Apa Kabar Robinho, Si "The Next Pelé"?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Apa Kabar Robinho, Si

Oleh: Freddi Sidauruk*

Namanya Robson de Souza. Pada 2005, ia sempat membuat heboh setelah proses kepindahannya dari Santos FC menuju Real Madrid berlangsung begitu lama dan alot. Santos ingin menjaga salah satu pemain terbaiknya, sementara Los Merengues ingin mengumpulkan para bintang sepakbola dunia di Santiago Bernabeu.

Keinginan Madrid sejalan dengan keinginan Robson, atau kita sebut saja Robinho agar terdengar lebih populer. Sang Mega Bintang ingin memancarkan sinar terangnya di tanah Eropa. Madrid pun menyiapkan 24 juta euro untuk pesepakbola muda yang kala itu belum genap berusia 22 tahun.

Harapan pun membumbung tinggi. Terlebih Robinho mengenakan nomor punggung “10” yang secara tradisional digunakan oleh pesepakbola yang punya pengaruh besar di dalam tim. Di Madrid, mereka di antaranya Ferenc Puskas, Michael Laudrup, dan Luis Figo.

Robinho meneruskan pengguna nomor “10” setelah kepergian Figo ke Inter Milan. Nomor “10” yang dikenakan Robinho melengkapi urutan nomor yang digunakan oleh seniornya di Brasil yakni Juli Baptista (8) dan Ronaldo (9). Hal ini juga ditambah dengan penggunaan nomor punggung “11” oleh Cicinho pada transfer musim dingin berikutnya.

Keberadaan pelatih Vanderlei Luxemburgo yang berkebangsaan Brasil, diharapkan mampu mempercepat proses adaptasi Robinho yang kala itu dijuluki “The Next Pele”.

Pekan pertama La Liga musim 2005/2006, Robinho langsung mendapatkan debutnya. Ia masuk pada menit ke-66 menggantikan Thomas Gravesen. Gol pertama Robinho baru hadir pada pekan keempat saat Madrid menjamu Athletic Bilbao.

Pada musim pertamanya di Madrid, Robinho telah melalui 37 pertandingan. Hal ini seolah memberikan tanda bahwa ia akan menjadi bagian penting bagi Los Blancos. Dua musim berikutnya, Robinho tetap menjadi andalan Real Madrid dengan 32 kali tampil setiap musim.

Namun, harapan besar Madridistas terhadap keberadaan Robinho nyatanya tidak berjalan baik. Dari 137 pertandingan bersama Madrid, ia cuma mampu mencetak 35 gol. Raihan ini tentu jauh dari harapan para penggemar Madrid sehingga menimbulkan kerenggangan di antara keduanya. Hubungan kurang mesra ini dimanfaatkan oleh Manchester City untuk memboyongnya demi mencicipi persaingan di Liga Inggris.

Pada 2008/2009, City resmi memboyong Robinho dengan nilai 43 juta euro. Sama halnya seperti memulai debutnya di Madrid, Robinho pun demikian. Ia mencetak 14 gol dalam 31 pertandingan Liga Inggris yang menurut saya adalah sebuah awal yang baik bagi para pemain yang baru pertama kali merasakan gaya permainan kick and rush ala Liga Inggris. Musim berikutnya, sama seperti yang dijalani di Real Madrid, Robinho kembali berulah yang membuat manajemen Manchester City habis kesabarannya dan meminjamkan robinho ke klub awal kariernya yaitu Santos.

Di klub lamanya pun, Robinho tidak dapat berbuat maksimal. Berdasarkan data transfermarkt, pada masa peminjamannya, Robinho hanya tampil dua kali. Hal ini membuat Santos mengembalikan Robinho ke Manchester City. Namun, ia sepertinya sudah tak punya tempat lagi di Manchester Biru.

Robinho pun akhirnya diboyong AC Milan dengan nilai transfer 18 juta euro. Di kesebelasan yang identik dengan pemain Brasil, Robinho diharapkan bisa berprestasi dengan baik. Soalnya, terdapat sejumlah seniornya di Brasil seperti Ronaldinho, Thiago Silva dan Pato yang dirasa mampu mempercepat adaptasi robinho.

