Pemain Nigeria: Bersinar Saat Muda, Tak Berkembang Saat Dewasa

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Pemain Nigeria: Bersinar Saat Muda, Tak Berkembang Saat Dewasa

Nigeria berhasil memantapkan diri sebagai negara tersukses dalam kejuaraan Piala Dunia U-17. Pada Piala Dunia U-17 2015 yang digelar di Cile, Nigeria keluar sebagai juara setelah menumbangkan Mali dengan skor 2-0.

Trofi tersebut membuat Nigeria sudah delapan kali masuk final dari 16 edisi Piala Dunia U-17, dan mereka keluar sebagai juara sebanyak lima kali. Negara sepakbola seperti Brasil saja hanya tiga kali mengangkat trofi Piala Dunia U-17 ini.

Berbicara prestasi sebuah negara, tak bisa dimungkiri ada peran besar dari pembinaan pemain muda dari negara tersebut. Maka yang menarik untuk kita telusuri adalah pembinaan seperti apa yang dilakukan Nigeria pada pemain muda mereka?

Nigeria bukan lah negara makmur. Segala permasalahan dalam negeri dimulai dari perbudakan, krisis air, dan masalah-masalah lainnya, silih berganti menimpa salah satu negara Afrika Barat ini. Sepakbola mereka pun pernah dibekukan FIFA, walau hanya sembilan hari, karena adanya intervensi politik. Tapi timnas mereka tetap berprestasi setidaknya tim senior bisa melangkah ke Piala Dunia (setelah dihukum FIFA) dan terbaru juara Piala Dunia U-17.

Hal ini tak bisa dilepaskan dari sejarah Nigeria yang merupakan salah satu negara jajahan Inggris, negara yang disebut-sebut sebagai negara pencetus sepakbola. Menurut buku berjudul ‘Soccer around the World: A Cultural Guide to the World’s Favorite Sport’ karya Charles Parrish dan John Nauright, Nigeria sudah mengenal sepakbola sejak akhir 1800-an, namun baru berkembang cepat pada 1900-an. Adalah pelaut-pelaut dari Britania yang memperkenalkan sepakbola pada masyarakat luas Nigeria sejak 1904.

Sepakbola kemudian menjadi olahraga paling populer di Nigeria. Bahkan menurut kolumnis Ventures Africa, Hadassah Egbedi, sepakbola menjadi alat pemersatu bangsa. Lewat sepakbola, Nigeria yang memiliki lebih dari 500 bahasa daerah lebih mudah bersosialisasi satu sama lain.

Sepakbola dimainkan di seluruh Nigeria. Tak memandang seperti apa arena bermainnya, bola berbentuk apa yang dimainkannya, sepakbola bisa terus dimainkan oleh masyarakat luas Nigeria dari segala kalangan. Konon, semakin kita sering bergumul dengan sepakbola, maka akan semakin hebat pula kemampuan bermain sepakbola kita.

Talenta-talenta berbakat lahir dari kehidupan Nigeria yang keras tersebut. Bahkan sejak awal 1990-an, semuanya dipermudah setelah berdirinya Pepsi Football Academy. Akademi ini akan menyeleksi pemain-pemain berbakat di Nigeria. Para pemain terpilih, dibebaskan dari segala biaya. 20 pemain terbaik, akan mendapatkan beasiswa di Inggris.

Hingga saat ini, PFA, yang menelurkan bakat seperti John Obi Mikel, tersebar di 13 kota berbeda. Ini semakin memperbesar kesempatan para pemain muda berbakat Nigeria untuk bisa mengasah kemampuan bermain sepakbola mereka. Kondisi ekonomi tak menjadi persoalan.

Setelah itu, akademi-akademi dengan kualitas terbaik lainnya mulai menjamur. Kwara State Football Academy, Midas Soccer Academy, Abuja Football College, African Touch Football Academy, atau City of David Football Academy (CODA) yang memiliki partnership dengan salah satu kesebelasan Inggris, Bolton Wanderers. Bahkan hampir setiap tahun CODA selalu mengirim maksimal tujuh pemain Nigeria untuk menjalani trial di Inggris.

