Kedok Investasi Tiongkok Sebagai Upaya Menyaingi Jepang dan Korsel

Berita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kedok Investasi Tiongkok Sebagai Upaya Menyaingi Jepang dan Korsel

Grup pemilik Manchester City, City Football Group (CFG), mengumumkan investasi senilai 400 juta dollar (265 juta pounds) dari konsorsium Tiongkok, China Media Capital (CFC), yang membeli 13 persen saham klub. CEO City, Khaldoon al-Mubarak menyatakan investasi tersebut akan memanfaatkan potensi yang luar biasa di Tiongkok.

Investasi tersebut merupakan langkah terbaru dalam strategi CFG untuk memperoleh pengakuan global. CFG sebelumnya telah memiliki kesebelasan New York City FC yang berlaga di MLS, Melbourne City di A-League Australia, serta memiliki saham di kesebelasan J-League Jepang, Yokohama F. Marinos.

“Sepakbola adalah olahraga yang paling dicintai, dimainkan, dan disaksikan di dunia dan di Tiongkok. Kami telah bekerja keras untuk menemukan rekan bisnis yang tepat dan untuk membuat struktur kerja sama yang tepat untuk memanfaatkan potensi yang besar di Tiongkok, baik untuk CFG maupun untuk sepakbola pada umumnya,” tutur Al-Mubarak.

Kerja sama dengan CMC bermula dari kedatangan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, yang melawat selama empat hari ke Inggris pada Oktober lalu. Dalam lawatannya tersebut, Xi Jinping menyempatkan diri hadir ke markas klub di Manchester. Untuk menyambut kedatangannya tersebut, CFG memasukkan bek Tiongkok yang bermain 130 kali untuk City selama 2002 hingga 2008, Sun Jihai ke dalam museum sepakbola di Manchester. Sun Jihai pun ditunjuk sebagai duta City di Tiongkok sepanjang September.

Mubarak menambahkan bahwa CMC memiliki rekam jejak yang baik dalam menciptakan nilai dan sangat tepat diminta untuk membantu City seperti sekarang ini. “Keyakinan kami adalah bahwa kini kami memiliki platform yang tak tertandingi untuk menumbuhkan CFG, kesebelasan kami, dan perusahaan baik di Tiongkok maupun secara internasional. Kami akan bekerja keras dengan mitra kami yang baru untuk menyadari potensi dari kerja sama tersebut,” ucap Mubarak.

Kerja sama sendiri sebenarnya sudah didiskusikan selama enam bulan untuk menciptakan model yang optimal. Uang yang dihasilkan akan digunakan CFG untuk mendanai pertumbuhan di Tiongkok, serta ekspansi bisnis CFG yang lain, seperti peningkatan aset infrastruktur.

Menunjukkan Kedigdayaan Tiongkok

Dengan kerja sama ini, Manchester City tidak lagi dimiliki oleh Abu Dhabi United Group sebagai pemilik tunggal yang dimikiki oleh Sheikh Mansour. CFG pun mesti berbagi kepentingan dengan CMC untuk meningkatkan potensi di Tiongkok. Di tingkat eksekutif, CMC akan diwakili oleh CEO-nya sendiri, Ruigang Li. Hal ini membuat jumlah dewan klub di CFG bertambah menjadi tujuh anggota.

“Sepakbola saat ini tengah berada dalam tingkat yang amat memikat di Tiongkok. Kami melihat pertumbuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya, secara industri, olahraga yang paling banyak disaksikan di Tiongkok, serta peran yang menginspirasi semua orang di segala usia untuk berbagi semangat,” tutur Li.

Menurut Li, CMC sendiri sudah mengabdi dengan terlibat dalam perkembangan sepakbola di tiongkok dari sejumlah aspek yang berbeda. Dengan model bisnis yang unik CFG dianggap memiliki kemampuan membangun pasar global, pengembangan pemain, program akademi, dan kerja sama komerisal yang akan memberi keuntungan bagi industri sepakbola Tiongkok di berbagai tingkatan. “Kami dan mitra konsorsium kami, CITIC Capital, juga melihat investasi ini sebagai kesempatan utama untuk memajukan kontribusi Tiongkok di sepakbola global,” ujar Li.

