Hukuman yang Tepat untuk QPR dan Blackburn

Berita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Hukuman yang Tepat untuk QPR dan Blackburn

Pekan lalu, Queens Park Rangers  mencoba menghindari ancaman denda besar karena mengangkangi aturan FFP terkait total kerugian tim dalam satu musim. Saat musim 2013/2014 di mana mereka meraih promosi ke Premier League, QPR belanja besar-besaran yang membuat pengeluaran mereka ikut membengkak.

Ancaman dari pelanggaran aturan FFP memang tidak main-main. QPR bisa saja didenda hingga 50 juta pounds karena mengalami kerugian hingga 70 juta pounds.

Simak tulisan kami tentang daftar klub yang diduga melanggar financial fair play

Dikutip The Guardian, QPR mencatatkan kerugian hingga 65,4 juta pounds pada musim 2012/2013. Angka tersebut turun drastis menjadi 22 juta pounds pada musim 2013/2014.

Setelah terdegradasi pada musim lalu, skuat QPR berubah. Sejumlah nama besar bergaji mahal pergi dan ditinggalkan. Director of Football QPR, Les Ferdinand, menolak membayar gaji pemain yang lebih dari 20 ribu pounds perminggu.

Kolumnis Dailymail, Martin Samuel, dalam tulisannya meminta Football League untuk membiarkan QPR hancur dengan sendirinya. Martin secara tidak langsung menulis QPR sebagai kesebelasan dengan pengelolaan yang buruk.

“Menjadi kesebelasan yang buruk adalah hukuman yang cukup. Tidak perlu tindakan ekstrem dari atas,” tulis Martin, “Kesebelasan yang buruk memikul hukumannya sendiri lewat bisnis yang buruk. Pemilik yang buruk membuat pembelian yang buruk, membeli pemain yang buruk untuk uang yang buruk, mendapatkan hasil buruk dan mendapatkan posisi liga yang buruk pula.”

Martin mempertanyakan keputusan Football League yang hadir memberikan ancaman denda 50 juta pounds. Padahal, QPR sedang terpuruk karena dua kali terdegradasi dari empat musimnya terakhir.

Kesebelasan dengan pengelolaan buruk lain menurut Martin adalah Blackburn Rovers. Saat ini Blackburn berada di dasar klasemen Divisi Championship dengan hanya meraup dua poin dari empat pertandingan. Mereka pun tereliminasi dai Piala Liga oleh tim tingkat ketiga Liga Inggris, Shrewsbury.

Ketimbang kesebelasan lain yang juga mencatatkan kekalahan, capaian Blackburn terbilang amat buruk. Januari tahun ini Blackburn memiliki utang hampir 80 juta pounds. “Ini adalah klub yang buruk, tidak diragukan lagi,” tegas Martin.

Football League pun menerapkan embargo dan pembatasan pembelian pemain kepada Blackburn sejak awal tahun ini. Football League dengan tegas mensyaratkan klub untuk tidak rugi lebih dari 8 juta pounds. Namun, Blackburn, sama halnya dengan QPR, rugi hingga 42 juta pounds.

Blackburn pun hanya diperbolehkan merekrut pemain berstatus free transfer atau sekadar meminjam pemain. Football League pun membatasi pengeluaran gaji dengan jumlah skuat maksimum sebanyak 24 pemain.

Martin menganggap hukuman dari Football League tidaklah sepadan. Hukuman tersebut berpotensi membinasakan Blackburn di saat kondisi mereka  sendiri yang tengah goyah.

Semenjak diambil alih oleh grup asal India, VH Group, prestasi Blackburn kian menurun. Mereka memecat Sam Allardyce dan menunjuk pelatih yang tak begitu cakap, Steve Kean, yang juga membawa mereka ke jurang degradasi.

Semenjak itu, kursi kepelatihan Blackburn bisa dibilang amat panas. Kean diganti oleh Henning Berg yang menjabat selama 57 hari dan dilanjutkan Michael Appleton selama 67 hari. Blackburn kemudian tak sanggup bersaing di papan atas Divisi Championship.

Soal Blackburn yang kehilangan banyak uang menurut Martin itu macam cerita lama. “Hukuman FFP ditetapkan saat pemilik habis-habisan mengeluarkan uang untuk mencapai kejayaan. Kebanyakan mereka salah menggunakan strategi saat berusaha bertahan di Premier League,” tulis Martin.

Simak proses terbentuknya regulasi financial fair play di ranah sepakbola

Kesebelasan dengan pengelolaan yang kurang baik terutama soal pendapatan, ada kemungkinan sulit menyesuaikan diri dengan iklim Divisi Championship dan segala pembatasan kerugian yang melingkupinya. Sulit bagi kesebelasan yang mengandalkan kedermawanan pemilik untuk menghindari kerugian. Belum lagi jika sang pemilik menginginkan prestasi instan dan tidak menghargai proses.

Sumber utama: kolom Martin Samuel di Dailymail.

Komentar