Manchester yang (Semakin) Berwarna Biru

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Manchester yang (Semakin) Berwarna Biru

Oleh: Dani Budi Rayoga*

Manchester itu berwarna merah. Pernyataan tersebut tentu tidak akan mendapatkan perdebatan jika dikatakan beberapa tahun lalu sebelum Abu Dhabi United Grup membeli Si Biru, Manchester City. Melihat dominasi Setan Merah di Liga Inggris selama bertahun-tahun tentu membuat kita sedikit lupa bahwa ada warna lain selain warna merah milik Manchester United. Saat membicarakan Manchester, penggemar sepak bola, media, dan para bocah yang bermimpi menjadi pesepak bola prefesional, hampir pasti hanya akan membahas Manchester United.

Namun waktu telah menunjukkan kekuatannya. Sekarang pernyataan bahwa Manchester itu merah dapat diperdebatkan. Manchester tidak lagi didominasi warna merah. Manchester City dengan warna biru langitnya sudah mulai berani bersanding dengan warna merah milik Manchester United. Sheikh Mansour mampu membawa Manchester City mempersempit jarak dengan Manchester United dalam waktu yang relatif singkat. Tidak hanya dalam urusan finansial, tapi juga dalam urusan sepak bola. Manchester City mampu memberikan warna baru di kota Manchester melalui keseriusan pemiliknya dalam membangun Manchester City menjadi salah satu tim besar Eropa. Dan seiring berjalannya waktu, warna biru langit di kota Manchester sepertinya belum mencapai titik maksimalnya, dan terus berusaha merusak dominasi warna merah yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Kemudian, yang menjadi pernyataan adalah apa yang membuat warna merah di Manchester pudar dan warna biru menjadi semakin dominan dalam beberapa tahun terakhir dan mungkin beberapa tahun ke depan? Terdapat beberapa poin untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Terlena oleh Sir Alex Ferguson

Selama 26 tahun kepemimpinannya di United, Ferguson berhasil menambahkan 38 trofi ke lemari piala Manchester United. Sebuah periode sukses yang berhasil dibangun oleh Ferguson, sebagai individu yang berkuasa untuk mengawasi segala yang terjadi di Old Trafford.

�"Siapa saja yang melangkah di luar kendali saya, mereka mati,�" kata Ferguson kepada mahasiswa Harvard pada 2012 saat berbicara mengenai rahasia suksesnya.

Kekuatan dan kekuasaan Sir Alex justru menjadi bumerang bagi United saat Ferguson memutuskan untuk pensiun. Dengan kepergiannya, United tidak hanya kehilangan seorang pelatih, tetapi juga kehilangan sosok yang menjalankan klub sepak bola itu sendiri, pengambil keputusan baik urusan di dalam dan di luar lapangan. Kepergian yang meninggalkan lubang yang besar bagi United. Lubang yang hingga sekarang telah terbukti belum ada �"Bos�" lain yang mampu untuk mengisi posisi dan tugas yang dulu diemban oleh Ferguson.

Louis van Gaal yang merupakan seorang pelatih yang sangat berpengalaman pun kewalahan saat mencoba mengisi kekosongan tersebut. Pelatih asal Belanda itu telah diberikan kontrol atas transfer, merekomendasikan pemain mana yang harus didatangkan oleh wakil ketua eksekutif, Ed Woodward, dan berbagai kontrol lain di United. Namun LvG masih kesulitan membuat United bermain konsisten sejak kedatangannya pada musim panas 2014. Berbagai keputusannya terkait transfer pun dinilai sangat buruk.

Selama masa kepemimpinan Sir Alex, United seperti terlena dan melewatkan perkembangan yang dialami oleh tim-tim lain, terutama dalam hal mengelola klub sepak bola. Dalam sepak bola modern, tugas menjalankan klub sepak bola hampir mustahil dilakukan oleh satu orang saja. Dengan lebih banyak uang yang berputar dan pertandingan yang dimainkan, keputusan yang diambil di dalam dan di luar lapangan harus semakin cepat. Dalam hal ini, United belum mengubah sistem pengelolaannya dan belum ditemukan atau bahkan tidak akan ditemukannya sosok yang mampu menggantikan peran Ferguson dalam sistem pengelolaan klub membuat penampilan United di lapangan menjadi terganggu.

