Derby London Utara; Pertaruhan Terakhir Wenger?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Derby London Utara; Pertaruhan Terakhir Wenger?

Oleh: Dipa Nugraha

Jose Mourinho di bulan September tahun lalu pernah mengatakan bahwa hanya ada satu manajer di Liga Primer Inggris yang paling enak di dalam bekerja karena tidak pernah mendapatkan tekanan meski gagal berulang-ulang. Ia menambahkan sindirannya bahwa manajer ini sudah gagal berulang-ulang mewujudkan target tiap musimnya namun ia tetap bercokol sebagai “raja” tanpa pernah ada ancaman mengenai pemecatan.

Tidak hanya itu saja, Mourinho juga mengejek kepada pembedaan perlakuan terhadap manajer itu oleh otoritas sepakbola Inggris saat mengomentari wasit. Manajer yang disindir Mourinho itu ia gambarkan terlalu sering mengkritik wasit namun tidak pernah diberi sanksi sebagaimana terjadi pada dirinya.

Sindiran Mourinho saat itu tampaknya dialamatkan ke Arsene Wenger. Semua pundit sepakbola Inggris tahu bahwa Mourinho memang tidak suka kepada Wenger dan sindiran Mourinho, saat itu, dianggap sebagai bentuk kefrustasian yang dialami olehnya di dalam menukangi Chelsea.

Apa yang dikatakan Mourinho saat itu bisa dianggap sebagai bentuk frustasi atas kian buruknya kinerja Chelsea sedangkan musuh bebuyutannya dan tim yang dibesutnya, Arsene Wenger dan Arsenal, dalam kondisi yang baik. Meskipun di dalam konferensi pers-nya itu ia hendak memberikan garis tebal atas pernyataannya bahwa ia hanya menyampaikan fakta saja dan bukan dikarenakan iri: “So, clearly, the facts are there. I don't envy.”

Itu tahun kemarin saat Mourinho masih bercokol sebagai manajer Chelsea dan saat Arsenal masih trengginas. Ekspektasi yang tinggi dari fans Arsenal bahwa musim ini adalah tahun yang diharapkan jadi tahun bagi Arsenal untuk mengangkat trofi Liga Primer Inggris sedangkan hingga pertandingan ke-28 dan sepuluh pertandingan tersisa justru ketrengginasan Arsenal tiba-tiba lenyap telah membuat fans begitu marah kepada Wenger.

Semua dimulai dari kekalahan Arsenal terhadap Manchester United yang kala itu diisi oleh pemain-pemain yang masih muda dan pemain bintang yang bisa disebut berkelas di dalam line-up hanyalah Mata dan Carrick. Kekalahan itu menimbulkan kemarahan bagi kebanyakan fans. Di twitter, banyak fans Arsenal menyatakan kemarahannya. Mulai dari taktik yang salah, tidak nampaknya ambisi untuk memenangkan pertandingan, hingga tetap dipertahankannya Walcott yang sangat tidak efektif selama 63 menit pertandingan dan Ramsey yang berulangkali kehilangan bola tidak diganti hingga akhir pertandingan, membuat fans Arsenal dan pundit sepakbola mempertanyakan apakah Arsene Wenger masih pantas menukangi Arsenal.

Keadaan diperparah dengan kekalahan Arsenal di kandang sendiri oleh tim semenjana, Swansea City, dengan skor 1-2. Walcott yang dalam pertandingan melawan Manchester United diolok-olok oleh fans dengan sentuhan bola hanya 17 kali selama 63 menit, meskipun masuk sebagai pengganti Sanchez, sekali lagi menunjukkan kinerja yang buruk. Joel Campbell yang sangat enerjik, penuh hasrat bertarung, menyumbangkan satu gol, dan merepotkan pertahanan Swansea justru ditarik keluar oleh Wenger sementara Giroud yang telah melakoni 10 laga tanpa gol dan hanya sekali membahayakan pertahanan Swansea justru dimainkan hingga akhir pertandingan. Lebih konyolnya lagi, Ramsey yang berulang kali salah umpan di dalam pertandingan itu malah tetap berada di lapangan hingga peluit akhir pertandingan.

Bukan hanya cemooh dari fans Arsenal saja yang Wenger peroleh ketika menarik keluar Joel Campbell pada pertandingan itu namun juga seakan diperparah dengan pernyataan Alexis Sanchez pasca pertandingan mengenai kompatriotnya yang “lack self-belief; lack a certain hunger.”

