Gökhan Inler dan Adaptasinya dengan Peluit Wasit di Liga Inggris

Taktik

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Gökhan Inler dan Adaptasinya dengan Peluit Wasit di Liga Inggris

Claudio Ranieri patah hati. Baru saja didapuk menjadi manajer Leicester City, ia mesti mendapat penolakan perpanjangan kontrak dari Esteban Cambiasso. Ranieri pun mengaku kalau ia kesulitan mendapatkan gelandang bertahan pengganti Cambiasso yang punya performa bagus dan memiliki sosok seorang pemimpin, walau sejauh ini Ranieri sudah mendapatkan N'Golo Kante pemain dengan tekel terbaik di Eropa musim lalu.

Cambiasso merupakan pemain yang berandil besar untuk memperjuangkan The Foxes, julukan Leicester, agar tetap bertahan di Liga Primer Inggris musim lalu. Ia bahkan dianugerahi pemain terbaik Leicester musim 2014/2015.

Akhirnya pada 19 Agustus lalu secara resmi Ranieri mendapatkan pengganti Cambiasso dalam diri Gokhan Inler. Sama seperti Cambiasso yang hengkang ke Olympiakos, Inler adalah gelandang berpengalaman terutama di Italia.

Jika Cambiasso setia dengan memperkuat Internazionale Milan, sedangkan Inler malang melintang dengan dua kesebelasan lainnya yakni Napoli yang kini dibesut Maurizio Sarri dan Udinese yang mampu menyulap pemain menjadi memiliki harga mahal.

Pemain 31 tahun itu didatangkan dari Napoli dengan jumlah dana yang tidak diungkapkan. Tapi Transfermarkt mencantumkan rekrutan Inler dengan harga sekitar 4,9 juta poundsterling untuk menggantikan peran Cambiasso.

Musim lalu memang menjadi cukup sulit bagi Inler di Napoli karena Walter Gargano dan David Lopez memberikan tingkat persaingan ketat di lini tengah yang terkadang menyisihkan pemain tak tergantikan sekalipun sejak tahun-tahun sebelumnya. Ini juga dialami Inler yang pada musim lalu hanya merasakan 19 kali laga dan tiga kali antaranya turun sebagai pemain pengganti. Apalagi Sarri lebih memilih menduetkan Allan Marques dengan Mirko Valdifiori.

Walau begitu bukan berarti sepi peminat bagi seorang pemain berkepala plontos itu. Leicester juga harus bersaing dengan Arsenal, Sunderland, West Ham United, Schalke dan Besiktas. Tapi Inler lebih memilih The Foxes karena memiliki daya juang dan tidak pernah menyerah ketika bertanding.

Salah satunya ketika ia menyaksikan pertandingan Liga Primer Inggris 2015/2016 saat Leicester mengalahkan tuan rumah West Ham United dengan skor 2-1 pada 15 Agustus lalu. Waktu itu juga Inler sedang intens melakukan komunikasi melalui telepon seluler dengan Ranieri.

Mantan Pelatih AS Roma tersebut berharap sosok kepemimpinan Cambiasso bisa digantikan Inler atas statusnya sebagai kapten Kesebelasan Negara Swiss dan Napoli dalam beberapa pertandingan pada era dilatih Rafael Benitez.

Inler adalah dinding tebal di depan empat bek andalan Vladimir Petkovic, Pelatih Swiss, dan memiliki kemampuan tendangan yang bagus dalam jarak dekat maupun jauh. Dari kemampuannya itu terkadang ditunjuk sebagai ekeskutor bola-bola mati di Napoli dan Swiss. Pemain kelahiran 27 Juni 1984 silam juga mampu mengambil bola dari lawannya dengan cepat.

Cara Inler merebut bola yaitu dengan lebih memilih menyelipkan kakinya di sela-sela kaki lawan untuk dicurinya ketimbang menggunakan badan besarnya untuk menabrak lawan. Setelah ia mencuri bola, kemudian sentuhan pertamanya menjadi awal serangan kesebelasannya karena ia pintar mengatur tempo permainan skuatnya.

Walau Swiss takluk 2-0 pada laga kualifikasi Piala Eropa 2016 di Stadion Wembley dini hari tadi, Rabu(9/9), tanpa disadari kemampuan Inler yang mampu sedikit meredam pergerakan James Milner atau Ross Barkley.

2C16A89C00000578-3226919-image-a-16_1441747270705


Kendati demikian Inler tidak ingin disamakan dengan Cambiasso. Dirinya ingin berada di Leicester atas sosoknya sendiri dan berbagi pengalamannya dengan para pemain muda lainnya.

"Pertama-tama itu adalah tim. Saya akan memberikan yang terbaik, memberikan kualitas saya untuk tim. Ketika kita menang, kita menang bersama. Ketika kita kalah, kita kalah bersama. Itu bukan berarti saya bermain seperti Esteban (Cambiasso) atau tidak," tegas pemain yang  kedua kaki aktif untuk melepaskan tendangan.

Hal tersebut memang bisa dikatakan terlalu cepat karena Inler baru bermain 11 menit berkostum The Foxes pada partai debutnya melawan Tottenham Hotspurs yang berakhir dengan skor 1-1 pada 22 Agustus lalu.

Dalam waktu singkat tersebut juga ia cuma bisa berkontribusi melepaskan satu percobaan tendangan, satu intersepsi, satu blok dan akurasi operan dalam rataan 86 persen dari enam kali yang diberikan kepada rekan-rekannya.

Inler pun mengatakan tidak akan sulit beradaptasi di Liga Inggris karena ia menyukai gaya permainan yang mengandalkan fisik. Menurutnya, ketika ia berkarir di Italia sangat taktis yang berbeda dengan Inggris yang mengandalkan kecepatan dari fisiknya. Sehingga mungkin tidak terlalu dikhawatirkan ia menjadi salah satu pemain yang termasuk dalam kegagalan eksodus pemain dari Serie-A ke Liga Primer Inggris.

Apalagi ia tidak terlalu mengkhawatirkan soal seringnya wasit meniup peluit seperti ketika berkiprah di Serie-A, "Mereka (klub Liga Inggris) bertarung dan terkadang wasit tidak meniup peluit. Di Italia mereka meniup peluit di setiap waktu, mungkin saya akan suka tentang hal itu di sini," akunya.

Keyakinan adaptasi itu adalah bagian kecil dari permainan Inler untuk membuat pendukung Leicester memujanya di kemudian hari. Sehingga suatu waktu pertanyaan pun akan muncul dari mulut Ranieri dan pendukung Leicester, "Cambiasso itu siapa?".

Komentar