Apa yang terjadi pada Robinho di Milan, hampir sama seperti yang terjadi pada dua klub pertamanya di Benua Biru. Musim 2010/2011 yang menjadi musim pertamanya di Italia dilalui dengan mulus, 14 gol dalam 34 pertandingan menjadi sebuah catatan yang bagus.

Pada musim berikutnya, terjadi penurunan performa di mana tiga musim berikutnya Robinho tampil tidak lebih dari 29 pertandingan permusim di Serie A. Cedera yang menghampirinya memaksanya menepi atau ketidaksesuaian taktik pelatih dengan posisi Robinho memaksanya menjadi penghangat bangku cadangan.

Performanya yang tidak stabil memaksa AC Milan pada awal musim 2014/2015 meminjamkan Robinho kembali ke Santos. Pada masa peminjaman edisi kedua ini pun Robinho kembali tidak mampu berbuat maksimal. Ia hanya mampu mencetak enam gol dalam satu tahun, membuat harapan publik pada sang megabintang The Next Pele semakin jauh dari harapan.

Santos pun akhirnya mengembalikan Robinho ke AC Milan. Hal yang sama seperti ketika kembali dari peminjaman edisi pertama yang lalu. AC Milan sepertinya tidak ingin melanjutkan kerja sama lagi dengan sang bintang. Hal ini memaksa sang bintang mencari klub baru, dan akhirnya klub baru itu pun didapat meski harus jauh berpindah ke timur menuju Negeri Tirai Bambu untuk memperkuat GZ Evergrande pada musim 2015/2016.

Di klub barunya tersebut, Robinho kembali dilatih oleh pelatih dari Brasil yaitu Luiz Felipe Scolari. Robinho tidak dapat berbuat lebih meskipun sudah mencari klub sampai ke Benua Asia. Sepuluh pertandingan di China Super League dengan koleksi tiga gol sepertinya menjadi hasil yang mampu diraih olehnya.

Kebintangannya pun semakin meredup takkala Robinho hanya menjadi penghangat bangku cadangan saat GZ Evergrande tampil di FIFA Club World Cup menghadapi Barcelona. Big Phil lebih memilih memainkan Elkeson atau Long Zheng di posisi sayap kiri dibandingkan seorang Robinho. Robinho hanya tampil pada 45 menit pada pertandingan perebutan tempat ketiga sebelum digantikan oleh Long Zheng.

Hal ini tentunya membuat Robinho berpikir untuk menyelamatkan karirnya. Pada pertengahan 2015/2016 Robinho memutuskan untuk mengakhiri kariernya di Tiongkok dan memilih untuk kembali ke Brasil untuk memperkuat Atletico Mineiro.

Mungkin, Robinho berpikir kalau dengan kembali ke Brasil ia bisa mengangkat raihan sang bintang. Meski usianya telah mencapai 32 tahun, Robinho diharapkan masih mampu bersaing.

Harapan, keinginan serta julukan The Next Pele yang diberikan kepadanya belasan tahun yang lalu mungkin terasa berat sehingga sang bintang tidak dapat mewujudkannya dengan baik. Sebanyak 83 gol yang dicetak dalam kurun waktu sepuluh tahun di benua biru mungkin tidak akan sebanding dengan apa yang diharapkan padanya.

Tetapi, tidak ada gunanya kembali melihat ke belakang, mungkin dengan waktu tiga atau empat musim kedepan, masih ada prestasi yang mampu diraih oleh sang mega bintang di tanah kelahirannya meskipun mungkin sulit untuk menyamai prestasi sang legenda Pele. Brasil mungkin adalah tempat bagi The Next Pele untuk gantung sepatu dan mengakhiri masa pengabdiannya menghibur para pencinta sepakbola. Keep Fighting The Next Pele.

Baca juga: Beban Berat Pemain Muda

Sumber tulisan: Detik Sport, nurfahmi.wordpress.com/2008/09/14/robinho-sang-kontroversi/, denryko7.blogspot.co.id/2015/02/6-pemain-brasil-yang-hancur-di-usia.html, https://www.supersoccer.co.id/sepakbola-internasional/nomor-10-kramat-di-real-madrid/, transfermarkt.com

Foto: dailymail.co.uk

*Penulis merupakan mahasiswa, tinggal di Tangerang Selatan berakun twitter @freddisidauruk

ed: fva

Komentar