Manchester City Kehilangan Pemimpin di Lapangan

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Manchester City Kehilangan Pemimpin di Lapangan

Mengawali musim dengan lima kemenangan beruntun dan tanpa kebobolan, tak menjamin Manchester City akan menjalani musim dengan nyaman. Bahkan hal tersebut sudah terlihat dengan tiga kekalahan pada empat laga berikutnya.

Setelah ditumbangkan Juventus di kandang sendiri, giliran West Ham United yang menjungkalkan Man City di Ettihad Stadium. Sempat menggasak Sunderland dengan skor 1-4 pada ajang Capital One Cup, City kembali menelan kekalahan saat bertemu Tottenham Hotspurs dengan skor telak 4-1.

Menilik lebih jauh, hasil-hasil negatif City tersebut tak bisa dilepaskan atas cederanya bek andalan sekaligus kapten mereka, Vincent Kompany. Ya, sejak Kompany cedera-lah skuat besutan Manuel Pellegrini ini mulai sering menerima kekalahan, bahkan dengan skor yang cukup besar saat melawan Spurs.

Loh, bukannya Manchester City memiliki Nicolas Otamendi yang memiliki kemampuan menjaga lini pertahanan yang tak kalah baiknya? Bukankah Pellegrini tinggal mengganti Kompany dengan Otamendi sehingga persoalan di lini belakang selesai?

Persoalannya bukan tentang siapa Otamendi atau seberapa hebat Otamendi, tapi seberapa besar dampak kehilangan Kompany yang merupakan pemimpin dalam skuat Man City. Kehilangan Kompany yang merupakan kapten tim, tak sesederhana hanya dengan mengganti pemain.

Kompany mulai didapuk menjadi kapten utama Man City pada musim 2011-2012, pada musim keempatnya bersama kesebelasan berjuluk The Citizens tersebut. Pada tahun yang sama, bek kelahiran 10 April 1986 ini telah ditunjuk menjadi kapten utama timnas Belgia menggantikan Thomas Vermaelen.

Di bawah kepemimpinannya, Manchester City langsung menjadi juara Liga Primer Inggris pada musim pertamanya menjadi kapten utama City. Sementara di timnas, bek yang direkrut City dari Hamburg SV ini berhasil menjadi kapten yang mengantarkan Belgia ke Piala Dunia setelah absen selama 12 tahun pada 2014.

Kompany memang merupakan kapten yang diidam-idamkan setiap pelatih. Ia selalu memberikan segala kemampuan dan ketidakmampuannya setiap saat. Ditambah dengan kebisaannya memberi instruksi pada rekan-rekannya, kesebelasan yang ia bela pun memiliki seseorang ‘jenderal perang’ yang membuat para ‘prajurit’ lainnya mendapatkan panutan yang tepat dan tahu harus berbuat apa ketika berada di ‘medan perang’ sehingga tak salah arah.

Kompany saat memberikan instruksi pada rekan-rekannya (via: theguardian)
Kompany saat memberikan instruksi pada rekan-rekannya (via: theguardian)

“Cara dia [Kompany] bermain, ia selalu memberikan intensitas 100%. Tidak hanya di setiap pertandingan, tapi juga di setiap latihan,” ujar Pellegrini pada The Guardian. “Begitulah cara dia setiap bekerja.”

Kita sendiri bisa melihat intensitas seperti apa yang ditunjukkan Kompany setiap menjalani pertandingan. Keinginannya untuk menang sangatlah tinggi. Hal paling terlihat ketika ia melakukan perayaan golnya, melakukan penjagaan pemain atau melakukan tekel; terlihat sangat ambisius.

Pellegrini sendiri pernah meminta Kompany untuk mengurangi intensitas bermainnya. Karena menurut manajer asal Cile tersebut, gaya bermainnya tersebut bisa membahayakan dirinya sendiri, karena semakin berkemungkinan besar mendapatkan cedera. Tapi Kompany kesulitan untuk melakukannya.

“Itu sangat susah. Mengubah caranya bermain tak akan mudah baginya sendiri. Ia kadang mencoba untuk bermain tanpa 100% intensitas, tapi anda pun tidak bisa mengubahnya,” lanjut Pellegrini.

Tanpa Kompany, City memang seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Para pemain City seolah kehilangan inspirasi, karena jika berbicara kualitas pemain, City jelas berada di atas rata-rata. Jadi siapa lagi yang bisa memimpin dan memberikan instruksi di lapangan lebih baik (dari) atau seperti Kompany?

Sebenarnya terdapat para pemimpin di lini pertahanan seperti Pablo Zabaleta. Namun sialnya, Zabaleta sudah lebih dulu menepi karena cedera. Sementara Joe Hart, yang juga beberapa kali menjadi kapten, ia pernah mengatakan bahwa ia bukan tipe kiper yang suka berteriak-teriak memberikan instruksi.

Selama Kompany cedera, ban kapten akan melingkar pada gelandang eks-Barcelona, Yaya Toure. Tapi tetap saja, persoalannya terdapat di lini pertahanan, yang tak terlalu bisa dikordinasi dengan baik oleh Yaya. Karena secara menyerang, sebenarnya City tak terlalu bermasalah, setidaknya masih selalu bisa mencetak gol.

Lebih sialnya lagi, Yaya Toure mendapatkan cedera saat melawan Tottenham Hotspur. Laga tersebut memang membuat City kelimpungan. Yaya ditarik keluar setelah gol kedua Spurs terjadi. Setelah diganti oleh Jesus Navas, dua gol lain bersarang ke gawang City.

Dengan cederanya Kompany, Zabaleta, serta baru-baru ini Yaya Toure dan Joe Hart, praktis City benar-benar kehilangan pemimpin di atas lapangan. Hal tersebut mungkin yang bisa menjadi jawaban mengapa City tiba-tiba mendapatkan sederet hasil negatif meski di awal musim tampil sempurna.

foto: timelives.co.za

Komentar