Massimo Maccarone, Andalan Empoli di Masa Kini, Masa Lalu, dan Masa yang Akan Datang

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Massimo Maccarone, Andalan Empoli di Masa Kini, Masa Lalu, dan Masa yang Akan Datang

Menuai empat kemenangan beruntun bukan hal yang terlalu spesial bagi kesebelasan besar. Namun bagi kesebelasan kecil (yang berusaha selamat dari jurang degradasi) seperti Empoli, meraih empat kemenangan secara beruntun artinya mencetak sejarah.

Kemenangan atas tuan rumah Bologna (2-3) pada pekan ke-17 pada Sabtu malam (19/10), menjadikan Empoli meraih empat kemenangan secara beruntun untuk pertama kalinya sejak berdiri pada 1920. Setelah dikalahkan Juventus dengan skor 1-3, skuat asuhan Marco Giampaolo ini menahan imbang Fiorentina, serta mengalahkan Lazio, Verona, Carpi, dan terakhir Bologna.

Pada laga melawan Bologna, Massimo Maccarone menjadi pahlawan kemenangan. Pada gol pertamanya pada laga ini, yang membuat skor berubah menjadi 2-1 untuk Empoli, Maccarone terlihat menikmati permainannya dengan melakukan perayaan gol sambil meminum segelas bir.

maccarone

Sebenarnya bukan hanya pada laga ini saja Maccarone menjadi penentu kemenangan Empoli. Bahkan bisa dibilang, ia merupakan salah satu aktor utama Empoli yang memunculkan asa kembali berlaga di kompetisi Eropa musim ini. Dari 17 laga, Empoli berhasil mengemas delapan kemenangan serta tiga kali imbang. Penyerang berusia 36 tahun tersebut menjadi pemain dengan pencetak gol terbanyak bagi Empoli dengan tujuh golnya.

Nama Maccarone tampaknya bukan nama yang asing bagi kita. Kariernya memang tak terlalu mengilap. Ia hanya mencuri perhatian pada awal 2000-an, khususnya setelah menjadi top skorer di Serie C2 dengan 20 gol dari 28 penampilan bersama Prato. Kala itu statusnya hanya pemain pinjaman dari AC Milan, di mana saat itu ia masih berusia 20 tahun.

Ia gagal  berkembang bersama AC Milan, tempat ia memulai karier. Ia gagal bersaing dengan pemain-pemain bintang yang Milan miliki pada akhir 1990-an. Hal itu menjadi salah satu penyesalannya hingga saat ini.

"Saya ingin sekali bermain untuk AC Milan, tempat saya tumbuh sebagai seorang pemain. Tapi terlalu banyak pemain bintang di hadapan saya," ungkitnya seperti yang ditulis Gazzetta dello Sport. "Saya masih ingat Arrigo Sacchi dan Fabio Capello meneriaki saya ketika latihan."

Gagal mendapatkan tempat di Milan, ia lantas direkrut oleh Empoli yang berlaga di Serie B. Menjadi pilihan utama meski pemain muda, ia pun kemudian secara reguler mendapat panggilan timnas italia U-21 yang diasuh legenda Italia yang memecundangi Diego Maradona, Claudio Gentile.

Ia tampil bersama pemain-pemain seperti Andrea Pirlo, Vicenzo Iaquinta, Daniele Bonera, Matteo Ferrari, Marco Marchionni, Ivan Pelizzoli dan Emiliano Bonazzoli untuk membela timnas Italia di Piala Eropa U-21 2002. Meski hanya mampu melangkah hingga babak semi-final, hal tersebut tak menyurutkan ketertarikan kesebelasan asal Liga Primer Inggris, Middlesbrough, untuk menggaetnya.

Pada 2002, ia dikontrak Boro selama lima tahun. Meski tak terlalu subur dengan gol-golnya, ia kerap menciptakan gol-gol penting (salah satunya ketika mengantarkan Middlesbrough ke babak final Piala UEFA 2006). Tandemnya saat itu, Jimmy Floyd Hasselbaink, sampai berkata, “Massimo, saya sangat menyukainya setengah mati…. Ia sungguh luar biasa.”

Namun penampilannya tak konsisten di usia matangnya. Kesempatan bermain di Boro mulai menipis setelah hanya mencetak 17 gol dari 65 penampilan dalam dua musim. Ia pun dipinjamkan ke Parma dan Siena pada musim 2004/2005.

Setelah kontraknya habis bersama Boro, Maccarone tetap menjadi pemain yang cukup diminati di Italia. Setelah bergabung dengan Siena, ia direkrut Palermo dengan nilai transfer 4,5 juta euro. Semusim bersama Palermo, ia kemudian hijrah ke Sampdoria dengan nilai transfer 2,7 juta euro.

Penampilan Maccarone masih belum memuaskan bersama Palermo dan Sampdoria. Jika ditotal jumlah penampilan bersama kedua kesebelasan tersebut mencapai 56 kali, namun ia hanya mencetak 15 gol. Meskipun begitu, hal tersebut tak membuat Empoli untuk merekrutnya kembali pada 2011.

Empoli seolah selalu memiliki tempat bagi Maccarone. Bahkan bukan hanya sebagai pemain cadangan, Empoli tetap menjadikan Maccarone sebagai penyerang utama mereka. Padahal saat ia kembali ke kesebelasan asal kota Florence tersebut, ia sudah berusia 32 tahun.

Namun kepercayaan Empoli padanya berhasil dijawab Maccarone dengan mengantarkan Empoli yang saat itu dibesut Maurizio Sarri promosi ke Serie A pada musim ketiganya (2013/2014). Hal itupun yang terjadi pada musim 2001/2002, di mana ia mengantarkan Empoli promosi ke Serie A sebelum ia bergabung ke Middlesbrough.

Sebelum berhasil mengantarkan Empoli kembali ke Serie A, Empoli sebenarnya nyaris terdegradasi ke Lega Pro (di bawah Serie B). Namun pada laga terakhir melawan Vicenza, Empoli berhasil menang dengan skor 3-2, di mana Maccarone menjadi penentu kemenangan dengan golnya di waktu injury time babak kedua. Dan sebenarnya bisa dibilang, berkat golnya tersebut Empoli terus berkembang hingga seperti sekarang ini.

"Gol yang saya cetak ke gawang Vicenza pada 2012 mungkin menjadi gol terpenting dalam karier saya. Saat itu Empoli hanya memiliki 2000 pendukung. Berkat gol tersebut, kami menghindari Lega Pro. Itu membuat saya bangga. Kini kami memiliki 16 ribu pendukung," ujar penyerang berkepala plontos ini.

Halaman selanjutnya, Pemain Tertua di Skuat Termuda

Komentar