Kaitan Erat Presenter Perempuan dengan Komoditas di Layar Kaca

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Kaitan Erat Presenter Perempuan dengan Komoditas di Layar Kaca

Oleh: Ibnu Siena *

Semua orang sepakat apabila olahraga adalah sebuah kegiatan besar yang sangat asyik dilakukan atau sekadar disaksikan. Sepakbola sudah menjadi idola bagi banyak kaum di dunia. Bahkan sampai ada yang menjadikan sepakbola sebagai 'Tuhan'. Permainan 11 orang ini begitu kuat menghiptonis jutaan penonton di seantero jagad raya.

Kemajuan sepakbola kemudian ditopang oleh lahirnya teknologi. Teknologi berperan besar atas eksistensi sepak bola dari masa ke masa. Para penikmat atau penggila tak jarang mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teknologi, terutama televisi. Melalui televisi sebuah pertandingan sepakbola akan terasa semakin dekat dengan penonton.

Olahraga juga-lah yang menjadi sebab-musabab televisi hadir di Indonesia. Ketika itu, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962 di Jakarta. Hal itulah yang menjadikan presiden Indonesia kala itu, Sukarno, memutuskan untuk mendirikan stasiun televisi pertama yakni TVRI.

Kian kemari kemajuan pertelevisian di Indonesia begitu pesat perkembangannya. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya stasiun-stasiun televisi yang bermunculan dan dapat dilihat bahwa televisi menjadi media massa yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Sudah menjadi pasti, bahwa faktor pendiri televisi adalah sebuah bisnis. Demi menjaga kelanggengan sebuah televisi, mereka harus mampu bersaing menciptakan program-program yang menarik untuk mendapat perhatian penonton.

Salah satu yang menjadi fokus mereka adalah sebuah program olahraga. Mereka menyadari bahwa olahraga adalah sebuah kegemaran masyarakat di Indonesia, dan banyak penggemarnya, terutama sepakbola. Memang, tidak semua televisi mampu menyiarkan tayangan olahraga, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi, setidaknya, mereka memiliki program berita khusus olahraga. Program berita olahraga inilah yang mereka bangun dengan sedemikian rupa agar terlihat menarik di mata penonton.

Bagai sayur tanpa garam sebuah program berita olahraga tanpa presenter perempuan. Dan, jelas adanya kalau sebuah kegiatan olahraga adalah laki-laki para penggiatnya. Itu yang dimanfaatkan oleh pembuat program untuk menarik penonton laki-laki.

Padahal, polemik yang tengah terjadi saat ini adalah televisi dianggap paling berpengaruh terhadap kelompok lemah. Khalayak sasaran kelompok ini adalah kaum perempuan. Kaum perempuan selalu menjadi sasaran intervensi tayangan televisi dengan berbagai macam corak ragam acaranya, terutama dalam program berita olahraga.

Akan tetapi eksploitasi perempuan dalam pencitraan media massa tidak saja kerelaan perempuan, namun juga kebutuhan kelas sosial itu sendiri. Mau ataupun tidak, kehadiran perempuan menjadi sebuah kebutuhan kelas sosial tersebut. Sering juga disebutkan bahwa gambaran model perempuan yang parasnya cantik dan tubuhnya yang indah digunakan karena dianggap bernilai estetis.

Dalam kehidupan sosial, pada hubungan perempuan dan laki-laki, posisi perempuan selalu ditempatkan pada posisi "orang belakang", "subordinasi", perempuan selalu yang kalah, namun 'seakan' menang ketika sebagai "pemuas" pria, pelengkap dunia laki-laki. Hal-hal inilah yang direkonstruksi dalam media massa kita sehari-hari.

Ketika tubuh dijadikan komoditas, segala potensi tubuh dieksploitasi sebagai cara menarik perhatian, khususnya elemen-elemen sensualitas. Inilah yang disebut demokrasi sensualitas (democracy of sensuality), di mana nilai tanda sensualitas digunakan sebagai daya tarik sebuah komoditas yang sebenarnya tidak menarik. Teknokrasi sensualitas adalah mekanisme mengendalikan pikiran konsumen melalui penampilan sensual. Di sini bekerja prinsip kepuasan khalayak, yang diperoleh melalui citra tubuh di dalam berbagai sistem komoditas.

