Nostalgia Mourinho Bersama Estadio do Dragao dan Porto

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Nostalgia Mourinho Bersama Estadio do Dragao dan Porto

Liga Champions matchday ke-2 mempertemukan runner up Liga Primera Portugal, FC Porto, dengan juara Liga Primer Inggris, Chelsea. Laga yang akan digelar di Estadio do Dragao ini pun tentunya akan menjadi laga yang tak biasa bagi pelatih Chelsea, Jose Mourinho.

Pamor Mourinho yang saat ini disebut-sebut sebagai salah satu pelatih terbaik di dunia memang pertama kali muncul ke permukaan saat membesut Porto. Ya, Porto merupakan mantan kesebelasan yang pernah ditangani Mou selama dua musim.

Di tangan Mourinho, Porto berhasil menjuarai UEFA Cup (sekarang Europa League), Piala Portugal, dan Liga Primera Portugal pada musim penuh pertamanya (bergabung pada Januari 2002). Prestasi gemilang tersebut berlanjut pada musim berikutnya dengan kembali menjuarai Liga Primera Portugal (trofi Liga Portugal ke-20 Porto) plus juara UEFA Liga Champions.

Menjuarai Liga Champions menjadi prestasi yang benar-benar membuat namanya meroket ke seantero Eropa, bahkan dunia. Apalagi dalam perjalanan Porto meraih trofi Liga Champions pertamanya tersebut Mourinho sukses menjungkalkan Manchester United, Olympique Lyon dan Deportivo La Coruna sebelum mengalahkan AS Monaco dengan skor telak 3-0 pada partai puncak.

Keberhasilan tersebut memang merupakan buah dari kejeniusan pelatih yang lahir pada 26 Januari 1963 ini. Pernah belajar sports science di salah satu universitas Lisbon, juga pernah menjadi guru pendidikan jasmani, dan mendapatkan kursus kepelatihan di Inggris, serta menjadi penerjemah pelatih Legendaris Inggris, Sir Bobby Robson selama di Sporting CP, Porto, dan Barcelona, membuatnya menjadi pelatih yang kaya akan pengalaman dari berbagai aspek.

Mourinho yang juga pernah bekerja sebagai pemandu bakat pun berhasil memaksimalkan talenta-talenta berbakat Portugal saat berada di Porto. Vitor Baia, Ricardo Carvalho, Costinha, Helder Postiga dan Deco adalah pemain-pemain Portugal yang semakin bersinar di bawah kepemimpinannya.

Carvalho dan Postiga merupakan dua pemain lulusan akademi Porto yang menjadi pilihan utama Mou. Carvalho yang sebelum kedatangan Mourinho selalu dipinjamkan ke sejumlah kesebelasan Portugal lain, menjadi pilihan utama di lini pertahanan, berduet dengan Pedro Emmanuel. Sementara Postiga yang kala itu masih 20 tahun, menjadi pilihan utama Mou untuk ditandemkan dengan penyerang asal Brasil, Derlei, sukses mencetak 19 gol ketika Porto meraih treble winners.

Selain pemain-pemain yang memang sebelumnya sudah ada di Porto, Mourinho pun memaksimalkan para pemain Portugal yang ia datangkan dari kesebelasan lain. Nuno Valente, Maniche, Paulo Ferreira, dan Pedro Emmanuel adalah di antaranya.

Cara bermain Porto yang saat itu dikenal dengan pressao alta merupakan permainan high pressing a la Mourinho yang diinstruksikan pada pemainnya. Permainan seperti ini berhasil secara sempurna dimainkan oleh anak asuhnya karena selama pra-musim, Mou memfokuskan latihan aerobik agar para pemain Porto memiliki fisik dan stamina yang bisa menunjang pressao alta strategi Mourinho.

Strategi inilah yang memberikan catatan 71,65% kemenangan dari 127 laga yang dijalaninya bersama Porto. Dengan enam trofi juara selama dua musim bersama Porto, Mourinho pun lantas direkrut oleh Chelsea yang saat itu tengah memulai era barunya bersama presiden klub asal Rusia, Roman Abramovich.

Mourinho bersama Abramovich saat pertama kali ditunjuk menjadi pelatih Chelsea pada 2004 silam. (via: dailymail.co.uk)
Mourinho bersama Abramovich saat pertama kali ditunjuk menjadi pelatih Chelsea pada 2004 silam. (via: dailymail.co.uk)

Kehebatan lain dalam diri Mourinho yang sudah terlihat sejak di Porto adalah selalu tak terkalahkan ketika bermain di kandang. Bahkan rekor kandang tak terkalahkan yang pernah ia torehkan itu tak bisa diraih oleh 107 pelatih di dunia, yang di antaranya pelatih-pelatih top lainnya.

Sejak Porto kalah dari Beira-Mar di kandang dengan skor 2-3, di mana saat itu Porto bermain dengan sembilan pemain, pada 23 Februari 2002, Mourinho sulit dikalahkan di kandang. Rekor tak terkalahkan di kandang yang dimiliki Mourinho itu mencapai 150 pertandingan. Dan rekor itu bertahan selama sembilan tahun lebih.

Total 150 pertandingan kandang tersebut mencakup 38 laga bersama Porto, 60 laga bersama Chelsea, 38 laga bersama Internazionale Milan, dan 14 laga bersama Real Madrid. Rekornya terhenti setelah Real Madrid dikalahkan oleh Sporting Gijon dengan skor 1-0. Dari 150 laga kandang tersebut, Mourinho mencatatkan 125 kemenangan dan 25 hasil imbang.  Golnya sendiri mencapai 342 kali dan hanya kebobolan sebanyak 87 kali.

Kembali ke Estadio do Dragao tampaknya sedikit banyak akan memanggil kembali ingatan-ingatan Mou selama dua setengah musim di Porto. Estadio do Dragao pun tentunya punya andil besar dalam rekor yang ditorehkan Mourinho, juga menjadi tempat bermulanya Mourinho mencatatkan prestasi-prestasi yang menuntunnya menjadi pelatih yang dijuluki the special one saat ini.

Patung dirinya di museum klub Porto, bersama patung Sir Bobby Robson dan Andre Villas-Boas, memang menunjukkan bahwa Mourinho adalah orang yang cukup diagungkan di Porto. Meskipun begitu, dengan datangnya Mou bersama Chelsea, Mou akan datang berstatus sebagai musuh dengan bertekad mempermalukan Porto di hadapan pendukungnya sendiri,  di Estadio do Dragao, yang pernah mendukungnya di masa lalu.

foto: telegraph.co.uk

Komentar