Kebencian yang Begitu Mendalam kepada Legenda yang Berkhianat

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Kebencian yang Begitu Mendalam kepada Legenda yang Berkhianat

Para pendukung Prancis pasti masih mengingat kiprah Mathieu Valbuena pada ajang Piala Dunia 2014 Brasil. Pria tersebut merupakan salah satu pemain yang berkontribusi membawa Si Ayam Jantan, julukan Prancis, ke babak perempat final sebelum dikalahkan Jerman dengan skor tipis 1-0.

Valbuena menempati posisi penyerang sayap kanan dalam formasi 4-3-3 yang dipilih Didier Deschamps pada Piala Dunia 2014. Dari lima kali pertandingan yang dilalui Prancis, cuma sekali ia tidak tampil, yaitu ketika melawan Ekuador dipertandingan terakhir fase grup E. Si Ayam Jantan kala itu sudah dipastikan lolos ke babak 16 besar. Pada Piala Dunia 2014 tersebut Valbuena mencetak satu gol, melepaskan 12 umpan kunci dan satu di antaranya menjadi asist.

Penampilan gemilang Valbuena yang masih berseragam Olympique de Marseille itu membuat banyak kesebelasan tertarik merekrutnya. Dikabarkan dari Manchester United, Arsenal,  hingga Newcastle United, Queens Park Rangers (QPR) dan West Ham United tertarik memakai jasanya. Tapi ia justru lebih memilih hengkang ke Rusia untuk memperkuat Dinamo Moscow pada bursa transfer musim panas 2014.

Tapi Valbuena cuma berada di Liga Rusia selama satu musim saja karena memilih kembali berkarir di Prancis yang telah membesarkan namanya. Sayangnya, ketika ia kembali ke kampung halamannya itu, ia mengambil keputusan kontroversial: ia justru memilih bergabung dengan Olympique Lyonnais yang notabene musuh bebuyutan kesebelasan lamanya, Marseille.

Dirinya mengungkapkan jika alasan memilih Lyon sebagai kesebelasan yang diperkuat selanjutnya di Ligue 1 karena bisa berlaga di Liga Champions 2015/2016.  Tampil di Eropa, dalam kalkulasinya, bisa memperbesar peluang untuk bermain di Piala Eropa 2016.

"Semua orang memimpikannya. Saya bermain di Liga Champions bersama Marseille, Lyon bisa membayar saya sekarang. Piala Eropa 2015 sangat penting untuk saya. Tim nasional Prancis adalah motivasi saya," ungkapnya. "Kita sangat tahu ini adalah rivalitas yang melibatkan Marseille dan Lyon. (Tapi) inilah sepakbola," sambung Valbuena.

Rivalitas Lyon dengan kesebelasan berjuluk Les Phoceens tersebut sudah mengakar sejak derby bertajuk Choc des Olympiaques digelar pertama kali pada 23 Desember 1945. Marseille dengan Lyon sejak itu membangun persaingan memperebutkan gengsi sebagai kesebelasan elit di Liga Prancis bersama Saint-Etienne.

Baca juga tulisan-tulisan menarik dari kami tentang berbagai macam pertandingan derby sepakbola pada tautan ini

Valbuena pun termasuk dalama kejayaan Marseille ketika meraih treble winner dari Ligue 1 2009/2010, Copa Liga 2009/2010 dan Tropi des Champions 2010. Selanjutnya ia juga mempersembahkan Copa Liga 2010/2011 dan 2011/2012, serta Trophee des Champions 2011. Jelas sangat banyak kenangan yang ditinggalkan Valbuena kepada Marseille, termasuk nomor punggung 28 yang ia kenakan pun dipensiunkan pihak kesebelasan karena ia sudah dianggap legenda.

Tapi, di sisi lain, bukan hanya bergabungnya Valbuena ke Lyon saja yang mendatangkan kontroversi. Rupanya pemain 30 tahun tersebut masih memiliki masalah yang belum terselesaikan dengan Marseille. Valbuena harus menjalani sidang untuk mendapatkan sisa kompensasi sebesar 568 ribu euro dalam proses kepindahannya ke Moskow. Ia bersikukuh jika uang sebesar itu harus tetap dibayar Marseille kepada Christophe Hutteau yang kala itu menjadi agennya.

Ketika Valbuena pindah ke Dinamo Moscow, agennya tersebut menyita rekening dan mobil Valbuena yang totalnya senilai 568 ribu euro. Agennya melakukan itu atas perintah Vincent Labrune, presiden Marseille. Padahal sebelumya Labrune berjanji pihaknya yang akan membayar kompensasi kepindahan Valbuena itu kepada Hutteau.

Kombinasi dua hal itulah yang membuat kedatangannya ke Stadion Velodrome, kandang Marseille, dengan seragam Lyon menjadi mendidih tensinya. Suporter Marseille sepertinya merasa sangat sakit hati karena bergabungnya Valbuena dengan sang rival. Sejak namanya disebutkan dalam susunan pemain oleh host pertandingan, ia sudah mendapatkan gemuruh sorakan dari seisi Stadion.

Lemparan botol berbahan plastik maupun kaca dan suar (red flare) terus menghujani Valbuena. Ketika ia hendak mengambil tendangan sudut pun diwarnai luncuran rudal mini. Sudah jelas ada cemoohan dan siulan tiap kali ia sedang menguasai bola. Tak cukup itu, bahkan terdapat boneka menyerupai Valbuena yang digantung dari atap tribun serta spanduk sangat keras dari suporter Marseille bertuliskan: "Marseillais sejati hanya bermain untuk OM. Kamu (Valbuena) tidak lebih dari seorang pengkhianat".

2C9142EF00000578-0-image-a-22_1442787608524


Seiring berjalannya waktu, lemparan botol dan suar kian mengganas. Akhirnya wasit Ruddy Buquet menghentikan pertandingan pada menit ke-62 karena rudal mini yang meluncur ke arah Anthony Lopes, kiper Lyon. Seluruh pemain dari kedua kesebelasan mengungsi ke terowongan menuju kamar ganti.

Situasi di tribun memang semakin memanas karena saat itu Marseille dalam situasi tertinggal 1-0 dari Les Gones melalui gol penalti Alexandre Lacazette. Bahkan Romain Alessandrini, sayap kanan Marseille, sudah diusir wasit terlebih dahulu karena menekel keras Valbuena pada menit ke-44. Marseille dalam keadaan tertekan saat itu.

Setelah ditunda sekitar 23 menit, akhirnya pertandingan dilanjutkan dengan penjagaan ketat dari kepolisian di tribun. Beruntung Marseille akhirnya bisa selamat dari kekalahan berkat gol yang dicetak Karim Rekik pada menit ke-68.

Jelas bukan laga yang enak untuk dikenang oleh Valbuena walau pun ia tak mendapatkan lemparan kepala babi seperti yang dialami Luis Figo ketika pindah dari Barcelona ke Real Madrid atau ancaman pemenggalan kepala kepada Steven Defour dari para suporter Standard Liege ketika memutuskan pindah ke Anderlecht.

Sumber : Daily Mail, Goal, Mirror, Soccerway, Squawka, Wikipedia,

Komentar