Menantikan Filosofi Sepakbola Menyerang Bournemouth

Taktik

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Menantikan Filosofi Sepakbola Menyerang Bournemouth

Ketika gelap mulai menutupi sinar matahari hari ini, kabar baik datang bagi para penggemar Liga Primer Inggris. Laga antara Manchester United berhadapan dengan Tottenham Hotspurs menjadi sajian utama pengobat rindu penikmat sepakbola Liga Inggris.

Tapi rasa-rasanya menyaksikan pertandingan kedua kesebelasan tersebut sudah biasa. Apalagi baik permainan United maupun Tottenham sudah biasa karena mereka cukup aktif pada laga-laga pra musim yang bisa disaksikan lewat layar kaca.

Tapi, belum tentu kalian menyimak AFC Bournemouth. kesebelasan yang baru pertama kali berkiprah di Liga Primer Inggris pada musim ini sejak didirikan pada 1890. Bisa dibilang pada nanti malam akan menjadi yang perdana bagi kita untuk melihat permainan ajaib dari kesebelasan besutan Eddie Howe tersebut.

Jejak rekam Bournemouth memang dikenal dengan cerita-cerita lucunya. Mulai dari wig pemain yang lepas hingga logo kesebelasan yang ditambah kumis pada edisi November. Tapi The Cherries, julukan Bournemouth, lebih dari sekedar itu. Mereka memiliki dongeng tersendiri untuk bisa sampai ke divisi tertinggi di Liga Inggris saat ini.

Untuk mewujudkan dongeng tersebut pun tidak lepas dari keteguhan Howe dalam meracik strategi kesebelasan besutannya. Manajer 37 tahun tersebut menerapkan formasi 4-4-2 yang diterapkan kepada Bournemouth

Dengan ramuan formasi tersebut jugalah Tommy Elphick dkk menampilkan permainan menyerang sebagai andalan mereka bisa promosi ke Liga Primer Inggris 2015/2016. Melalui strateginya tersebut mereka berhasil mengemas 98 gol yang membuat mereka promosi ke Liga Primer Inggris sebagai pemucak klasemen melewati Watford dan Norwich City.

Demi melancarkan serangan mereka kepada lawan, mereka memulai dari merebut bola dari lawan secepat mungkin agar lawan tidak bisa menguasai si kulit bundar terlalu sering. Kemudian serangan cepat pun dibangun dengan mengandalkan kedua sayapnya terutama pada sisi kanan yang dilakoni Matt Ritchie dan Robert Francis di belakangnya, sementara Dan Gosling dan Junior Stanislas menjaga kedalaman di lini tengah untuk mengalirkan bola menuju dua sisi lapangan.

Tapi pada musim ini Howe tidak ingin terus mengandalkan sisi kanan saja. Maka dari itu Joshua King, sayap kiri, direkrut dari Blackburn Rovers agar kedua serangan sayapnya seimbang. Maklum karena motor serangan The Cherries seolah bertumpu kepada Ritchie yang produktif mencetak 15 gol dari 46 penampilan musim lalu sekaligus memanjakan duet striker Callum Wilson dan Yann Kermorgant. Selain itu senjata mematikan dari Ritchie adalah tendangan jarak jauhnya yang keras dan akurat.

Dengan sepakbola menyerangnya tersebut, Howe mengharapkan kesebelasannya lebih banyak menguasai sepertiga akhir lawan dan menciptakan peluang-peluang melalui situasi bola mati. Dari proses tendangan pojok pun The Cherries berhasil mencetak 31 gol pada Championship 2014/2015, tentu saja Ritchie adalah eksekutor yang dipercaya Howe.


Maurizio Sarri, Pelatih Napoli, pada musim lalu pun mengandalkan gol melalui sepak pojok ketika masih membesut Empoli



Dari gaya permainan khas Inggris klasik tersebutlah Elphick dkk menjadi daya tarik sepakbola Championship pada musim lalu. Tapi pertanyaannya yaitu apakah pola menyerang seperti Bournemouth mampu mempertahankan eksistensi mereka di Liga Primer Inggris musim mendatang?

Pasalnya, dikhawatirkan jika sepakbola terbuka a la Bournemouth bisa menjadi santapan empuk bagi lawan-lawan Liga Primer Inggris untuk menjadi bulan-bulanan. Sementara itu The Cherries pun tidak terlalu aktif pada bursa transfer musim panas kali ini terutama pada lini pertahanan.

Pada posisi belakang mereka cuma merekrut bek tengah berpengalaman Sylvain Distin dari Everton dan Tyrone Mings, full-back kiri dari Ipswich Town. Sebetulnya pengalaman Distin bisa menjadi patokan bagi para debutan bek lain dalam mengarungi ketatnya Liga Primer Inggris. Tapi pada lain hal itu kekuatan fisik Distin tentu diragukan. Apalagi pergerakannya dinilai sangat lambat untuk menahan gempuran-gempuran penyerang salah satunya seperti Harry Kane dari Tottenham Hotspurs. Bagaimanapun, Distin sudah berusia 37 tahun.

Fisik seorang Distin diragukan bisa menambal kelemahan The Cherries pada musim lalu. Pada Championship 2014/2015 mereka kebobolan 12 gol dalam rentang waktu 76 sampai 90 menit, merupakan yang terbanyak dibandingkan waktu-waktu lainnya. Maka konsentrasi tinggi dan didukung fisik prima amat dibutuhkan pada jantung pertahanan Bournemouth.

Kendati filosofi menyerang a la Howe diperdebatkan dalam kiprah barunya di Liga Primer Inggris, namun ia beridealis untuk tetap menerapkannya pada divisi teratas di sepakbola Inggris tersebut. "Mengapa tidak?" jawab Howe ketika ditanya tentang filosofi sepakbola menyerang yang akan tetap dipakainya. "Saya tidak berpikir kita akan meninggalkan prinsip-prinsip kita," ujarnya meneruskan.

Menarik disimak bagaimana rasa percaya diri Howe di Liga Primer Inggris akan bertahan. Pada laga melawan Aston Villa nanti malam akan menjadi buktinya. Apakah kecepatan Ritchie akan mampu mengatasi Kieran Richardson, full-back kiri Villa? Atau justru Gabriel Agbonlahor, Jack Grealish dkk yang mampu memporakporandakan pertahanan yang digalang Distin dkk? Atau justru sebaliknya, Bournemouth mampu tampil mengejutkan dengan menggulingkan kesebelasan yang diselamatkan Tim Sherwood di musim lalu tersebut.

Sumber : ESPN, Fourfourtwo, Who Scored, Wikipedia

Komentar