3 Kelemahan Persib yang Bisa Dieksploitasi Arema

Taktik

by redaksi

3 Kelemahan Persib yang Bisa Dieksploitasi Arema

Persib akhirnya kembali ke Gelora Bung Karno, Jakarta, setelah terakhir kali berlaga di sana di babak final Piala Presiden 2015. Di ajang Piala Bhayangkara ini mereka berhasil masuk ke final setelah mengalahkan Bali United dengan skor 1-0 di babak semifinal yang digelar pada hari Rabu (30/3) lewat gol tunggal dari Tantan di menit ke-77. Di babak final, Persib akan berhadapan dengan Arema Cronus di babak final yang akan digelar pada hari Minggu (3/4) malam.

Menghadapi Arema Cronus, ada beberapa catatan yang harus Persib perhatikan. Hal ini juga menjadi kelemahan yang mendasar bagi Persib dan mungkin saja akan dieksploitasi oleh Arema Cronus dalam pertandingan final nanti.

Buruk dalam transisi karena minimnya peran gelandang serang

Makan Konate meninggalkan Persib setelah Persib tidak mampu lolos dari babak penyisihan grup Piala Jenderal Sudirman. Makan Konate bergabung dengan klub Malaysia, T-Team, bersama dengan pelatih Rahmad Darmawan dan rekan senegaranya yang juga pernah membela klub Sriwijaya FC, Abdoulaye Maiga.

Kehilangan Makan Konate inilah yang menjadi salah satu kehilangan sekaligus kelemahan bagi Persib. Perginya Makan Konate ke Malaysia meninggalkan sebuah lubang yang cukup dalam bagi Persib, utamanya di posisi pemain yang berperan sebagai seorang playmaker. Dengan tiadanya pemain yang mampu bermain sebagai seorang playmaker, Persib menjadi kesulitan ketika akan membangun serangan karena tidak ada pemain yang mampu mengalirkan bola dari lini belakang ke lini depan.

Persib memang sangat baik dalam bertahan. Hanya kebobolan 1 gol dalam lima laga, empat di antaranya secara beruntun membuat cleansheet. Hanya saja, lini pertahanan Persib sebenarnya masih belum stabil dan relatif masih gampang goyah. Beruntung kinerja Hariono dan Taufiq sebagai poros ganda dalam formasi 4-2-3-1 berhasil melindungi pertahanan dengan baik. Hariono dan Taufiq adalah kombinasi yang tepat. Hariono kuat dalam duel satu lawan satu, mahir melakukan man to man marking. Sedangkan Taufiq cerdas membaca permainan lawan dan pandai melindungi area (singkatnya: zonal marking).

Masalahnya, Persib sering buruk melakukan transisi dari bertahan ke menyerang. Siapa pun gelandang serang yang dipasang, baik itu Gian Zola (di laga vs Mitra Kukar) maupun Kim Kurniawan (di laga vs Pusamania dan PS TNI) atau Atep (di laga semifinal vs Bali United), selalu saja tak maksimal memainkan perannya. Atep memang sempat membuat gol dari area gelandang serang di laga melawan PS TNI, namun secara keseluruhan ia sering buruk mengambil keputusan dalam distribusi bola. Begitu juga Kim yang terlihat kurang visioner menempati posisi gelandang serang, lebih menonjol lari ke sana ke mari, tapi kurang jitu dalam membaca lubang-lubang di pertahanan lawan.

Formasi 4-2-3-1 akan berjalan maksimal jika memiliki gelandang serang yang bagus. Ia bukan hanya bertugas memimpin transisi dari bertahan ke menyerang maupun dalam distribusi bola, melainkan sebagai pemecah kebuntuan melalui pergerakan dari lini kedua. Inilah yang dulu dengan sangat baik diemban Makan Konate. Gol Konate ke gawang Arema pada putaran pertama ISL 2014 di Bandung, kala itu kedudukan sementara 2-2, memperlihatkan pentingnya gelandang serang sebagai pemecah kebuntuan.

Dalam ajang Bali Island Cup, Persib sempat mencoba Rahmat Hidayat sebagai pemain yang mengisi posisi yang ditinggalkan oleh Makan Konate. Rahmat mampu melakukan peran ini dengan baik, dan di ajang Bali Island Cup Rahmat mampu menorehkan satu gol ketika pertandingan awal melawan PSS Sleman.

Di partai final pun, meskipun Persib menelan kekalahan melawan Arema dengan skor 1-0, berkat adanya Rahmat di posisi gelandang serang dan berperan sebagai gelandang serang, membuat Persib mampu menguasai pertandingan, terutama di babak kedua.

Tapi, di Piala Bhayangkara ini, Persib harus kehilangan Rahmat Hidayat setelah pemain asal Medan ini menerima cedera saat Persib beruji tanding melawan PS Polri. Pemain-pemain yang sudah dicoba untuk bermain di posisi itu selama ajang Piala Bhayangkara ini, seperti Kim Kurniawan maupun Atep, tidak mampu melakukan peran ini dengan baik. Sebenarnya, ada Gian Zola yang bisa menempati posisi ini, tapi ia masih sangat membutuhkan jam terbang untuk mengisi posisi vital itu.

Akhirnya, sebagai solusi Dejan Antonic, pelatih Persib lebih sering memaksimalkan serangan dari sisi sayap ataupun serangan yang sifatnya direct dengan memanfaatkan Juan Belencoso yang dapat menarik bek.

