Pantaskah Pjanic Disebut "Pangeran Kecil" Roma?

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Pantaskah Pjanic Disebut "Pangeran Kecil" Roma?

Karya Alief Maulana

Musim lalu Fransesco Totti sempat memberikan julukan "Pangeran Kecil" untuk Miralem Pjanic. Bukan De Rossi, apalagi Alessandro Florenzi. Gelar prestisius yang dulu juga pernah disematkan kepada Alberto Aquilani itu kini, bagi Totti, lebih layak disematkan kepada Pjanic. Padahal, jelas De Rossi ataupun Florenzi lebih pantas menyandang titel itu.

De Rossi selalu setia menunggu lungsuran ban kapten ketika Totti duduk di bench. Sialnya, De Rossi musim lalu pun penampilannya dianggap kurang memuaskan Garcia dan kalah bersaing dengan Kyai Keita. Ia sering melihat rekannya bermain dan merelakan ban kapten diserahkan ke Keita ataupun De Sanctis ketika Totti tidak bermain atau diganti.

Kalau bisa curhat, mungkin De Rossi galau karena sampai umur setua itu, ia belum resmi jadi kapten AS Roma. Ya, selama Totti masih mampu memberikan candaaan dan passing gila untuk tim, pendeknya selama Totti belum pensiun, hampir dipastikan De Rossi hanya jadi futuro capitano. Jika saat itu tiba, De Rossi mungkin saja akan menjadi capitano, tapi hanya selama 2-4 musim saja, mengingat ia pun sudah tak muda lagi (32 tahun).

Perdebatan sengit selanjutnya adalah soal siapa penerus De Rossi yang akan mendapatkan gelar istimewa, Capitano Roma? Kalau dilihat dari sisi sejarah, bisa jadi mengerucut ke satu nama pasti. Alessandro Florenzi. Karena ia produk asli Roma, meskipun sempat dipinjamkan. Tapi, pernyataan Totti musim lalu, yang mengatakan Pjanic adalah Pangeran Kecil, membuat jagat sepakbola kota Roma bingung. Florenzi atau Pjanic ?

Pjanic datang ke AS Roma dari Lyon. Dia seorang playmaker sejati yang mampu mengubah alur permainan. Ia dirijen yang mengarahkan suporter untuk mengubah chant dan koreo sesuka hati. Ia supir yang membawa 10 penumpang lain dengan sesuka hatinya.

Bersama Dzeko, ia menjadi tulang punggung Bosnia Herzegovina. Musim ini, ia disatukan oleh Sabatini di AS Roma. Pjanic menjadi aktor intelektual di balik suksesnya transfer Dzeko ke AS Roma. Selain, tentu saja, karena kejelian Sabatini yang mampu menekan harga Dzeko. Awalnya, City ngotot melepas Dzeko di kisaran 30 juta pounds namun Roma sukses memboyong Dzeko dengan status pinjaman dan opsi pembelian yang kalau dijumlah tak sampai 17 juta pounds.

Pjanic melancarkan aksi rayuannya untuk Dzeko. Ia kembali menjadi supir yang mengarahkan Dzeko untuk masuk ke mobil yang sama dengannya. Kedekatan emosi antara Pjanic dan Dzeko diharapkan mampu membantu AS Roma meraih scudetto musim ini. Kedua pemain ini saling mengerti apa yang mereka inginkan. Dan kedua pemain saling memuji satu sama lain.

Pjanic sempat dikabarkan akan pergi ke Barcelona musim lalu. Ia diplot menggantikan posisi Xavi yang akan pensiun. Pun dengan musim ini, Pjanic dikabarkan dekat dengan pintu keluar. Liverpool mengambil ancang-ancang apabila Pjanic memutuskan untuk pergi. Namun sang Pangeran Kecil memutuskan untuk bertahan di Olimpico.

Di musim pertamanya dengan Garcia, ia menunjukkan kelasnya. Ia mampu memberikan 6 gol dan 6 assists untuk AS Roma. Ia pun menjadi salah satu pemain dengan rataan umpan sukses yang tinggi dengan 88%.

Musim lalu, perannya sebagai pelayan bagi lini depan AS Roma semakin terasa. Ia memberikan 10 asists untuk AS Roma, jumlah yang tertinggi selama ia membela panji-panji Giallorossi. Rataan umpannya juga bertambah menjadi 90%.

