Romantisme Jepang dan Bundesliga, Matahari yang Kian Menyingsing di Jerman

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Romantisme Jepang dan Bundesliga, Matahari yang Kian Menyingsing di Jerman

Oleh: Dani Budi Rayoga*

Ada masa di mana anak-anak sekolah begitu menantikan adzan Magrib. Pasalnya, adzan Magrib merupakan pertanda dimulainya kartun yang ditayangkan di salah satu televisi swasta. Kartun yang paling fenomenal tentu “Captain Tsubasa”.

“Captain Tsubasa” merupakan serial anime atau kartun dari Jepang yang mampu menyihir dan membuat kita berimajinasi lewat tokoh-tokohnya seperti Tsubasa Ozora, Misaki, dan Hyuga. Selain “Captain Tsubasa” terdapat kartun sejenis seperti “Shoot”, “Whistle”, dan “Area no Khishi” yang bagi sebagian dari kita merupakan pintu gerbang untuk mencintai sepakbola.

Kita tumbuh bersama tokoh jagoan dalam setiap serial anime tersebut. Namun, saat kita tumbuh hanya dengan mengagumi karakter pantang menyerah, disiplin, semangat, dan kerja keras dari tokoh-tokoh tersebut, orang Jepang tumbuh dengan mempraktikkannya. Beberapa pemain telah membuktikannya seperti Shinji Kagawa (Dortmund), Atsuto Uchida (Schalke 04), dan Shinji Okazaki (Leicester City).

Kualitas sepakbola Jepang terus ditingkatkan, utamanya setelah menggelar Piala Dunia 2002 bersama Korea Selatan. Dampaknya, kualitas sejumlah pemain pun turut terkatrol dan mulai menunjukkannya dengan bermain di liga-liga Eropa.

Pada awal 2000-an, kita barangkali mengenal nama-nama seperti Hidetoshi Nakata, Shunsuke Nakamura, dan Junichi Inamoto. Nakata dan Nakamura bergabung ke Liga Italia, sementara Inamoto berguru ke Arsene Wenger di Arsenal pada 2001.

Berbeda dengan para pemain yang disebutkan di atas, beberapa tahun terakhir, para pemain Jepang justru membanjiri Liga Jerman. Berdasarkan data dari transfermarkt.co.uk, sebelum musim 2007/2008 tercatat hanya tiga pemain Jepang yang merumput di Bundesliga, yaitu Yasuhiko Okudera (1977-1986), Kazuo Ozaki (1983-1989), dan Naohiro Takahara (2002-2008).

Pada tahun-tahun berikutnya terjadi kenaikan yang signifikan. Hingga musim 2015/2016, tercatat ada 26 “Samurai-Samurai Biru” yang mencoba menaklukan Bundesliga. 10 pemain di antaranya masih aktif bermain di Bundesliga hingga saat ini. Jumlah ini merupakan yang terbanyak ketimbang negara-negara lain yang tergabung di AFC. Australia menyumbang 19 pemian, sedangkan rival Jepang, Korea Selatan hanya memiliki 15 pemain di Bundesliga. Banyaknya pemain Jepang di Bundesliga bukanlah suatu kebetulan. Jerman telah menjadi rumah kedua dan panggung bagi para samurai ini untuk memperkenalkan diri kepada dunia. Jepang dan Bundesliga seperti telah memiliki ikatan khusus.

Faktor Sejarah

Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam hijrahnya para pemain Jepang ke Bundesliga. Hubungan antara sepakbola Jerman dan Jepang telah terjalin sejak lama. Kisah pertama keduanya terjadi saat Olimpiade 1964 yang berlangsung di Tokyo. Kala itu, Jepang mendatangkan pelatih berkebangsaan Jerman, Dettmar Cramer, di posisi pelatih tim nasional. Cramer merupakan pelatih legendaris Jerman yang mampu membawa Bayern Munich memenangi Liga Champions dua kali berturut-turut pada 1975 dan 1976.

Di bawah kepemimpinan Cramer, Jepang mampu membuat kejutan dengan mengalahkan Argentina pada Olimpiade Tokyo. Sumbangsih Cramer terhadap sepak bola Jepang tidak terbatas pada tim nasional. Cramer ikut membantu merumuskan berdirinya liga Jepang dan sistem kepelatihan yang profesional di Negeri Matahari Terbit tersebut. Hal ini mengantarkan Jepang meraih medali perunggu pada Olimpiade edisi berikutnya di Meksiko. Berkat kerja kerasnya ini, Cramer dikenal sebagai “Bapak Sepakbola Jepang”.

