The Secret Life of Riechedly Bazoer

Cerita

by redaksi

The Secret Life of Riechedly Bazoer

Walter Mitty bukanlah seseorang yang populer di lingkungan tempatnya bekerja. Ia "hanya" seorang pengarsip klise foto di bagian "Negative Assets" di majalah Life. Hidupnya datar-datar saja, sampai pada akhirnya, direksi memutuskan untuk menghentikan produksi majalah Life dan mengubahnya ke dalam format digital atas nama efisiensi.

Hari-hari terakhir Mitty di Life, diisi dengan rasa gundah gulana. Pasalnya, ia tidak menemukan klise nomor "25" yang diberikan Sean O'Connell, fotografer Life. Padahal, klise tersebut akan dijadikan sampul dari edisi terakhir majalah Life. Connell sendiri memberi pesan bahwa klise tersebut sebagai "esensi dari kehidupan".

Singkat cerita, Mitty berkeliling dunia untuk mencari O’Connell, mulai dari ke Greenland, Islandia, Nepal, sampai akhirnya di suatu daerah di pegunungan Himalaya, ia menemukan O’Connell yang sedang diam mengamati sesuatu di balik bebatuan. Saat itu Mitty langsung duduk di samping O’Connell, dan O’Connell pun secara spontan menjelaskan tujuannya diam di tempat itu.

“Diamlah, di sini ada sesuatu yang menarik. Ia tak pernah membiarkan dirinya terlihat. Yah, memang, sesuatu yang indah akan menjadi pusat perhatian dengan sendirinya,” ujar O’Connell.

Lalu, setelah O’Connell mengatakan itu, muncullah seekor macan tutul yang langka. Namun, alih-alih mengabadikannya dengan kamera yang ia miliki, O’Connell hanya mengamati macan tutul itu berlalu dan mengatakan kepada Mitty bahwa, terkadang, obyek indah tak selalu ia tangkap dengan kameranya dan menjadikannya sebuah foto. Ia membiarkan obyek itu berlalu, karena ia tahu kalau banyak juga orang lain yang ingin melihatnya sehingga ia membiarkan obyek itu berlalu agar ia bisa dinikmati juga oleh orang lain.

Tapi, menarik untuk melihat ucapan O’Connell bahwa “sesuatu yang indah akan menjadi pusat perhatian dengan sendirinya”. O’Connell seolah mengingatkan kepada kita bahwa hal yang indah dan menawan memang akan diperhatikan orang, tanpa harus dipromosikan ataupun diperkenalkan. Jika melihat ucapannya di atas, hal ini juga berlaku untuk para pesepakbola.

Loh? Memang ada hubungannya dengan pesepakbola? Pesepakbola pun sebenarnya adalah sebuah obyek. Selain memang pesepakbola juga menjadi subyek dalam setiap permainan di lapangan, mereka juga menjadi obyek perhatian, yang kadang menarik berbagai kalangan orang untuk memerhatikannya. Apalagi jika obyek itu menarik, seperti yang dikatakan O’Connell, ia tidak perlu mempromosikan dirinya seperti Nicklas Bendtner hanya untuk menarik perhatian orang lain.

Hal inilah sekarang yang sedang di alami oleh Riechedly Bazoer, pemain muda asal Ajax Amsterdam. Pemain kelahiran 1996 ini sekarang sedang menjadi pusat perhatian klub Eropa karena penampilan menawannya yang membuat klub-klub besar Eropa tertarik. Yah, begitulah, jika memang ia obyek yang indah, pasti ia akan menarik perhatian orang lain dengan sendirinya.

Besar di PSV, namun menjadi pemain penting di Ajax

Riechedly-Bazoer

Bazoer yang sedang merayakan gol dalam salah satu laga Ajax di Eredivisie Belanda. Foto: mirror.co.uk

Bazoer menghabiskan masa mudanya di tim muda PSV Eindhoven. Namun, tepat pada November 2012 ia bergabung dengan status bebas transfer ke Ajax Amsterdam U-19. Sejak saat itu, klub-klub besar Eropa mulai memerhatikan penampilan dan pergerakannya karena memang ia dianggap sebagai obyek yang menarik di Ajax.