Grafis umpan silang Persib
Grafis umpan silang Persib vs Bali United

Capture
Grafis umpan silang Persib vs PS TNI. Merah=gagal, biru=berhasil

Dari grafis dan video di atas, dapat terlihat bahwa Persib begitu memanfaatkan sisi sayap dan juga serangan direct untuk menjebol pertahanan lawan. Melawan Arema yang keempat bek sejajarnya bermain dengan rapat dan disiplin, bermain dengan pressing yang ketat, seperti yang diperlihatkan ketika babak semifinal melawan Sriwijaya FC, akan membuat Persib kesulitan dalam mengalirkan bola ke depan.

Sayap Kiri yang kurang kontributif dalam serangan

Di ajang Piala Bhayangkara ini, Persib berhasil mencetak dua gol melalui sayap kiri, dan pemain yang berperan adalah pemain yang sama, yaitu David Laly. Dua gol melalui sayap kiri ini dicetak ketika Persib melawan Mitra Kukar (serangan sayap kiri yang berujung tendangan penalti) dan Bali United (serangan sayap kiri yang berujung gol Tantan).

Namun, selama ajang Piala Bhayangkara ini, sayap kiri sama sekali tidak kontributif dalam serangan. Sisi yang biasanya dihuni oleh Atep yang ditopang oleh Tony Sucipto (Atep kerap bergantian dengan Tantan ataupun Febri Haryadi) ini tidak bisa berkontribusi lebih banyak dalam serangan. Sisi ini kalah agresif jika dibandingkan sisi kanan yang kerap dihuni oleh Samsul Arif yang berkolaborasi dengan Yanto Basna ataupun Dias Angga. Bahkan, ketika melawan Mitra Kukar, sisi kiri menjadi tempat awalnya gol Mitra Kukar bermula, saat Atep gagal menghalau Septian David saat akan melakukan crossing.

Selama ajang Piala Bhayangkara, sisi kiri Persib hanya menjadi decoy, seperti yang terjadi ketika melawan Mitra Kukar di babak penyisihan grup ataupun melawan Bali United di semifinal. Ketika itu Febri Haryadi menjadi decoy ketika ia menghabiskan stamina para fullback kanan lawan. Ketika melawan Kukar, ia menghabiskan stamina dari Abdul Gamal. Ketika melawan Bali United, Febri menghabiskan stamina dari Ganjar Mukti. Inilah yang membuat David Laly dapat menjalankan perannya untuk mengobrak-abrik sisi kanan pertahanan lawan karena stamina Gamal maupun Ganjar yang sudah habis akibat harus beradu sprint dengan Febri.

https://youtu.be/0_3_N_RKdJU

Hanya saja, hal ini boleh jadi tidak akan bisa dilakukan Dejan ketika melawan Arema nanti. Arema memiliki stok fullback kanan yang melimpah. Meskipun nanti Ryuji Utomo habis staminanya karena harus meladeni permainan cepat Febri atau Atep, Arema masih memiliki stok fullback kanan berkualitas di dalam diri Hasyim Kipuw maupun Benny Wahyudi.

Itulah yang dilakukan Milomir di laga melawan SFC. Ketika Benny Dollo memasukkan Bayu Gatra, SFC sempat terlihat berbahaya dari sisi kanan. Lalu Milo mengantisipasinya dengan memasukkan Hashim Kipuw yang masih segera untuk mendukung Ryuji. Ketika Ryuji ditarik keluar, Kipuw langsung menempati posisi fullback kanan. Dalam situasi kebugaran yang lebih baik, Kipuw bisa mengantisipasi masuknya Bayu Gatra.

Agresifitas dalam pressing yang dilakukan dengan "jorok"

Di ajang Piala Bhayangkara ini, Persib bisa juga disebut sebagai tim yang "jorok". "Jorok" di sini adalah jorok dalam hal kartu kuning dan kartu merah yang sudah diterima oleh para pemain Persib. Sepanjang gelaran Piala Bhayangkara, total Persib sudah mendapatkan 13 kartu kuning dan dua kartu merah. Ini memperlihatkan betapa "jorok"nya permainan Persib.

Boleh jadi ini konsekuensi logis dari gaya bermain Dejan Antonic yang cenderung lebih agresif dalam melakukan pressing. Pilihan taktik yang lebih sering menunggu di kedalaman, memaksa Persib -- terutama para pemain bertahan -- untuk lebih agresif kala lawan sudah memasuki sepertiga akhir pertahanan. Akhirnya, Persib lebih rentan melakukan pelanggaran dan dari sanalah kartu demi kartu akhirnya bermunculan.

Ini harus menjadi catatan tersendiri karena Arema punya seorang Cristian Gonzales, penyerang oportunis -- bukan hanya dalam memanfaatkan ruang di kotak penalti namun juga dalam soal memancing lawan untuk melakukan pelanggaran. Penting bagi Persib untuk lebih berhati-hati dalam melakukan tekanan kepada lawan agar tidak banyak tendangan bebas bagi Arema di depan kotak penalti.

Tapi, ini bukan sekadar tentang "jorok" saja. Ketiadaan sosok pemimpin (dalam hal ini pemain yang paling senior) menjadi salah satu sebab kenapa banyaknya kartu kuning dan kartu merah yang diterima oleh pemain Persib. Sosok Firman Utina di musim lalu yang menjadi pemain paling senior dan mengayomi rekan-rekannya sudah tidak ada, dan itu adalah salah satu kehilangan juga yang cukup berharga bagi Persib.

Atep yang didapuk menjadi kapten tidak mampu menjadi pengayom yang baik bagi timnya. Ketika ada situasi Persib dirugikan, Atep tidak mampu membela rekan satu timnya. Protes kepada wasit justru dilakukan oleh Tony Sucipto yang sangat vokal membela rekannya saat kawannya mendapatkan kartu.

Capture
Tony dan Hariono yang berusaha untuk protes kepada wasit akibat aksi keras Tupamahu saat melanggar Belencoso dalam match Persib vs Pusamania

(sf)

Komentar