Menambah garam pada perih luka Wenger, kritikan pedas bermunculan dari empat penjuru mata angin kepada Wenger. Kekalahan atas Swansea membuat Paul Scholes mendamprat pasukan Wenger yang selalu mengecewakan jika tensi pertandingan begitu tinggi. Sesuatu yang khas Wenger. Bahkan ketika Wenger memiliki skuat yang mumpuni, ia tidak bisa memberikan tekanan kepada skuatnya untuk berbuat lebih. Hal ini juga diamini oleh mantan pemain tengah Arsenal yang kini menjadi pundit sepakbola, Stewart Robson.

Robson menganggap gaya manajerial Wenger yang tidak suka berkonfrontasi dengan para pemainnya dan sering menutupi kesalahan para pemainnya justru membuat Arsenal tidak bisa kompetitif sebagai klub besar selama hampir satu dekade terakhir. Gaya manajerial yang dipertontonkan Wenger telah membuat para pemain Arsenal menjadi kurang motivasi untuk berjuang mati-matian pada setiap pertandingan. Apa yang diungkapkan oleh Robson sebenarnya merupakan sesuatu yang sesuai dengan pengakuan Wenger pada suatu wawancara di tahun 2015, sesuatu hal yang kontradiktif dengan gaya manajerial Ferguson dengan hairdryer treatment-nya. Dan tentu saja gaya manajerial Ferguson tentunya dengan attitude para pemain dari kedua klub pada tiap pertandingan dan setiap musim mungkin bisa menjustifikasi sindiran Robson atas Wenger.

Wenger memang selalu melindungi para pemainnya. Kekalahan yang tidak perlu atas Swansea misalnya, diklaim oleh Wenger sebagai “ketidakberuntungan” saja dan bukan karena lemahnya semangat juang para pemainnya sembari pula menepis keluhan Alexis Sanchez akan lemahnya semangat juang skuat Arsenal, dan masih juga sempat memberi pembenaran atas keputusan salahnya menggantikan Joel Campbell pada pertandingan melawan Swansea.

Pernyataan mantan anak emas Arsene Wenger yang kini menukangi tim Arsenal U-19, Thierry Henry, bahwa seumur-umur dia bermain buat Arsenal belum pernah ia melihat bagaimana para pendukung sangat marah dan kecewa dengan gaya bermain Arsenal saat mereka kalah atas Swansea di kandang  pada sebuah kolom sepakbola di surat kabar Sun pun juga ditanggapi dengan enteng oleh Wenger.

Suara-suara negatif yang menyuarakan pergantian atas Wenger justru kian kencang. Lihat saja bagaimana baru saja Stan Collymore, mantan pemain legendaris Liverpool yang kini rajin mengisi kolom sepakbola Boylesports, menyatakan bahwa Wenger dengan gayanya yang monoton perlu diganti manajer yang berorientasi pada kemenangan dan pencapaian untuk sebuah klub sepakbola yang kaya seperti Arsenal. Ia dengan blak-blakan menyebut nama Diego Simeone sebagai pengganti yang pas. Usulan senada juga disuarakan oleh pundit sepakbola Mark Brus dari media daring Inggris Metro.

Bahkan Paul Merson, mantan pemain Arsenal dan juga pemain timnas Inggris, berharap agar Leicester City atau Tottenham Hotspur bisa memenangkan trofi juara Liga Primer Inggris musim ini. Merson yakin jika yang menjadi juara musim ini Manchester City, Wenger bisa punya seribu satu alasan untuk membuat pemakluman atas kegagalannya bersaing. Wenger memang juga dikenal sering membuat pemakluman yang membosankan atas kegagalannya bersaing di dalam perebutan trofi kompetisi besar dan gelar liga utama. Ia selalu menunjuk bahwa timnya tidak melakukan pembelian besar-besaran sebagaimana tim-tim juara lainnya. Merson yakin jika Leicester atau Tottenham menjadi juara Liga Primer Inggris, Wenger tidak bisa menggunakan alasan yang sama atas kegagalannya.

Fans sudah sangat jengah dengan kegagalan Wenger dan dalih-dalih yang kian membuat jengkel. Lihat saja bagaimana misalnya salah satu fans terkenal Arsenal yang juga merupakan selebriti di Inggris, Piers Morgan, lewat akun twitter-nya sudah terang-terangan meneriakkan pemecatan Wenger dan juga mengkritik fans yang masih saja dengan mantra “in Wenger we trust” dengan berterusan berkicau dengan tagar #WengerOut. Saksikan juga bagaimana para fans yang menyuarakan kecamannya atas Wenger dan menginginkan pergantian manajer di Arsenal lewat kanal bagi video, You Tube, untuk para fans Arsenal ArsenalFanTV. Bahkan Heavy D., seorang pendukung Arsenal yang dikenal dengan lagu dukungan untuk Arsenal pun sudah terlalu marah dengan Wenger saat diwawancarai oleh ArsenalFanTV.