Jangan lupakan pula Papilo Football Academy yang didirikan oleh salah satu legenda Nigeria, Nwankwo Kanu. Akademi ini seringkali mendapatkan pelatihan langsung dari legenda Inggris, Bryan Robson.

Akademi-akademi di atas memiliki konsep yang sama. Mayoritas akademi-akademi tersebut tak terlalu membebankan biaya bagi para pemain-pemain muda berbakat. Akademi-akademi ini pun memiliki kurikulum akademik sehingga para pemain yang tergabung dengan akademi tersebut pun bisa mendapatkan ilmu layaknya bersekolah.

Karenanya banyak kesempatan bagi para pemain muda Nigeria untuk memiliki karier yang baik meski mereka berasal dari keluarga yang tak mampu. Selama ia memiliki kemampuan, punya potensi yang besar, dan juga kemauan untuk belajar yang tinggi, peluang untuk menjadi pemain profesional selalu terbuka lebar.

Sebagai salah satu contoh, simak cerita Victor Osimhen yang menjadi andalan lini depan Nigeria U-17 meski berasal dari keluarga tidak mampu.

Misalnya saja pemain-pemain Nigeria di Piala Dunia U-17 yang kebanyakan tak berasal dari akademi klub yang berkompetisi di Liga Nigeria. Akademi-akademi di atas menyumbang pemain bagi timnas junior, seleksi ketat dari akademi pun menghasilkan pemain-pemain muda terpilih yang membela Golden Eaglets.

Hanya saja pemain-pemain Nigeria seringkali tak berkembang saat dewasa. Hal ini dikarenakan para pemain Nigeria, sebagaimana pemain dari negara Afrika lainnya, sering cepat berpuas diri. Latar belakang mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu, seringkali membutakan mereka ketika mendapatkan penghasilan yang cukup besar ketika hijrah ke Eropa.

Salah satunya adalah Macauley Chrisantus. Simak ceritnya dalam artikel Nasib Para Pemain Terbaik Piala Dunia U-17

Belum lagi tipikal para pemain Nigeria yang hanya identik dengan kecepatan dan kekuatan fisik yang mereka miliki. Muncul anggapan bahwa pemahaman pemain Nigeria, dan juga pemain dari Afrika, terhadap taktik tak terlalu baik.

Hal ini diamini sendiri oleh penyerang muda berbakat asal Nigeria yang kini bermain di Manchester City, Kelechi Iheanacho, “Menurut saya, sepakbola adalah olahraga tentang kekuatan,” ujar Iheanacho ketika diwawancarai fifa.com. “Tapi karenanya kami memiliki masalah soal taktikal.”

Di satu sisi, pembinaan pemain muda Nigeria dengan akademi-akademi yang membebaskan biaya membuat mereka memiliki banyak kesempatan untuk bersinar. Di sisi lain, mereka dianggap kurang memiliki ambisi ketika memasuki usia dewasa.

Saya lantas membayangkan bagaimana jika di Indonesia memiliki banyak akademi yang membebaskan dari biaya. Saya yakin, banyak pemuda-pemuda kita yang kariernya terhambat karena minimnya kesempatan untuk mengasah kemampuan sepakbola mereka sambil berbarengan juga dengan belajar layaknya sekolah biasa.

Padahal pembinaan usia muda sangat penting bagi prestasi di negara itu sendiri. Bisa jadi karena hal ini pula, Indonesia kesulitan mencari pemain-pemain terbaik yang bisa mengangkat prestasi timnas. Hal ini bisa dibenarkan mengingat Indra Sjafrie saja harus blusukan untuk mendapatkan pemain-pemain bertalenta seperti Evan Dimas dkk.

Foto: m24digital.com

Komentar