Hal berbeda terjadi pada klub tetangga United. Manchester City memiliki struktur manajemen yang lebih baik. Mantan wakil presiden Barcelona, Ferran Soriano menduduki posisi sebagai CEO dan memiliki tugas untuk mengurus urusan finansial klub. Soriano didampingi oleh Txiki Begiristain yang bertugas sebagai direktur sepak bola. Setiap pelatih yang menukangi City harus beradaptasi dengan sistem ini dan mampu bekerja dengan baik bersama Soriano dan Begiristain.

Latar belakang Begiristain sebagai pemain sepak bola, membuatnya lebih memahami berbagai hal yang terjadi dalam sepak bola. Musim ini, Bergiristain mempunyai andil dalam keberhasilan City mendatangkan Raheem Sterling dan Kevin De Bruyne yang mampu langsung berkontribusi meningkatkan kualitas permainan City. Sementara itu, Van Gaal meminta Ed Woodward untuk mendatangkan buruannya pada bursa transfer, Memphis Depay, yang belum mampu menunjukkan penampilan terbaiknya, dan mendatangkan Anthony Martial di detik-detik akhir bursa transfer dengan harga yang sangat mahal.

Kerja sama yang baik antara Pellegrini, Soriano, dan Bergiristain berdampak pada keseimbangan antara kesuksesan finansial dan kesuksesan di lapangan yang baik di Manchester City. Hal ini tidak dimiliki oleh United. Dalam diri Ed Woodward, United memiliki seseorang yang mampu mengurusi finansial klub dengan baik. Namun untuk urusan sepak bola, Louis van Gaal sepertinya belum menjalankan klub di luar dan di dalam lapangan sebaik Ferguson.

Melihat akan semakin sulitnya mencari sosok yang bisa bekerja seperti Ferguson, sepertinya United harus move on dan mengikuti perkembangan sepak bola yang telah terjadi dalam urusan pengelolaan klub. Jika tidak ingin tertinggal dari City dan membuat Manchester semakin berwarna biru, United harus mengikuti langkah City dalam urusan pembagian tugas antara finansial dan sepak bola. Hal ini juga untuk mengantisipasi ketergantungan klub terhadap sosok pelatihnya.

Perhatian Sheikh Mansour terhadap Akademi Klub

Manchester Merah boleh berbangga mempunyai catatan 3780 pertandingan dengan melibatkan pemain akademi sejak Oktober 1937. Catatan yang masih mungkin untuk berlanjut dan sulit untuk disamai oleh tetangganya, Manchester biru. Namun, Sheikh Mansour tentu berusaha untuk mengejar ketertinggalan ini. Bersama Soriano dan Bergiristain yang sudah akrab dengan La Masia saat masih bekerja di Barcelona, City membangun akademi sepak bola terbaiknya yang menelan biaya hingga 200 Juta Pounds. Di masa depan, City tentu berharap mampu melahirkan pemain-pemian berkualitas dari akademinya ini. Kemewahan dari akademi City ini ternyata juga berhasil menarik perhatian para mantan pemain sepak bola untuk menyekolahkan anaknya, termasuk di dalamnya para mantan pemain United. Berdasarkan berita dari Daily Mail, anak dari Van Persie, Darren Fletcher, dan Phil Neville telah memasukkan anaknya ke akademi City. Pukulan yang cukup telak bagi United.

Di saat City sedang dalam semangat untuk membangun akademinya, hal sebaliknya terjadi di United. Setelah Brain McClair memutuskan mundur dari jabatannya sebagai direktur akademi United pada awal tahun 2015, Setan Merah juga kehilangan kepala pengembangan pemain muda mereka, Derek Langley pada akhir musim nanti. Langley telah bekerja selama 16 tahun di United dan ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan pemain akademi United seperti Danny Welbeck, Tom Cleverley, Adnan Januzaj, Paddy McNair, dan Jesse Lingard. The Times mengabarkan bahwa Derek Langley merasa kecewa terhadap keadaan akademi United dan keterbatasan yang dimilikinya untuk melakukan perekrutan pemain baru.

