Paris, Kota Favorit Suporter Chelsea untuk Merusuh

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Paris, Kota Favorit Suporter Chelsea untuk Merusuh

Kota Paris memjadi tempat tersendiri buat hooligan Chelsea. Tiga kali berturut-turut menyambangi Paris di fase gugur Liga Champions sejak musim 2013/2014, selalu ada saja ulah yang dibuat segelintir penggemar Chelsea ini.

Pertemuan pertama di Stadion Parc des Princes sudah menciptakan konflik. Para suporter Chelsea mengamuk di pusat kota Paris beberapa jam sebelum laga. Amukan mereka diladeni oleh para Ultras PSG bernama Kop of Boulogne (KoB). Alhasil, beberapa toko dan cafe di daerah Rue Saint-Denis itu rusak. Selain perkelahian, para suporter Chelsea menyanyikan lagu-lagu rasis yang menyinggung warga Muslim dan Yahudi di sana.

Setahun berselang, Chelsea kembali menyambangi Paris pada leg pertama babak 16 besar Liga Champions musim 2014/2015. Tentu, hooligan Chelsea pun berulah lagi yang diawali aksi rasisme kepada seorang kulit hitam di stasiun kereta bawah tanah Richeleu-Drouot, Prancis. Gerombolan suporter Chelsea tersebut, melarang pria berkulit hitam yang ingin masuk ke gerbong tersebut. Padahal, masih ada ruang yang cukup bagi pria tersebut pada gerbong itu. Diskriminasi itu pun dilengkapi dengan nyanyian rasis. Keonaran mereka pun berlanjut ke Stadion Parc de Princes. Sekitar 200 suporter Chelsea berkelahi dengan pihak keamanan stadion. Mereka memaksa masuk ke dalam stadion karena pertandingan sudah berjalan 10 menit.

Sesudah laga, rupanya aksi rasisme yang mereka lakukan di stasion kereta bawah tanah dilanjutkan secara hukum. Kejadian itu diselidiki melalui CCTV dan Souleymane Sylla, korban rasisme, tidak menerima perlakuan itu karena merasa dipermalukan. Bahkan, ia menolak undangan menonton langsung pertandingan leg kedua di Stadion Stamford Bridge.

Wajar, Sylla sangat trauma akibat tragedi rasisme yang menimpanya saat itu. Bahkan, ia sampai tidak aktif bekerja selama enam bulan karena trauma tersebut. Anaknya pun mendapatkan olok-olokan di sekolah karena membahas tragedi ayahnya yang harus diusir dari kereta oleh para suporter Chelsea. Kendati demikian, polisi sudah menangkap lima suporter Chelsea yang berlaku rasis kepada Sylla. Empat orang itu mendapat hukuman larangan menonton pertandingan sepakbola selama empat tahun dan satunya lagi selama tiga tahun.

Pada Liga Champions musim ini pun Chelsea kembali dipertemukan dengan PSG. Kelompok anti rasisme dan hooliganisme Prancis, SOS Racisme, enggan kejadian diskriminasi terjadi kembali. Mereka pun memperingatkan Chelsea agar menyiapkan langkah-langkah yang bisa diambil, untuk mencegah ketegangan di Paris.

Tapi tuan rumah memulai ramah tamah terlebih dahulu. Pihak keamanan stadion melakukan penyambutan dan penjagaan kepada para suporter Chelsea di Stasiun Eurostar di Gare du Nord. Mereka ditempatkan tepat di bawah spanduk bertulis "Ayo Saling Berbagi Permainan" dan "Olahraga Saling Berbagi Nilai". Perjalanan mereka pun akan dihiasi banyak ucapan selamat datang.

"Cara terbaik bagi kita untuk mengatasi ini adalah tidak hanya menempatkan banyak polisi di Paris, tetapi membuat isyarat untuk mengingatkan orang bahwa sepakbola adalah nilai tentang kebersamaan," ujar Hermann Ebongue, Wakil Presiden SOS Racisme, seperti dikutip dari The Guardian.

Para pendukung Chelsea dituntut agar datang lebih awal di Stadion Parc des Princes. Polisi juga melakukan operasi lebih besar dan jumlahnya lebih banyak dari biasanya. Penjagaan dibagi menjadi tiga lapis, yaitu dua di luar stadion dan satu di dalam Parc des Princes. Semuanya dilengkapi pendeteksi logam dan bahan peledak.

Selain mengantisipasi kisruh yang pernah terjadi, polisi juga masih mewaspadai aksi teror di Paris. Pasalnya, pertandingan Liga Champions ini merupakan laga internasional pertama di Paris setelah serangan bom pada November 2015. Sistem keamanan itu juga menjadi pelajaran mereka jelang Piala Eropa 2016 mendatang. Kewaspadaan-kewaspadaan itu berdampak kepada pengurangan jatah tiket suporter Chelsea di Stadion Parc des Princes. Mereka mendapat pengurangan jatah sebanyak 800 tiket dibandingkan musim lalu. Sehingga Chelsea cuma diberikan 1.400 tempat duduk di Stadion Parc des Princes.

Selain perubahan kemananan, Sylla yang menjadi korban rasisme pertemuan musim lalu pun diundang pihak PSG. Sylla dipersilahkan menyaksikan langsung pertandingan PSG dengan Chelsea di Stadion Parc des Prices. Sementara, tidak ada tragedi di luar pertandingan leg pertama 16 besar Liga Champions 2015/2016 tersebut.

"Saya bekerja untuk Kementrian, tapi saya sekarang di sini dengan Piala Eropa. Kami bekerja sangat keras dan saya yakin bisa menjamin keamanan para pendukung," ujar Zhiad Khoury, Kepala Keamanan untuk Piala Eropa 2016, seperti dikutip dari Sky Sports.

Namun ternyata itu bukan jaminan bagi suporter Chelsea tidak berkonflik di Paris. Rupanya, insiden terjadi di dalam stadion. Mereka berkelahi dengan polisi di dalam stadion, hingga pihak keamanan bernama Anti-Riot CRS menyemprotkan gas air mata. Kejadian itu terjadi sebelum John Obi Mikel mencetak gol penyama kedudukan 1-1. Selanjutnya pihak Anti-Riot CRS terus berjaga memakai gas air mata, namun tidak ada kerusuhan yang berlanjut. Petugas keamanan sendiri menganggap jika kejadian itu merupakan kecelakaan.

Namun tetap saja keributan para suporter Chelsea di Parc des Princes itu dipertanyakan. Tiga pertemuan berturut-turut di Paris tidak pernah luput dari konflik. Entah eksistensi seperti apa yang ingin ditunjukan mereka, atau ah, mungkin para suporter Chelsea itu bosan selalu bertemu dengan PSG selama tiga tahun berturut-turut.

Sumber lain: BBC, Daily Mail, ESPN FC, Independent.

Komentar