Sejarah manis berikutnya ditorehkan oleh Yasuhiko Okudera yang merupakan pemain Jepang pertama di Bundesliga dan Eropa. Okudera bermain untuk FC Koln pada 1977. Di musim pertamanya Okudera membantu Koln memenangi Bundesliga dan DFB Pokal. Selain itu, Okudera juga menjadi pemain Asia pertama yang mencetak gol di Liga Champions pada 1980 saat Koln melawan Nottingham Forest di semifinal. Okudera menunjukkan bahwa Jepang mampu bersaing di level teratas sepak bola dunia pada masa itu.

Peran Okudera tidak hanya sampai di situ. Pertemanannya dengan Thomas Kroth juga memiliki peran terhadap eksodus pemain Jepang ke Jerman saat ini. Thomas Kroth adalah rekan Okudera di Koln yang sekarang bekerja sebagai agen pemian. Korth dikenal sebagai orang yang membawa pemain Asia, khususnya Jepang, ke Bundesliga. Pemain Jepang pertama yang didatangkan Korth ke Bundesliga adalah Takahara pada tahun 2003. Korth merupakan agen hampir semua pemain Jepang di Bundesliga, seperti Kagawa, Okazaki, Kiyotake, Makoto Hasabe, dan Yoshinori Muto.

“Saya menyukai Jepang, khususnya Tokyo. Mungkin karena saya bermain bersama dengan Okudera saat di Koln. Dan karena saya menyukai negara ini, saya sering pergi ke Jepang dan mulai memperhatikan pemain Jepang. Setelah itu saya berusaha mencarikan mereka klub di Eropa,” kata Kroth.

Mudahnya Adaptasi

Pengaruh selanjutnya adalah cocoknya tipe permainan Jepang dengan Bundesliga. Karena tentu pecuma jika Kroth hanya membawa pemain tapi ia tak mampu menunjukkan performa terbaiknya.

Hal ini pun diungkapkan Lothar Matthaus pada ESPN FC, “Pemain Asia memiliki lebih banyak kesamaan dengan Bundesliga daripada liga-liga Eropa lainnya. Hal ini dikarenakan mereka mengutamakan kerja sama tim, kerja keras dan disiplin. Kita menyukai mereka secara mental, karena Jerman juga merupakan pekerja keras. Hal ini menumbuhkan hubungan khusus antara kita.”

Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang pemain Jepang, Gotoku Sakai, Full-Back Hamburg SV. “Pemain Jepang sangat baik dalam bekerja sama dan menjadi pemain tim. Saat saya melihat tim nasional Jerman, saya melihat hal yang sama. Jadi pemain Jepang sesuai dengan sistem yang ada di Bundesliga,” tutur Sakai.

Baca juga: Rasa Bundesliga di Final Piala Asia

Di Bundesliga mental pemain memainkan peran penting. Sistem di Bundesliga dikenal sangat memelihara nilai-nilai kedisiplinan dan kerajinan, serta pada umumnya mencegah adanya skandal atau insiden di luar lapangan. Dalam hal ini, para Samurai Biru memiliki mental yang sangat baik. Mereka sangat profesional dan menghindari ketenaran yang berpotensi memengaruhi penampilan mereka di lapangan. Kerendahan hati sudah menjadi sifat umum dari para pemain Jepang.

“Mereka hidup untuk pekerjaan mereka, merasa Jerman adalah rumah mereka. Selalu berkonsentrasi terhadap apa yang diperintahkan. Mereka sangat berkomitmen dan bertekad untuk melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Pekerja keras dan pantang menyerah,” terang Kroth mengenai pemain Jepang.

Tantangan terberat pemain Jepang adalah masalah fisik. Bundesliga terkenal dengan sepak bola cepat, menyukai pemain denga fisik yang kuat yang mampu melakukan tackle sebaik mereka berlari. Namun kekurangan ini dapat mereka atasi dengan memaksimalkan kelebihan yang mereka miliki, yaitu kecepatan, kelincahan, keuleta,n dan intelegensi. Kelebihan tersebut menjadi faktor kunci kesuksesan pemain Jepang. Hal ini diamini oleh Hajime Hosogai, pemain Herta Berlin yang musim ini dipinjamkan ke Bursaspor.