Satu tahun merumput bersama Ajax U-19, ia naik kelas ke Ajax U-21. Pada Oktober 2014, Pelatih Ajax, Frank de Boer memberikan kesempatan bagi Bazoer untuk membela tim senior Ajax. Sejak saat itu, tak terasa sudah dua tahun berlalu dan ia sekarang menjadi salah satu figur penting di lini tengah Ajax. Pemain kelahiran Utrecht, 12 Oktober 1996 ini, telah mencatatkan 40 penampilan dan mencetak enam gol.

“Riechedly (Bazoer) adalah pemain yang sangat berbakat. Saya bahkan bisa mengatakan bahwa ia adalah masa depan dari sepakbola Ajax dan Eropa,” ujar De Boer.

Hal yang patut dilihat adalah keberanian Bazoer pindah dari PSV ke Ajax. Padahal, dua kesebelasan tersebut adalah rival di Eredivisie. Bazoer pun menyatakan kalau semua ini dilakukan agar ia bisa berkembang di masa depan. “Saya kira Ajax sedang membangun sesuatu yang spesial di sini dan saya ingin menjadi bagian dari tim ini. Saya ingin tetap menjadi pemain regular di sini, berkembang, dan belajar dari pemain-pemain hebat seperti Dennis Bergkamp, Jaap Stam, dan Wim Jonk,” ujar Bazoer.

Dengan tipikal permainan yang mirip seperti pendahulunya di Belanda, Frank Rijkaard dan Clarence Seedorf, ia menjadi motor serangan Ajax di lini tengah dalam formasi 4-3-3 andalan Frank de Boer. De Boer memasang Bazoer untuk menjadi seorang gelandang box-to-box karena staminanya yang kuat, dibarengi dengan kepintarannya dalam membangun serangan dari lini tengah. “Bazoer sangat cepat dan kuat. Selain itu, ia pun bisa bermain dengan lepas di lapangan, mengatur permainan,” ujar De Boer.

Menjadi “sesuatu yang indah” dan mulai menarik perhatian

Dengan konsistensi permainannya selama dua tahun membela Ajax, mulai banyak kesebelasan yang menyatakan ketertarikannya kepada Bazoer. Umumnya, kesebelasan-kesebelasan tersebut berasal dari liga-liga top Eropa macam Arsenal, Chelsea, Manchester City, Napoli, Bayern Muenchen, dan Barcelona. Beberapa di antara mereka bahkan sudah melakukan pendekatan, seperti Napoli, Chelsea, dan City.

Namun, Bazoer pun memiliki keputusan ia sendiri. Ia memutuskan untuk tetap menjadi “sesuatu yang indah” di Ajax sampai 2020. Selain itu, ia pun punya masa depan pilihannya sendiri ketika ia kelak pergi meninggalkan Ajax. “Terima kasih atas semua tawarannya, namun, saya belum berpikir untuk pergi. Mungkin ketika saya nanti berusia 22 atau 23 tahun, baru saya akan pergi meninggalkan Ajax. Impian saya adalah membela Barcelona, dengan gaya tiki-taka nya yang saya kira akan cocok dengan permainan saya,” ujarnya.

Memang, benar apa kata Sean O’Connell, kalau sesuatu yang indah tidaklah memerlukan perhatian. Cepat atau lambat, pasti akan banyak yang memerhatikan keindahannya, dan Riechedly Bazoer adalah salah satu dari sekian banyak “sesuatu yang indah” itu. Tapi, ada baiknya mencermati juga apa yang O’Connell lakukan saat ia mengamati macan tutul di pegunungan Himalaya; membiarkan ia pergi dan tidak menangkapnya karena ia tahu masih banyak orang lain yang ingin menyaksikan keindahannya juga.

Pun dengan Mitty. Pada akhir kisah, ia terkejut setelah mengetahui apa di balik klise nomor "25" tersebut. Di balik kehidupannya yang datar-datar saja, ia pun tahu kalau sesuatu yang indah akan menjadi pusat perhatian dengan sendirinya.

(sf)

foto: mirror.co.uk, qoutesaga.com

ed: fva

Komentar