Musim ini, Pjanic akan menjalani musim kelima bersama AS Roma atau musim ketiga di bawah Rudi Garcia. Musim ini, ia baru mencetak satu gol saat menghempaskan Juve ke bumi. Tendangan bebas yang cantik membuat Buffon melongo tak berkutik. Gol cantik yang membawa AS Roma terbang ke nirwana.

Ketika bermain melawan Juventus, Pjanic menunjukkan bahwa ia adalah dirijen yang baik. Ia mampu menerima bola dengan baik. Ia mampu memberikan bola ke pemain AS Roma sesuka hatinya. Ia mampu memberikan warna bagi AS Roma. Kolaborasinya dengan Dzeko mampu mengacaukan lini belakang Juventus. Pjanic hampir saja mencetak dua gol, andai sepakannya tidak menyentuh tiang gawang.

Dalam dua pertandingan awal Roma, saat melawan Hellas Verona dan Juventus, Pjanic menjadi pemain dengan rataan umpan sukses tertinggi dengan 87%. Dalam dua pertandingan itu, rata-rata ia memberikan 71 umpan.

Pjanic mengalami cedera ketika membela Bosnia. Yang harus membuat AS Roma kehilangan Pjanic dalam 2-3 pertandingan. Pertandingan pertama yang dilakoni AS Roma tanpa Pjanic adalah ketika melawan Frosinone. Tim debutan Serie A. Tim berbaju kuning yang selalu menyulitkan AS Roma.

Garcia dipaksa memainkan Totti dan Dzeko secara bersamaan. Karena jika Roma meninggalkan Totti di bangku cadangan, Roma akan kehilangan pengatur serangan. Totti ditempatkan di belakang Dzeko. Totti mendapatkan tugas memberikan bola ke Dzeko dan kedua sayap. Kesulitan Totti adalah ketika ia harus berbagi peran dengan Dzeko. Totti terlalu nyaman bermain sebagai false nine yang ia perankan dalam dua musim terakhir. Lini serang AS Roma bisa dibilang gagal total.

Dua gol yang dicetak AS Roma semalam adalah hasil kerja keras lini sayap AS Roma. Dua gol yang dicetak para pemain sayap dan assists yang diberikan bek kiri. Kontribusi lini tengah AS Roma tidak terlihat. AS Roma terlihat kaku dibanding biasanya.

Roma sangat butuh Pjanic. Dan laga melawan Frosinone semalam semakin menegaskan fakta bahwa AS Roma sangat butuh Pjanic. Sang dirijen yang mampu mengarahkan permainan sesuka hatinya. Totti kurang luwes menempati posisi yang ditinggalkan Pjanic.

Tanpa Pjanic, Roma bermain seperti nada sumbang yang saling bertubrukan dan tak ada pola. Bola hanya dilempar ke sayap dan membiarkan Falque dan Gervinho berlari.

Satu-satunya kelemahan yang Pjanic miliki adalah stamina. Ia terlihat seperti lelaki tua ringkih. Ia tak lebih kuat dibandingkan dengan Totti yang umurnya terpaut jauh. Musim-musim sebelumnya, ia seringkali tidak bermain penuh. Ia seakan kehabisan bensin untuk mengatur bola.

Musim ini, Pjanic mencoba untuk menutupi kekurangannya. Dalam dua pertandingan awal AS Roma, ia bermain selama 90 menit. Langkah awal Pjanic untuk melanjutkan hegemoninya di lini tengah AS Roma.

Selain itu, Pjanic kadang bermain egois. Namun saya mencoba menancapkan logika, bahwa seorang Pangeran sudah sepantasnya memiliki rasa ego tinggi. Asal Pjanic mampu mengarahkan egoismenya tersebut untuk hasil yang lebih baik, saya rasa tak ada masalah.

Statusnya sebagai Pangeran Kecil tampaknya ditentukan oleh Pjanic sendiri. Apakah ia merelakan waktunya bermain di AS Roma sepanjang waktu dan tidak tergoda bermain di klub yang lebih besar atau ia malah menghancurkan mulut Totti dengan kepindahannya ke klub lain.

Kembali, kalau boleh memilih apakah Florenzi atau Pjanic yang menyandang status Pangeran Roma, saya akan memilih Florenzi sebagai Raja dan Pjanic sebagai Pangeran. Raja dan Pangeran yang akan membawa kerajaan ke arah kejayaan.

Seorang Mahasiswa Hubungan Internasional yang mencintai sepakbola. Dapat dihubungi melalui akun twitter: @alipjanic.


Komentar