Menanti Kejutan Francesco Guidolin bersama Swansea

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Menanti Kejutan Francesco Guidolin bersama Swansea

Swansea ingin segera mendapatkan manajer baru ketika Garry Monk dipecat. Tapi pada kenyataanya, justru mereka tidak langsung begitu saja mendapatkan pengganti Monk. Sehingga The Swans, julukan Swansea, terus bertahan dilatih Alan Curtis sebagai manajer interim sejak awal September.

Sementara itu direksi Swansea masih memperdebatkan calon manajer selanjutnya. Ada dua kategori yang dipertimbangkan, yaitu ingin tetap memaksimalkan manajer muda seperti Monk, atau merekrut manajer berpengalaman agar permainan The Swans berkembang.

Maka beberapa nama yang memenuhi dua kriteria itu dipertimbangkan. Mulai dari nama Brendan Rodgers, David Moyes, Dennis Bergkamp, Walter Mazzarri, Mark Warburton, Gustavo Poyet, Roberto Di Matteo, Eddie Howe, Marcelo Bielsa, Graham Jones, Avram Grant, Ryan Giggs, Jorge Sampaoli, dan lainnya. Tapi rupanya tidak ada salah satu dari nama tersebut yang akhirnya resmi menjadi manajer Swansea.

Justru di luar dugaan, Swansea memilih Francesco Guidolin, nama yang jauh dari isu-isu calon manajer The Swans. Guidolin mantan pelatih Udinese dan menjadi penasihat teknis klub-klub milik keluarga Pozzo yakni Watford, Granada, dan Udinese itu sendiri.

Pria asal Italia ini sudah melatih 13 kesebelasan dari 18 musim berbeda. Tapi Guidolin minim pengalaman melatih kesebelasan luar. Dirinya hampir menjadi manajer Queens Park Rangers (QPR) pada 2007 silam. Hanya AS Monaco satu-satunya kesebelasan luar Italia yang pernah dilatihnya. Kendati demikian, ia diharapkan bisa memberi mukjizat untuk Swansea saat ini.

Pemilihan Guidolin cukup mengagetkan, mengingat direksi Swansea baru menegaskan jika Curtis berkemungkinan bakal menjadi manajer interim sampai akhir musim ini. Tapi Curtis sendiri mengaku tidak masalah akan keputusan tersebut. Guidolin pun menganggap peran Curtis di Swansea sangat penting. Mengingat ia adalah legenda kesebelasan asal Wales tersebut.

Guidolin tiba di Wales pada Senin (18/1) sore. Kemudian, ia menyaksikan pertandingan Swansea menghadapi Watford di Stadion Liberty keesokan harinya. Guidolin baru akan memimpin pertandingan Ashley Williams dkk ketika bertandang ke Everton, Minggu (24/1).

Rencananya, ia akan berbicara dengan staf dan pemainnya selama tiga atau empat hari untuk mendapatkan gagasan yang cemerlang. Kendati Guidolin belajar Bahasa Inggris dalam dua tahun terakhir, ia tetap membawa Gabriele Ambrosetti, mantan pemain Chelsea pada periode 1999 sampai 2003, sebagai asisten manajer sekaligus penerjemah.

"Saya ingin mengalami sesuatu di luar Italia dan pada akhirnya saya dihargai. Saya tahu bahwa itu tidak akan mudah karena saya tidak terkenal secara internasional, tapi agen saya Frank Trimboli melakukan pekerjaan besar di sini, memberikan saya kesempatan dengan Swansea," ujar Guidolin, seperti dikutip dari Gazzetta dello Sport.

Pencari dan Pencetak Pemain Handal

Guidolin merupakan manajer asal Italia ke-9 di Liga Primer setelah Gianluca Vialli, Attilio Lombardo, Claudio Ranieri, Gianfranco Zola, Carlo Ancelotti, Roberto Mancini, Roberto Di Matteo, dan Paolo Di Canio. Ketika kedatangannya, para pemain Swansea tidak banyak mengetahui kiprah Guidolin. Williams dkk mesti membuka Google terlebih dahulu agar tahu jika Guidolin adalah pelatih berpengalaman di Italia.

