United Alami Stockholm Syndrome di Era Van Gaal

Cerita

by redaksi

United Alami Stockholm Syndrome di Era Van Gaal

Manchester United sekarang tak lagi menjadi sebuah tim adidaya--seperti yang diakui Louis van Gaal (Kejayaan Manchester United adalah masa lalu). Di kompetisi Liga Primer mereka kini terseok di posisi keenam, dan kans untuk meraih gelar juara ke-21 hampir pasti akan sirna. Bahkan untuk meraih tiket ke Eropa pun mereka masih harus berjuang keras.

Kedigdayaan MU seolah pupus, bukan cuma di liga domestik, tetapi juga di kompetisi Eropa, khususnya Liga Champions. Dengan status peraih tiga kali gelar juara, MU justru terlempar ke Europa League, kompetisi tingkat kedua karena tersisih di fase grup. Sementara itu, peluang untuk lolos ke babak selanjutnya pun menipis setelah takluk 0-2 dari Liverpool pada leg pertama yang dihelat di Anfield.

Hal itu ditambah dengan hasil buruk yang diraih di babak perempat final ajang Piala FA. David De Gea dan rekan-rekan harus bersusah payah hanya untuk meraih hasil imbang 1-1 atas West Ham di Old Trafford. Dengan skor tersebut maka akan digelar laga ulangan (replay) yang bertempat di Boleyn Ground, markas The Hammers.

Jika berbicara mengenai sebuah klub besar, tentu klub tersebut wajib bermain konsisten dalam meraih kemenangan atau minimal penggemar tidak merasa khawatir dan was-was saat melakoni laga. Hal itulah yang kini dirasakan oleh penggemar Manchester United, di mana pertandingan yang dulunya dirasa mudah kini menjadi sebuah pertandingan yang menyeramkan. Menghadapi tim sekelas Stoke City, Sunderland, Bournemouth, Norwich City, dan West Bromwich Albion, yang notabene merupakan musuh sepele, kini merupakan hal yang sulit. Terbukti di semua pertandingan melawan klub tersebut United harus menelan kekalahan.

Andai ada seseorang yang dikambinghitamkan mungkin sebagian besar orang akan menunjuk Louis Van Gaal, arsitek yang dalam dua tahun belakangan melatih United. Pelatih senior asal Belanda tersebut telah banyak merasakan asam garam kepelatihan pada awal 1990-an. Jika dibandingkan dengan David Moyes yang notabene juga pernah menjadi kambing hitam di Old Trafford, tentu kelasnya berbeda dengan Van Gaal.

Van Gaal telah sukses meraih titel juara liga bersama Ajax Amsterdam, Barcelona, serta Bayern Munchen, termasuk gelar Liga Champions kala membesut Ajax. Kariernya sebagai pelatih Timnas Belanda juga tak bisa diaanggap remeh, setelah sukses membawa de Oranje menduduki peringkat ketiga pada Piala Dunia 2014 silam.

Akan tetapi nasib yang berbeda dialaminya saat melatih United. Ia cuma membawa Setan Merah finis diurutan keempat musim lalu dan kini hingga pertandingan ke-29 mereka hanya bercokol di posisi keenam; Sebuah realita yang tentu jauh dari harapan untuk merengkuh trofi Liga Primer.

Akan tetapi para pemain dan penggemar yang merupakan “korban” dari Van Gaal serasa menikmati masa-masa seperti ini. Seakan tak ada niat untuk benar-benar lepas dari jeratan pelatih berusia 64 tahun tersebut. Beberapa waktu yang lalu santer terdengar akan kalimat “LVG Out”, akan tetapi sampai sekarang belum ada tindakan nyata mengenai keputusan tersebut. Dan apa yang dialami oleh Manchester United adalah sebuah Stockholm Syndrome.

Stockholm Syndrome adalah sebuah respon psikologis yang dialami seorang korban penyanderaan yang menunjukkan tanda-tanda kesetiaan seperti empati dan simpati kepada sang penyandera tanpa memedulikan risiko yang akan dialami oleh korban tersebut. Sebuah tindakan yang sebenarnya tidak rasional karena tentu akan membahayakan nyawa dari sang korban itu sendiri.

Dan hal tersebut yang kini dialami oleh Manchester United yang setia dengan kepelatihan Van Gaal meskipun kini ia telah “menyandera” United dan membuatnya tak lagi sebebas dulu dalam mengejar gelar juara. Namun apa mau dikata jika United sang “korban” secara tak sadar begitu mencintai Van Gaal.

Foto : Footballtransfertavern

ed: fva

Komentar