100 Tahun PSM Makassar

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

100 Tahun PSM Makassar

Karya: Ashraq Muhammad


Persatuan Sepakbola Makassar (PSM) kini genap berusia satu abad. Didirikan pada 2 November 1915, PSM mulanya menggunakan nama Makassar Voetbal Bond (Serikat Sepakbola Makassar) atau MVB. Seiring kedatangan Jepang pada 1942, banyak hal yang berbau Belanda dihapuskan. Tak terkecuali nama MVB yang kemudian diubah menjadi PSM Makassar.


PSM ini pula yang melahirkan Ramang, salah satu legenda sepakbola Indonesia. Ramang mencuat namanya setelah PSM melakukan reorganisasi internal menyusul mulai hidupnya kembali sepakbola Indonesia pasca penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar. Sang striker itulah yang tak sekadar menjadi ikon, namun bahkan kerap disandingkan dengan nama PSM sendiri, Pasukan Ramang.


Semangat juangnya yang tak kenal menyerah, tendangan yang keras,dan pantang meringis kesakitan membuatnya menjadi role model pola permainan PSM Makassar yang terkenal mengutamakan determinasi, kecepatan, serta keras namun tak kasar dengan landasan ‘siri na pacce’.


Dengan Ramang mengisi lini depan pulalah PSM akhirnya bisa merengkuh gelar juara Perserikatan yang pertama kali setelah mengandaskan tuan rumah PSMS Medan pada 1957. Pada era tersebut, PSM tampak superior dan menjadi kesebelasan sepakbola Indonesia yang amat disegani. Setelah torehan itu, PSM kembali menjuarai Perserikatan pada 1959, 1965, dan 1966. Selebihnya pada 1961 dan 1964 menjadi runner-up.


Setelah absen mengecap juara Perserikatan, PSM baru kembali menjadi juara pada 1992. Pada tahun itu mencuatlah nama seperti Ansar Abdullah, Yusrifar Djafar, Mustari Ato dan Bahar Muharram. Harian Kompas kala itu menulis di halaman depannya sebagai berikut.


”Kemenangan PSM adalah foto copy sebuah keberhasilan patriotisme atas idealisme. Persib Bandung yang secara teknik lebih unggul, disingkirkan di semifinal. Kemudian Medan yang memilih bermain cantik dan menghilangkan ciri khas permainan kerasnya, disikat pula. Keduanya, Persib dan PSMS, dihantam PSM dengan skor yang sama 2-1.


Stadion tua Senayan bergetar, ‘digoyang’ histeris sekitar 20.000 suporter PSM, dan itu cukup untuk membungkamkan sekitar 30.000 pendukung PSMS, begitu pertandingan yang merupakan ulangan final tahun 1957 di Padang itu baru berlangsung 13 menit. Ternyata, PSM yang merupakan underdog, lebih dulu menggetarkan gawang PSMS.”


Selanjutnya ketika kompetisi Perserikatan dan Galatama dilebur menjadi Liga Indonesia, PSM Makassar masih menjadi kesebelasan yang sangat diperhitungkan dengan tetap mempertahankan ciri khas yang keras dan cepat. Puncaknya adalah ketika kompetisi tahun 1999-2000, Juku Eja mengangkat trofi Liga Indonesia di bawah asuhan Henk Wullems setelah mengalahkan Pupuk Kaltim.


Ciri khas PSM Makassar, yang diperkaya teknik tinggi para bintang seperti Ortisan Solossa, Kurniawan Dwi Julianto, Hendro Kartiko, Bima Sakti, Carlos de Mello, dan Joseph Lewon dipadu putra daerah seperti Rahman Usman, Yusrifar Djafar, Ronny Ririn, serta Syamsuddin Batolla menjadi kunci keberhasilan kala itu.


Berbicara kiprah internasional, PSM Makassar juga mencatatkan kemenangan mengesankan pada babak pertama Piala Champions Asia. Pada musim 1996-1997, PSM Makassar bermain luar biasa dengan mengalahkan Pohang Steeler 1-0 di Makassar. Sayang Juku Eja kemudian harus menyerah saat bertandang ke kandang Pohang dengan skor telak 0-4.