Kendati demikian, Guidolin diharapkan bisa sukses seperti Ranieri yang bisa membawa Leicester melejit musim ini. Atau minimal bisa mengulang prestasinya sewaktu di Udinese yang berhasil menembus papan atas dan konsisten di papan tengah Serie A Italia.

Guidolin sendiri memiliki formasi andalan 3-4-1-2, namun bisa diubah menjadi 3-5-2, 4-4-3, atau 4-4-2 ketika laga berlangsung. Pelatih berusia 60 tahun ini juga bukan tipikal pelatih yang ribet dalam urusan transfer. Justru pelatih yang mulai bersinar ketika membesut Bologna ini merupakan pencetak pemain-pemain berbakat.

Samir Handanovic, Alexis Sanchez, Mehdi Benatia, Roberto Pererya, dan Juan Cuadrado adalah contohnya sewaktu di Udinese. Begitu juga dengan mencuatnya Andrea Barzagli ketika melatih Palermo. Bahkan Mauro Zamparini, Presiden Palermo, yang terkenal kejam dengan pemecatan menganggapnya sebagai pelatih terbaik yang pernah bekerja dengannya.

Saat ini Guidolin baru menyelesaikan tugasnya sebagai penasihat teknik klub-klub milik keluarga Pozzo, sehingga ia punya pengetahuan luas soal calon-calon pemain bintang di berbagai penjuru. Bahkan ia langsung ingin merekrut Ogenyi Onazi, gelandang Lazio, untuk direkrut pada bursa transfer musim dingin ini.

"Dia memiliki catatan yang sangat baik, terutama dengan Udinese selama beberapa tahun terakhir. Dia membuat Udinese kuat dari anggaran yang relatif kecil dibanding tim lainnya di liga dan bertanding dengan tim-tim besar di Serie A," ujar Huw Jenkins, kepala kesebelasan Swansea seperti yang dikutip dari BBC.

Padahal, Guidolin sebetulnya mengincar posisi manajer Watford. Namanya pun sempat dipertimbangkan keluarga Pozzo sebelum menunjuk Quique Sanchez Flores, "Saya pikir melakukan beberapa pekerjaan besar di Udinese. Saya membiarkan mereka tahu saya akan suka untuk bekerja di Watford, bahkan di (Divisi) Championship. Namun mereka mempekerjakan manajer lain mengingat hasil promosi mereka dan permainan yang baik di Liga Primer Inggris," ungkapnya seperti dikutip Daily Mail.

Kendati demikian, Guidolin tetap bersyukur menerima pinangan Swansea. Terlebih ia lebih nyaman menjadi pelatih daripada menjalankan tugas sebelumnya sebagai penasihat teknik. Di sisi lain, para pendukung The Swans pasti memiliki kekhawatiran tentang penunjukan Guidolin. Mengingat ia tidak memiliki kiprah internasional yang mumpuni, apalagi saat ini Swansea berada di jurang degradasi.

Perlu diingat juga ketika Felix Magath datang membesut Fulham yang diambang degradasi pada Februari 2014. Namun Magath tak kuasa mempertahankan Fulham di Liga Primer Inggris saat itu. Tentu saja para suporter The Swans tidak ingin bernasib sama dengan Fulham. Akan tetapi dengan pengetahuan, koneksi yang tepat, dan kebiasaan hebatnya mengatasi rintangan, bisa saja Guidolin akan memunculkan Swansea sebagai kejutan dari Wales Selatan.

Satu hal unik yang Francesco Guidolin miliki adalah namanya sebagai seorang Italia. Bisakah Anda menyebut nama belakang pemain Italia, atau bahkan orang Italia secara umum, yang memiliki huruf terakhir bukan huruf vokal ('a', 'i', 'u', 'e', atau 'o')? Selain Guidolin, Buffon, Zoff, Santon, atau Scuffet, kita akan jarang menemukan keunikan ini.

Sumber lain: Express, Football-Italia,  Mirror, Swansea City, The Guardian, The Telegraph, Wales Online

Komentar