indonesia, termasuk para pemusik yang menciptakan lagu yang didedikasikan untuk Timnas Indonesia, seperti Padi, Slank, Dewa 19, NTRL dan Pee Wee Gaskins.

Meski banyak lagu yang mengapresiasikan tentang sepakbola tanah air tersebut, namun ada satu lagu paling mengenang, itu adalah lagu Padhyangan Project atau lebih dikenal dengan P-Project dengan judul Kop dan Headen. Lagu tersebut merupakan lagu parodi yang merupakan gubahan dari lagu yang aslinya berjudul “Close to Heaven” milik Color Me Badd.

Grup Musik asal Bandung tersebut membuat lirik lagu untuk menyindir tentang carut marutnya persepakbolaan tanah air. Uniknya meski lagu tersebut dirilis pada 1994, namun situasi yang digambarkan dalam lagu tersebut masih sama dengan kondisi sekarang. Atau, bisa jadi masalah dalam lirik lagu tersebut menunjukkan kalau sejak 22 tahun silam hingga sekarang sepakola di negara kita tidak mengalami perkembangan.

“Semenjak zamannya Maladi
Hingga ke zaman Ronny Patinasarany
Mereka berjuang demi negeri
Untuk satu nama PSSI”

Maladi merupakan mantan penjaga gawang Indonesia dan menjadi Ketua Umum PSSI serta pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga di era Presiden Sukarno. Sementara Ronny Patinasarani adalah mantan kapten Timnas Indonesia serta menjadi pemain terbaik pada Galatama. Torehan terbaiknya adalah ketika membawa Tim Merah Putih meraih medali perak di ajang Sea Games 1979 dan 1981. Kedua sosok tersebut merupakan pejuang PSSI untuk negeri ini.

“Namun kini zamannya tlah berganti
Pemain seringnya malah berkelahi
Permainan sudah tidak fair lagi
Hanya jadi ajang bela diri”

Setelah berganti zaman, di era sekarang perkelahian antar pemain bukan hal yang asing. Baku hantam antar pemain kerap terjadi, tak hanya di divisi bawah tetapi juga di level tertinggi piramida sepakbola Indonesia. Aksi beladiri di lapangan menjadi ajang tambahan selain sepakbola itu sendiri.

Reff:
“Sadarilah bila bermain bola
Lawan jangan cedera
Sadarilah bila dia sengsara
Kita jadi bikin dosa”

Para pemain harus menyadari tentang sportivitas dalam sepakbola. Tak diperbolehkan untuk menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan termasuk membuat lawan cedera. Selain hal tersebut merugikan lawan, tentu aksi tersebut merupakan perbuatan yang tercela.

“Wasit ada di posisi yang rumit
Karena keputusannya yang sulit
Tak heran pemain banyak yang berkelit
Mengejar wasit terbirit-birit”

Aksi kekerasan tak hanya berimbas kepada pemain, akan tetapi juga berdampak terhadap wasit yang memimpin pertandingan. Sering terjadi pemukulan terhadap pengadil lapangan tersebut akibat pemain tak bisa menerima keputusan yang diambilnya. Wasit berada dalam posisi yang sulit karena mereka diwajibkan menegakkan peraturan selama berlangsungnya pertandingan, namun di sisi lain mereka juga merasa terancam apabila para pemain yang tak menerima keputusan tersebut melukai mereka.

“Sadarilah bila di sepakbola
Ingat aturannya
Sadarilah bila di sepakbola
Wasit berkuasa”

Para pemain harus bisa berpikir dewasa, dan kembali mengingat aturan dasar dalam sepakbola bahwa wasit berkuasa. Apapun keputusan wasit, meski itu merugikan tim, wajib dihormati oleh para pemain demi kelancaran pertandingan.

“Penontonpun harus sadar diri
Berikanlah dukungan yang berarti
Dan junjunglah sportivitas yang tinggi
Menuju sepak bola prestasi”

Tak hanya para pelaku di lapangan yang harus menjunjung sportivitas, akan tetapi penonton juga harus sadar diri. Tak perlu memberikan hal kontroversi akan tetapi menunjukkan dukungan yang berarti untuk membawa sepakbola Indonesia berprestasi.

“Sadarilah bila penonton tertib
Kitapun gembira
Sadarilah bila penonton tertib
Bukan cari gara-gara”

Bila penonton tertib tentu akan membuat para pemain semakin bergembira karena merasakan dukungan dari mereka. Penonton harus menyadari pentingnya ketertiban dalam mendukung tim kesayangan bukan mencari gara-gara.

Meski lagu tersebut dirilis pada 1994 namun secara garis besar permasalahan yang dibahas masih sama dengan apa yang terjadi di lapangan, seperti tentang perkelahian antar pemain, pemukulan terhadap wasit dan keributan suporter. Permasalahan bukannya menjadi berkurang namun justru bertambah kompleks tatkala pengaturan skor hingga dugaan korupsi dalam tubuh PSSI yang tentu merusak citra dari organisasi sepakbola di Indonesia tersebut.

Semoga di ulang tahun yang ke-86 ini menjadi momen yang tepat untuk berbenah, sehingga tak ada lagi dugaan korupsi dan praktik dualisme di dalamnya. Dengan diselenggarakannya turnamen Indonesia Soccer Championship (ISC) pada 29 April mendatang semoga akan kembali membuat sepakbola tanah air menjadi semakin semarak.




Foto: ongisnade

Komentar