Lihat pula bagaimana Graeme Souness, pundit sepakbola terkenal di Inggris, begitu marahnya dengan performa Arsenal beberapa waktu yang lalu yang dilabelinya sebagai “so insipid, so weak and pussyfooted” ([bermental] lembek selembek-lembeknya) dan menyerang Wenger yang selalu koar-koar di depan media bahwa anak asuhnya memiliki mental yang tangguh. Mentalitas yang buruk yang terus menerus dipertontonkan oleh skuat Arsenal dalam pertandingan besar atau penting, kontradiktif dengan klaim Wenger. Jason Burt, seorang koresponden The Telegraph sebuah koran terkemuka di Inggris, percaya bahwa mentalitas pemain Arsenal yang lemah adalah bukti kegagalan manajerial tim sepakbola di bawah asuhan Wenger dan hanya bisa diobati dengan pergantian manajer.

Musim ini merupakan musim yang menciptakan atmosfer yang kejam bagi Wenger. Ekspektasi harus jadi juara pada musim ini sangat tinggi dibandingkan dengan musim-musim sebelumnya saat Manchester United, Chelsea, dan Manchester City masih dalam kondisi stabil dan solid. Manchester United musim ini sedang memulai era baru dengan manajer baru dan pemain-pemain yang masih muda. Chelsea musim ini, di pertengahan musim, juga dalam keadaan pincang gegara ada konflik internal antara Mourinho dengan dokter skuatnya Eva Carniero dan merembet kepada pemain lainnya sehingga membuat Mourinho akhirnya didepak. Manchester City mengalami krisis pemain depan yang terlalu bertumpu pada Aguero dan terlalu bergantungnya pertahanan mereka pada pemain yang rentan cedera, Vincent Kompany. Ini belum ditambah dengan gonjang-ganjing kedatangan Pep Guardiola sebagai pengganti Pellegrini yang tidak mungkin tidak ada pengaruh terhadap konsentrasi keseluruhan tim.

Semua pihak memasang ekspektasi yang tinggi pada musim ini bahwa Arsenal harus juara dan tidak mengulang kebiasaan sangat nyaris juara seperti pada musim 1998/99, 2000/01, 2002/03, 2007/2008, dan 2013/14 dan kerap kali menjadi bayangan kehebatan Ferguson, yang kini telah pensiun, dan selalu kewalahan oleh disrupsi kehadiran Mourinho, yang kini sudah dipecat. Jika musim ini Arsenal gagal menjadi juara Liga Primer Inggris, Wenger logikanya tidak pantas lagi mengajukan excuse.

Dan malam ini [harusnya] merupakan malam yang menegangkan bagi Wenger. Malam ini bisa menjadi klimaks dari selalu tersedianya pemaafan oleh direksi Arsenal dan fans fanatik Wenger atas keringnya prestasi Wenger selama hampir satu dekade terakhir. Sudah mulai banyak pundit sepakbola terang-terangan menyuarakan perlunya penyegaran manajer di tubuh Arsenal dan tentu saja jangan lupakan bahwa fans Arsenal kini semakin banyak yang tidak fanatik lagi kepada Wenger. Masa keemasan Wenger [mungkin] sudah lama lewat. Masa penungguan paceklik gelar sudah terlalu lama berlangsung.

Partai tandang di White Hart Lane melawan musuh bebuyutan Tottenham Hotspur disepakati oleh banyak pundit sepakbola sebagai partai yang menentukan apakah Arsenal bisa juara Liga Primer musim ini – dan tentu juga nasib dinasti Wenger di Arsenal. Wenger tahu bahwa kemenangan atas Tottenham krusial bagi fans yang masih mempercayainya.

Bayangkan saja jika nanti malam tim yang dibesut Wenger kalah maka kans menjadi juara Liga Primer Inggris bisa dikatakan tertutup dan hiburan warga London Utara yang menjadi pendukung fans Arsenal lewat perayaan St. Totteringham’s Day, hari di mana kemenangan atas Tottenham Hotspur selalu diantisipasi dan tradisi yang telah berlangsung selama 20 tahun untuk finish pada klasemen Liga Primer Inggris di atas Tottenham Hotspur dirayakan dengan penuh kebanggaan, justru bakal menjadi hari kelabu. Sebuah celaka dua belas bagi Wenger dan mungkin lahirnya sebuah era manajerial baru bagi Arsenal.


Penulis adalah Ph.D. Candidate in Literary and Cultural Studies di Monash University. Fans Arsenal sejak pertengahan tahun 90-an. Penggemar Dennis Bergkamp. Dapat dihubungi lewat akun Twitter @dipanugraha.

Komentar