“Pemain Jepang memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan kelincahan. Saya memiliki kelemahan dalam fisik jika dibandingkan dengan pemain Jerman, jadi saya harus mencoba menutupi kelemahan saya dengan kecepatan dan kelincahan, serta kreativitas dan intelegensi. Saya percaya tanpa menggunakan kepala saya, saya tidak akan bisa bertahan di Bundesliga,” ujar Hosogai.

Di liga yang tergolong sehat secara finansial, tim Bundesliga mendatangkan pemian-pemain dari Asia karena potensi permainan sepakbolanya, bukan potensi pemasaran mereka seperti yang dilakukan beberapa liga top Eropa.

Klub Jerman mempelajari potensi pemain secara detail dan memastikan pemain yang didatangkan sesuai dengan kebutuhan tim. Pemain Jepang datang ke Jerman bukan hanya untuk menjadi pelengkap tim, tetapi menjadi bagian penting dalam tim. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah penampilan pemain Jepang di 13 laga yang sudah berjalan di Bundesliga pada musim ini. Shinji Kagawa (Dortmund) dan Yoshinori Muto (Mainz) bermain di 13 pertandingan, Makoto Hasabe (Frankfurt) dan Genki Haraguchi (Herta Berlin) telah memainkan 12 pertandingan, Yuya Osako (Koln) memainkan 11 pertandingan, Hiroshi Kiyotake dan Hiroki Sakai telah bermain Hannover dalam 9 pertandingan. Hanya Gotoku Sakai (Hamburg) dan Kazuki Nagasawa (Koln) yang bermain di bawah 5 pertandingan.

Dari berbagai aspek yang telah dibahas di atas, tentu bukan hal yang aneh apabila pemain Jepang mampu menampilkan permainan terbaiknya dan membatu timnya untuk meraih prestasi. Setelah era Okudera pada tahun 1977 yang mempu membantu Koln meraih gelar Bundesliga dan DFB Pokal, beberapa pemain Jepang mampu menunjukkan permainan yang apik sekaligus membantu tim meraih gelar juara.

Makoto Hasabe dan Yoshito Okubo merupakan bagian dari tim Wolfsburg yang menjuarai Bundesliga pada musim 2008/2009. Dan yang paling sensasional adalah penampilan Kagawa yang mampu mengantarkan Dortmund meraih dua gelar Bundesliga pada musim 2010/2011 dan 2011/2012 dan gelar DFB Pokal pada musim 2011/2012. Kesuksesan-kesuksesan pemain Jepang ini mendorong makin banyak tim-tim Bundesliga untuk mencari pemain dari Jepang.

Samurai Biru terbaru yang mencicipi Bundesliga dan sudah menjadi sorotan karena penampilannya yang memukau adalah Yoshinori Muto. Pemain yang berposisi sebagai penyerang tersebut baru bergabung ke Mainz musim ini. Muto sempat dikabarkan diincar oleh klub raksasa Inggris, Chelsea. Dalam 13 pertandingan Bundesliga, Muto selalu menjadi pilihan utama dan sudah mencetak 6 gol. Penampilan yang tidak buruk untuk memperkenalkan diri di sepakbola Eropa.

Romantisme hubungan sepakbola antara Jepang dan Bundesliga yang telah terjalin sejak lama makin berkembang beberapa tahun ini. Hubungan yang saling menguntungkan antara pemain Jepang dan tim-tim Bundesliga. Jerman sudah seperti negara kedua bagi para Samurai Biru ini, perlahan-lahan menjadi negara Matahari Terbit di Eropa.

Bagi kita yang merindukan tokoh anime seperti Tsubasa, Hyuga, Toshi, atau Kazamatsuri Sho, mungkin bisa terobati dengan melihat para pemain Jepang berlaga di Bundesliga. Toh mereka sudah mewakili karakter-karakter tokoh anime di atas. Dan terakhir, semoga perbaikan sepak bola secara menyeluruh yang sedang dilakukan di negara ini mampu melahirkan Tsubasa bedarah Indonesia.

Baca juga: Upaya Cengkraman Bundesliga di Tanah Asia

*Penulis adalah seorang yang selalu antusias dan mencintai keindahan permainan sepak bola. Sedang belajar membagi cinta tersebut ke pencinta sepak bola melalui tulisan. Telah menjadi fans MU seumur hidup. Twitter : @DaniBRayoga.


foto: japantimes.co.jp

Komentar