Wajar apabila Langley merasa kecewa. Perhatian yang diberikan Malcolm Glazer dan Ed Woodward kepada akademi United tidak sebesar perhatian yang diberikan pihak City kepada akademinya. Dalam setahun United hanya mengeluarkan dana sebesar 3.5 Juta Pounds untuk menjalankan akademinya. Terpaut jauh dari angka 12 Juta Pounds yang dikeluarkan City untuk akademinya. Dengan dana yang lebih besar, City lebih berpeluang untuk mendatangkan bakat-bakat terbaik dari tanah Inggris. Selain itu, City juga mempunyai sekolah untuk para pemain akademinya, yang digunakan untuk mempersiapkan masa depan mereka apabila mereka gagal dalam sepak bola. Bahkan, kabar terbaru dari Mirror mengatakan bahwa Glazer akan memotong anggaran Manchester United sebesar 15%, dan salah satu yang terkena pemotongan anggaran adalah akademi mereka. Sebuah keputusan yang tidak menggambarkan status akademi United sebagai penghasil pemain-pemain bintang, seperti Class of 92.

Tanpa perhatian khusus yang diberikan oleh para petingginya, kualitas akademi United mengalami penurunan. Berdasarkan peringkat di Divisi Utara Liga Premier U-18, United berada di posisi juru kunci dengan 11 poin dari 19 pertandingan. Tertinggal 33 poin dari City yang menempati posisi puncak klasemen dan telah memainkan 20 pertandingan. Dengan kualitas pemain akademi yang semakin menurun, tentu catatan impresif United dalam melibatkan pemain akademi di skuad inti mereka menjadi percuma. Jika tidak ingin Manchester menjadi semakin berwarna biru, United harus secepatnya berbenah.

*****


Selama era Fergie, Manchester United boleh membanggakan koleksi gelar demi gelar yang berhasil meraka dapatkan. Namun jika kita hanya melihat catatan lima tahun kebelakang, harus kita akui bahwa City lebih dominan dibandingkan United dalam urusan perolehan piala. City berhasil memperoleh 5 trofi; dua trofi Liga Inggris (2011/2012 dan 2013/2014), satu trofi Piala FA (2010/2011), satu trofi Piala LIga (2013/2014), dan satu trofi FA Community Shield (2012). United hanya mampu mememangi 3 trofi; 2 trofi Liga Inggris (2010/2011), dan 1 trofi FA Community Shield (2013). Lebih ironisnya lagi setelah kepergian Ferguson, MU hanya mampu menambah 1 koleksi piala, yaitu piala FA Community Shield dibawah komando David Moyes.

Melihat poin-poin di atas, dominasi City atas United merupakan hal yang wajar. Sementara suara United masih terpecah antara ingin Van Gaal dipecat atau dipertahankan, City berhasil mendatangkan Pep Guardiola. Dan mungkin poin-poin di atas juga yang mendasari Pep untuk memilih Manchester City sebagai klub barunya untuk musim 2016/2017. Catatan luar biasa yang dimiliki Pep tentu menjadi jaminan bagi City untuk meneruskan dominasinya di kota Manchester, dan bukan hal mustahil selama tiga tahun kontraknya, Pep berhasil membawa City menjadi juara Eropa.

United tidak lagi bisa melakukan protes apabila �"tetangga berisik�"-nya semakin berisik karena prestasi dan gelar juara yang berhasil diraih. Dan bukan tidak mungkin kegaduhan dari pihak United melihat langkah-langkah yang dilakukan City membuat julukan itu berpindah. Kegaduhan saat City mengumumkan Pep Guardiola sebagai pelatih baru mereka. Kegaduhan melihat United belum bisa bermain konsisten. Kegaduhan melihat keputusan-keputusan yang diambil oleh para petinggi United. Kegaduhan yang disebabkan kekhawatiran United melihat kemajuan yang dilakuakn oleh City.

Jadi, segera melakukan perubahan atau membiarkan Manchester semakin berwarna biru, United?



Sumber : squawka, daily mail, telegraph, mirror, the guardian, Manchester evening news.

Foto: Manchester Evening News

*Penulis adalah seorang yang selalu antusias dan mencintai keindahan permainan sepak bola. Sedang belajar membagi cinta tersebut ke pencinta sepak bola melalui tulisan. Telah menjadi fans MU seumur hidup. Twitter : @DaniBRayoga.

Komentar