Musim 2000-2001 PSM tampil di Piala Champions Asia. Mereka berhasil menembus perempat final. Sebelumnya, Juku Eja menyisihkan Song Lahm Nghe An Vietnam dan Royal Thai Air Force Thailand. Di perempat final kemudian dibagi kembali ke dalam fase grup. Namun, langkah Psukan Ramang harus terhenti setelah dikandaskan Shandong Luneng, Jubilo Iwata, dan Samsung Suwon Blue Wings, semuanya dengan kekalahan telak.


Berturut-turut pada 2004 dan 2005, PSM Makassar melanjutkan kiprahnya di Liga Champions Asia. Sayangnya PSM Makassar masih belum mampu memperoleh hasil yang positif. Pada tahun 2004, PSM Makassar menjadi juru kunci di grupnya meski membukukan dua kemenangan yang diisi Dalian Shide, Hoang Anh, dan Krung Thai.


Pada 2005, PSM Makassar yang mewakili Indonesia bersama Persebaya Surabaya harus terhenti langkahnya di fase grup. PSM Makassar menempati peringkat ketiga setelah hanya mampu meraih kemenangan dan hasil seri melawan BEC Tero Sasana Thailand serta kekalahan atas kesebelasan Tiongkok, Shandong Luneng dan kesebelasan Jepang, Yokohama F Marinos.


Hingga saat ini, PSM Makassar masih eksis dalam persepakbolaan Indonesia meski banyak terjal yang dilalui. Termasuk ketika dualisme liga dan sempat memilih ikutIndonesian Premiere League (IPL) hingga mandeknya rekonsiliasi liga Indonesia akibat kisruh di induk sepakbola kita, PSSI. Bahkan terakhir ketika kompetisi Indonesian Super League (ISL) harus terhenti menyusul langkah berani Menteri Pemuda dan Olahraga untuk membekukan kegiatan PSSI.


Sungguh miris rasanya ketika momen seabad PSM Makassar, salah satu kesebelasan tertua di Indonesia*, harus dilalui dengan kekosongan kompetisi. Meskipun sempat ingin menjadikan momen Piala Presiden sebagai hadiah seabad PSM Makassar, namun niat itu pun kandas di babak delapan besar.


PSM Makassar adalah salah satu kesebelasan tertua di Indonesia. PSM Tak pernah terdegradasi dari kasta tertinggi dan selalu melahirkan bibit muda untuk memperkuat tim nasional Indonesia. Mulai dari Ramang, Bahar Muharram, Syamsul Chaeruddin, hingga kini Rasyid Assyahid Bakri. Ciri khas keras dan cepat serta pantang menyerah yang tak akan lekang oleh waktu. Terima kasih kepada seluruh legenda yang telah menjadi darah yang mengalir dalam determinasi Pasukan Ramang.


Terima kasih kepada seluruh suporter PSM Makassar yang telah menemani dan bernyanyi atas nama cinta, mulai dari era Ikatan Suporter Makassar, hingga kini The Macz Man, Laskar Ayam Jantan, Red Gank, dan seluruh fans PSM Makassar. Selamat ulang tahun ke 100 PSM Makassar kami. Tetaplah berkokok wahai Ayam Jantan dari timur! Jangan engkau gentar, paentengi siri’nu! Ewako PSM!


Mahasiswa akuntansi dan pecinta PSM Makassar. Akun twitter @Ashraqmiroslav



*


* Catatan editor: PSM sebenarnya bukan kesebelasan tertua di Indonesia yang masih aktif hingga saat ini. Masih ada yang lebih tua, salah satunya yaitu UNI dari Bandung yang sudah berkiprah sejak 1903. Hanya saja, UNI memang tidak pernah berkiprah di level tertinggi sepakbola Indonesia. Lebih sering berperan sebagai akademi sepakbola yang melahirkan banyak pemain di Bandung dan UNI memang sempat menjadi anggota Persib Bandung. Sebelum kompetisi sepakbola Indonesia terhenti pada awal 2015, UNI berkiprah di Divisi I Liga Indonesia musim kompetisi 2014.


foto: Twitter @PLESETANBOLA

Komentar