Apa yang dilakukan CMC, atau Tiongkok pada umumnya terbilang berani. Ketimbang kesebelasan lain yang telah memiliki nama, mereka lebih memilih berinvestasi di Manchester City. Ini menunjukkan kalau City sebenarnya memiliki potensi pasar yang masih besar dan bisa dieksploitasi secara besar-besaran.

Investasi di sepakbola pun memperlihatkan kalau Tiongkok memilih jalan yang serupa dengan yang dilakukan investor Timur Tengah. Sadar kalau mereka sulit berinvestasi di sepakbola dalam negeri, membeli saham kesebelasan Eropa pun menjadi pilihan. Dengan begitu, akan terbuka pintu bagi pemain-pemain potensial Tiongkok untuk mengejar ketertinggalan dari pesepakbola Jepang dan Korea Selatan yang terlebih dahulu menginvasi Eropa.

Tahun ini saja, sejumlah kesebelasan telah dikait-kaitkan dengan investor dari Tiongkok. Pertengahan Juli lalu, Pemilik West Bromwich Albion, Jeremy Peace, hampir menjual 88 persen sahamnya ke investor Tiongkok. Meskipun demikian, investasi tersebut batal setelah tidak mencapai kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat.

Sementara itu, pada pertengahan tahun ini, triliuner Tiongkok, Wang Jialin, membeli 20% saham Atletico Madrid. Jialin dikenal karena perusahaan propertinya, Dalian Wanda. Menurut BBC ini merupakan investasi pertama Tiongkok di kesebelasan besar Eropa.

“Investasi ini tidak hanya memberikan kesempatan emas buat pesepakbola Tiongkok, tetapi juga menguatkan kualitas sepakbola Tiongkok dan memperkecil jarak dengan negara-negara lainnya,” tutur Jialin.

Baca juga: Ekspansi Perusahaan Tiongkok ke Barcelona

30 Tahun Lagi Tiongkok Juara Dunia?


Selain itu, sejumlah investor Tiongkok pun dikaitkan dengan Malaga dan AC Milan, meskipun tidak ada dari keduanya yang berhasil mencapai kata sepakat.

Di samping banyaknya rencana kerjasama yang gagal terjalin, dari apa yang diucapkan Wang Jialin maupun CMC, terlihat kalau Tiongkok selain memburu keuntungan, juga ingin memajukan sepakbola dalam negeri. Seperti yang telah dibahas di atas, memiliki sebuah klub sepakbola berarti memberikan “jalur khusus” buat para pemain Tiongkok untuk setidaknya ikut berlatih di klub. Pasalnya, jumlah pemain Tiongkok yang bermain di liga top Eropa masih kalah jauh dengan para pemain dari Jepang dan Korea Selatan.

Mungkinkah investasi ini hanya sebagai kedok untuk menunjukkan kalau pemain Tiongkok pun bisa bersaing dengan Jepang dan Korea Selatan di kompetisi Eropa? Lagi pula, mungkin hanya sedikit pemain Tiongkok yang pernah bersinar.

Nama seperti Sun Jihai pun tak lepas dari kontroversi. Salah seorang anggota dewan menyatakan kalau pemilihan Jihai di Hall of Fame Museum Sepakbola Manchester “telah diatur” karena berdekatan dengan kedatangan Presiden Tiongkok, XI Jinping. Selain itu, pemilihannya tidak berdasarkan pendapat sejarawan, tetapi langsung dari manajemen museum.

“Aku tidak berpikir catatan Sun bisa membuatnya terpilh ke hall of fame. Aku pikir ini seperti telah diatur dan mestinya telah hilang dari sepakbola sejak lama, di mana uang bisa mendikte apa yang terjadi di lapangan sepakbola,” ucap Clive Efford.

Nah, kalau demikian, siapa lagi pesepakbola Tiongkok yang terkenal? Dong Fangzhuo?

foto: chinadaily.com.cn

Komentar