Komoditas secara sederhana dapat didefenisikan sebagai hasil kerja manusia, entah itu di dalam bentuk barang atau jasa yang sengaja diproduksi untuk dipertukarkan melalui mekanisme pasar. Komoditas, dalam wujudnya sebagai benda maupun jasanya, umumnya diproduksi secara masal, melayani kebutuhan konsumen dan juga diproduksi berulang-ulang untuk kebutuhan masyarakat konsumen yang menjadi target pasarnya. Komoditas adalah pengobjektifan atau pematerialan atau kristalisasi kerja sosial manusia. Komoditas merepresentasikan bentuk simbolis yang digunakan mereproduksi tenaga kerja melalui konsumsi. Aspek-aspek penting komoditas adalah komoditas itu harus memiliki nilai guna, dalam arti barang dan jasa, itu bermanfaat untuk memuaskan kebutuhan tertentu. Selain itu, komoditas harus pula bisa dipertukarkan dengan barang atau jasa lain yang berbeda kegunaannya atau disebut nilai tukar.

Kita sebut saja Pamela David, Ines Sainz, Sara Carbonero, dan Ilaria D'Amico, wajah-wajah mereka kerap tampil di layar kaca. Bahkan pemberitaan tentang mereka adalah tak jauh-jauh dari: "Deretan presenter cantik di dunia". Paling-paling diurutkan berdasarkan hasrat pembuat berita saja, entah apa tolak ukurnya.

Bujuk rayu gaya hidup dan tren pergaulan mendorong seseorang untuk memakai tubuhny a sebagai konsumen sekaligus pemantik sebuah produk (dalam hal ini adalah sebuah program). Yang paling sering menjadi objek dari kepentingan pasar adalah perempuan. Dengan segala kemenarikan dan sensualitas fitur tubuhnya, pemodal menciptakan ilusi serta manipulasi sebagai cara mempengaruhi selera masyarakat. Lihat saja ragam iklan produk yang mayoritas mengemas fitur-fitur tubuh perempuan sebagai pemantik atau umpan. Fitur tubuh seperti bibir, mata, pipi, rambut, paha, betis, pinggul, perut, dada dan seterusnya tidak ada yang lepas dari bidikan produk tertentu. Hampir pasti keterlibatan tubuh selalu hadir dalam urusan pemasaran sebuah produk yang dimanipulasi dengan teknologi terkini melalui media.

Pun demikian dengan tubuh perempuan, di mana sensualitas bisa dijadikan sebuah nilai yang bisa ditukar. Karl Marx dalam pemikirannya tentang kapitalisme mengatakan dengan tegas bahwa sesuatu barang—dalam hal ini adalah sensualitas perempuan—itu mempunyai nilai tukar atau nilai bila di dalamnya sesudah terkandung atau sudah menyerap tenaga kerja manusia, dan nilai tukar atau nilai sesuatu barang itu adalah sejumlah tenaga kerja manusia yang terserap dan terkandung di dalamnya, atau sejumlah tenaga kerja manusia yang digunakan untuk proses untuk menangani, mengolah, dan menggarap produksi barang-barang.

Semua barang dagangan, baik barang dagangan sederhana maupun kapitalis selalu bersikulasi atau berputar dengan uang. Untuk sirkulasi barang dagangan kapitalis adalah: Money - Commodity - Money, yaitu pada awalnya membutuhkan uang sebagai kapital untuk meproduksi barang, kemudian barang tersebut dijual ke pasar untuk dijadikan uang kembali, dengan ditambah laba. Oleh sebab itu, tujuan pokok produksi barang dagangan kapitalis ialah untuk memenuhi kebutuhan pasar dan untuk mendapatkan keuntungan

Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa tubuh, seksualitas, dan sensualitas dari perempuan hanya dijadikan daya tarik penonton yang rata-rata adalah para kaum adam.

*Pengagum negara Italia yang berharap dan terus berharap tidak ke sana. Berakun twitter @Ibnusie

foto: zimbio.com

Komentar